PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Bentuk fisiknya yang mirip Taj Mahal di India, menjadi tempat wisata religi di Pekanbaru, Riau. Tak hanya itu, di tempat tersebut juga kerap dijadikan arena berolahraga. Masjid Raya An-Nur, namanya, berlokasi di Jalan Hang Tuah, tidak jauh dari pusat kota atau titik nol Tugu Zapin.
Setiap masjid mempunyai konsep tersendiri. Begitu pula Masjid Raya An-Nur yang mengusung tema Melayu Arabik. Baik dari segi warna, ornamen serta empat menara dan lima kubah.
Sekretaris Badan Kesejahteraan Masjid Raya An-Nur, Sukmadi Mukmin mengatakan, filosofi dari empat menara tersebut adalah empat sahabat Rasul. Sementara lima kubah tersebut mengandung filosofi dari rukun Islam yaitu ada lima. Selain itu dalam konsep Melayu kubah tersebut seperti permainan tradisional yaitu gasing, namun gasing terbalik.
Lalu, relung pada jendela Masjid Raya An-Nur, terinspirasi dari jendela yang ada di Makkah. Di sajadah pun, katanya, terdapat ornamen Melayu disebut teluk paku yang berwarna kuning, begitu juga di mimbar.
Kemudian, warna yang ada di masjid merupakan warna dari ciri khas Melayu, yang mana terdapat warna hijau, kuning serta merah. Warna hijau banyak terdapat di dinding dan kubah, sementara kuning dan merah di ornamen ataupun ukiran Melayu.
“Dari segi tata letak bangunan, mengambil konsep rumah Melayu yang berpanggung. Jika di lantai dua rumah Melayu sebagai tempat aktivitas keluarga, begitu pula dengan aktivitas masjid yang berada di lantai dua untuk salat. Sementara lantai dasarnya untuk aktivitas lain seperti berwuduk,” jelasnya.
Sejarah rinci berdirinya masjid pun diutarakan. Pada 1962 Masjid Raya An-Nur mulai dibangun, pada masa Gubernur Kaharudin Nasution. Pada masa pemerintahannya, ia mempunyai ide untuk pusat pelayanan masayarakat. Baik dari segi pemerataan, ekonomi, religi dan lainnya.
“Masjid di Jalan Diponegoro, Pasar di Sukaramai, Rumah Sakit di RSUD Arifin Ahmad, kawasan sekolah di Pattimura sementara Kompleks Gubernur di Jalan Gajah Mada yang sekarang jadi Kantor KPU Provinsi, Bappeda dan kantor-kantor lainnya. Mau kemana-mana dekat,” ungkapnya.
Kemudian, setelah 40 tahun berselang, pada 2000-an masjid pun direnovasi pada masa kepemimpinan Saleh Yasid. Cukup memakan waktu kepemimpinannya untuk menyelesaiakan renovasi masjid. Sehingga masjid diresmikan pada kepemimpinan Rusli Zainal yang mendatangkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
“Di hari peresmian tersebut, nama masjid pun berubah dari Masjid Agung An-Nur menjadi Masjid Raya An-Nur. Di hari itu pula, hari jadi Riau yang ke 50, biasa disebut tahun emas,’ katanya.
Masjid Raya An-Nur, bisa menampung 4 ribu jamaah masjid saat Salat Jumat. Sementara saat Idul Fitri bisa 12 ribu jamaah yang melaksanakan salat di An-Nur.
Ramadan di An-Nur
Bila bulan Ramadan tiba, seperti tahun-tahun sebelumnya, Masjid Raya An-Nur selalu melakukan kajian. Kajian tersebut terjadi saat akan memasuki waktu subuh, waktu zuhur, waktu magrib dan menjelang tarawih.
Kajian menjelang berbuka puasa, katanya, kajian yang spesial. Karena di salurkan melalui stasiun radio RRI. Sehingga banyak umat yang dapat mendengarnya.