Dari evaluasi ini, Presiden Joko Widodo meminta agar PPKM dilanjutkan dari 26 Januari hingga 8 Februari. Menindaklanjuti hal ini, Kementerian Dalam Negeri akan mengeluarkan instruksi mendagri. Diharapkan masing-masing gubernur dapat mengevaluasi berdasarkan tingkat kesembuhan, kematian, positivity rate, dan bed occupancy ratio (BOR).
Pada kesempatan lain, Airlangga mendorong masyarakat yang pernah terjangkit Covid-19 untuk dapat mendonorkan plasma konvalesennya. Seperti diketahui, Airlangga merupakan penyintas Covid-19. Dia mengaku sempat positif Covid-19 pada tahun lalu.
Menurut dia, gerakan donor plasma konvalesen sangat penting. Sebab, jika 10 persen saja dari pasien sembuh tersebut berdonasi, maka akan ada 76.000 plasma konvalesen yang tersedia. ‘’Itu bisa menyelamatkan jiwa manusia karena berdasarkan penelitian yang dilaporkan oleh menteri PMK, itu mereka yang Orang Tanpa Gejala dan mereka yang sedang, tingkat kesembuhannya bisa mencapai 100 persen, sedangkan mereka yang berat bisa mencapai 85 persen,’’ jelasnya.
Selain itu, plasma konvalesen adalah salah satu kunci menurunkan tingkat kematian akibat Covid-19. Meski, tidak semua orang yang sempat terpapar Covid-19 bisa mendonorkan plasma konvalesennya. Sebab, lanjut dia, hanya orang yang dinyatakan sehat dan didominasi oleh pria yang diizinkan mendonasikan plasma.
‘’Donor wanita yang pernah melahirkan itu tidak bisa. Dan juga untuk menjadi donor harus di-screen terhadap penyakit ikutan, kemudian penyakit lain dan tingkat Hemoglobinnya dan tidak kalah penting tingkat imunoglobulinnya,’’ tutur ketum Partai Golkar itu.
Selain itu, Airlangga juga menegaskan bahwa BLT atau bantuan modal UMKM akan tetap diberikan tahun ini. Kebijakan itu merupakan program bantuan presiden (banpres) produktif senilai Rp2,4 juta.
Bantuan perlindungan sosial lainnya untuk masyarakat juga diperpanjang seperti Program Keluarga Harapan (PKH), dana desa, hingga bantuan sosial (bansos) tunai lainnya pun juga tetap diperpanjang.
Tak hanya itu, pemberian insentif pajak juga tetap dilanjutkan. anggaran yang disiapkan untuk insentif perpajakan mencapai Rp20,26 triliun. Angka tersebut memang lebih rendah dibanding pada tahun lalu.
‘’Kalau di tahun 2020 kemarin disiapkannya Rp120 triliun tapi tidak terpakai semua. Sehingga tentu tahun ini kita berikan Rp20,26 triliun. Jadi ada dalam bentuk pajak ditanggung pemerintah Rp3,1 triliun, pembahasan PPH impor Rp 12 triliun, kemudian pengembalian atau restitusi PPN sebesar Rp5,3 triliun,’’ tutur dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19 Dewi Nur Aisyah menyebut bahwa saat ini sudah ada 9 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia yang tingkat hunian rumah sakit (BOR) nya sudah berada diatas 70 persen.
Dari 9 provinsi tersebut, 6 provinsi berada di pulau Jawa yakni Banten, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, artinya semua provinsi di Pulau Jawa sudah mencatatkan tingkat BOR yang kritis. Provinsi lain adalah Kalimantan Timur dan Lampung.
Dari 9 provinsi tersebut, Banten mencatatkan BOR yang paling kritis dengan angka 87,42 persen. Disusul oleh DKI Jakarta 86,70 persen, dan DI Yogyakarta sebanyak 83,07 persen. "Yang kita inginkan sesuai standar WHO yakni dibawah 70 persen. Karena kenaikan (BOR,red) signifikan bisa berimbas pada banyak hal," jelas Dewi.
Sementara itu, daerah dengan BOR di atas 50 persen namun masih di bawah 70 persen berada di 8 provinsi. Yakni Bali, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Kalsel, Sulut, NTT serta Kalimantan Tengah.
"Daerah-daerah ini berawarna kuning. Angka keterpakaian di atas 50 persen tapi dibawah 70 persen. Tetap harus hati-hati. Karena tiba-tiba bisa naik," jelas Dewi.
Dewi mengatakan bahwa pemerintah dan Kemenkes telah berusaha untuk menambah tempat tidur di rumah sakit rujukan. Namun angka BOR tetap saja masih mepet. "Kita sudah coba untuk mempersiapkan. Jangan sampai jumlahnya segitu-segitu aja. Jangan sampai kenaikan kasus tinggi, jumlah bed nya tidak bisa mengejar" jelasnya.
Sementara itu, DPR menyarankan perlu adanya kajian terbaru yang membandingkan PPKM dan PSBB. Setelah dilaksanakan selama dua pekan, jumlah kasus tetap tinggi bahkan cenderung melonjak dan menyebabkan fasilitas kesehatan penuh.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebutkan adanya musim liburan menimbulkan klaster-klaster yang tidak terkendali.
"Nah, antara PPKM, PSBB, dan lain-lain kita minta kepada pemerintah mengkaji apa kemudian tetap melakukan PPKM atau PSBB atau kemdian seperti tadi melakukan modifikasi daripada kedua opsi tersebut," jelas Dasco di Kompleks DPR kemarin.
Kajian ini dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif menekan angka penularan dan kasus positif. Selain dari sisi pemerintah, Dasco tak lupa mengimbau masyarakat umum juga untuk meringankan beban tenaga kesehatan di lapangan dengan menaati prokes dan tidak melakukan kegiatan yang tidak perlu di luar untuk sementara.
Politikus Gerindra itu juga menyoroti penuhnya RS-RS, termasuk di Jakarta. Bahkan menurut dia, harus ada monitor lebih ketat terhadap kesediaan RS di Jakarta. Pasalnya, dia mengatakan bahwa RS Jakarta tidak hanya diisi oleh penduduk Jakarta saja, tetapi juga dari sekitar sehingga lebih cepat penuh. "Sekitar Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, itu kemudian mengisi. Sehingga mengakibatkan RS ini mengalami overcapacity," lanjutnya.
Dasco meminta Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin untuk secara khusus mengkalkulasi kemampuan faskes demi mengatasi masalah overkapasitas ini. "Kami minta kepada Menkes untuk kemudian mengkalkulasi lagi dan melakukan kontingensi plan mengatasi masalah ini," paparnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihak pengusaha tentu menyayangkan perpanjangan PPKM yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut Shinta, PPKM di Jawa dan Bali akan menciptakan kontraksi atau pelemahan pertumbuhan perdagangan dalam negeri. "Padahal, pemerintah menginginkan konsumsi dalam negeri bisa menggeliat," ujar Shinta.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Shinta, pemerintah harus bekerja lebih keras untuk mengatur strategi dari sisi permintaan masyarakat agar supaya pembatasan sektor usaha tidak bermuara pada pemutusan hubungan kerja. "Setidaknya menjaga stabilitas harga barang agar masyarakat bisa terus melakukan konsumsi," bebernya.(agf/dee/tau)