PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Sidang kasus dugaan korupsi anggaran di Bappeda Siak senilai Rp2,8 miliar dengan terdakwa Sekdaprov Riau nonaktif H Yan Prana Jaya Indra Rasyid kembali berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (12/4). Persidangan kali ini langsung dihadiri Yan Prana Jaya dalam agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Ada 10 saksi dihadirkan dan ada yang mengaku terjadi pemotongan 10 persen.
Dari 10 saksi yang dihadirkan, hanya lima saksi yang memberikan keterangan. Sementara lima saksi lainnya akan memberikan keterangan pada sidang berikutnya, yakni Senin (19/4) pekan depan. Lima saksi yang dihadirkan dan memberikan keterangan merupakan pegawai atau aparatur sipil negara (ASN) di Bapedda Siak di antaranya Anton, Doni Asriando, M Rafi, Azwarman, dan Nursamsiah.
Saksi Anton atau pun Nursamsiah dan saksi lainnya dalam keterangan yang disampaikan dalam persidangan, mengakui telah terjadi pemotongan 10 persen terhadap anggaran perjalanan dinas di Bapedda Kabupaten Siak sebagaimana yang telah disangkakan kepada terdakwa. Pemotongan sebesar 10 persen anggaran perjalanan dilakukan sejak tahun 2013-2017 yang mana pada saat itu Yan Prana Jaya menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak, yang juga merupakan pengguna anggaran (PA). Saksi menyebut pemotongan 10 persen disampaikan oleh terdakwa pada saat pelaksanaan rapat bersama yang dihadiri seluruh pegawai di Bappeda Siak.
"Kami tidak tahu untuk apa pemotongan 10 persen tersebut karena pada waktu itu tidak ada yang merasa keberatan. Para pegawai hanya diam saja ketika disampaikan akan ada pemotongan 10 persen anggaran perjalanan dinas," ujar saksi Nursamsiah maupun Anton.
Selanjutnya, Hakim Ketua Lilin Herlina dalam persidangan menanyakan apakah betul pada waktu itu Kepala Bappeda Siak dan juga pengguna anggaran adalah terdakwa Yan Prana Jaya? Dan apakah terdakwa menyampaikan dalam rapat tersebut bahwa akan adanya pemotongan 10 persen?
Para saksi menyampaikan betul. Bahwa terdakwa menyampaikan dalam rapat tersebut akan melakukan pemotongan sebesar 10 persen uang perjalanan dinas kepada pegawai di Bapedda Siak. Dan saksi menyebutkan, pada waktu itu para pegawai yang hadir dalam rapat hanya diam saja. Dan tidak mengetahui maupun menanyakan untuk apa dilakukan pemotongan sebesar 10 persen tersebut.
Selanjutnya, Hakim Ketua Lilin Herlina menanyakan bagaimana proses pencairan anggaran perjalanan dinas tersebut. Sesuai dengan keterangan saksi, uang perjalanan dinas tersebut baru bisa dicairkan setelah mengajukan kelengkapan berkas atau syarat-syaratnya seperti bukti tiket dan lain-lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dijelaskan saksi, bahwa untuk biaya awalnya para pegawai yang melakukan perjalanan dinas menggunakan uang pribadi, dan setelah itu baru mengajukan pencairan ke bendahara. Uang baru bisa dicairkan dari bendahara terlebih dahulu menunggu adanya anggaran paling lama bisa sekitar 1 hingga 2 pekan, bahkan hingga 1 bulan baru bisa dicairkan. "Tetapi dalam pencairan tersebut kami menerima anggaran/dana yang sudah dipotong 10 persen dari anggaran perjalanan dinas yang diajukan," terang saksi.
Para saksi juga menyebutkan bahwa pengajuan anggaran perjalan dinas tersebut tidak ditambah, semua sesuai dengan apa yang terdapat di dalam biaya perjalanan (tiket) dan lain-lain atau anggaran yang telah digunakan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.
"Uang perjalanan dinas tersebut dicairkan atau diberikan oleh bendahara Dona Fitria dengan bukti kwitansi. Namun uang yang kami terima tersebut tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas yang ditandatangani oleh masing-masing pelaksana yang melakukan perjalanan dinas. Tetapi telah dilakukan pemotongan sebesar 10 persen," ungkap saksi.
Terdakwa Yan Prana Jaya yang hadir dalam persidangan membantah bawah telah mengatakan bahwa akan ada pemotongan 10 persen anggaran perjalanan dinas yang disampaikan dirinya di dalam rapat. Tetapi terdakwa Yan Prana hanya mengatakan pada waktu itu hanya mengusulkan bahwa akan dilakukan pemotongan 10 persen saja. Itu pun jika semua pegawai di Bapadda setuju.
"Pada waktu itu saya hanya mengusulkan saja. Sepanjang semuanya setuju ya sudah, jalan kan," kata Yan Prana Jaya.
Selain itu, terdakwa Yan Prana Jaya juga merasa keberatan dengan keterangan yang disampaikan saksi terkait soal keterangan saksi yang menerima uang perjalanan dinas tersebut, tetapi telah dipotong. Kemudian, lanjut Yan Prana, seharusnya saksi jika uang perjalanan dinasnya telah dipotong, mereka melapor kepada dirinya selaku pengguna anggaran.
Menurut Yan Prana Jaya, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) bertanggung jawab langsung kepada pengguna anggaran. Dan PPTK pada waktu itu tidak pernah melaporkan bahwa telah terjadi pemotongan perjalanan dinas sebesar 10 persen kepada pengguna anggaran.
"Cerita tentang pemotongan anggaran perjalan dinas tersebut tidak pernah saya sampaikan dalam agenda rapat tetapi itu di luar agenda rapat. Dan saya tidak pernah menyampaikan bahwa akan dilakukan pemotongan 10 persen, tetapi yang saya sampaikan itu hanya usulan saja. Sepanjang pegawai setuju, silakan. Tapi itu saya berbicara hanya di tahun 2014, tidak pernah saya berbicara itu di tahun 2013, 2015 atau di tahun 2017," jelas Yan Prana.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Aliandri Tanjung SH MH dan rekan-rekan menanyakan kepada saksi bahwa apakah perjalanan itu dilakukan atau tidak dilakukan? Saksi menyebutkan bahwa perjalanan dinas tersebut dilakukan dan ada dilakukan, bukan fiktif.
Selain itu kuasa hukum terdakwa juga menanyakan kepada saksi apakah pada waktu itu menjadi temuan oleh BPK atau Inspektorat terkait pemotongan 10 persen tersebut. Saksi mengatakan tidak pernah menjadi temuan oleh BPK maupun Inspektorat, bahkan pada waktu itu Bapedda Siak juga mendapatkan berbagai penghargaan.
Jaksa penuntut umum (JPU) Hendri Junaidi SH MH dan kawan-kawan yang juga menanyakan kepada saksi apakah telah terjadi pemotongan 10 persen perjalanan dinas di Bappeda Siak sejak tahun 2013 hingga tahun 2017. Saksi lagi-lagi menyampaikan bahwa benar telah dilakukan pemotongan uang perjalanan dinas melalui bendahara Dona Fitria.
Setelah mendengarkan keterangan-keterangan yang disampaikan oleh 5 orang saksi tersebut, Hakim Ketua Lilin Herlina memutuskan sidang akan dilanjutkan pada pekan dengan dengan agenda kembali mendengarkan keterangan 5 orang saksi lagi.
"Untuk sidang selanjutnya kembali akan mendengarkan keterangan saksi-saksi,"ucap Hakim ketua.
Untuk diketahui pada sidang sebelumnya, Kamis (8/4), Hakim Ketua Lilin Herlina menyampaikan putusan selanya terkait eksepsi (keberatan) yang disampaikan kuasa hukum terdakwa pada persidangan sebelumnya.
Hakim memutuskan menolak eksepsi terdakwa secara keseluruhan. Hakim memutuskan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan. Ia menyebutkan, bahwa eksepsi pengacara Deni Azani SH MH dan kawan-kawan yang menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Hendri Junaidi SH MH dan kawan-kawan tidak lengkap atau tidak cermat dinilai tidak tepat.
Hakim menilai, dakwaan JPU sudah lengkap dan cermat sesuai perundangan yang berlaku.
"Oleh karena itu, memutuskan menolak eksepsi terdakwa secara keseluruhan. Memutuskan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan," sebut hakim ketua Lilin Herlina dalam persidangan.(dof)