Wartawan Riau Pos, Hary B Koriun, mendapatkan penghargaan sebagai penerima Press Card Number One (PCNO) dari PWI Pusat dalam helat Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Medan, Sumatera Utara, 9 Februari 2023.
RIAUPOS.CO - BERSAMA Hary, ada 32 wartawan Indonesia yang mendapatkan PCNO, empat di antaranya dari Riau. Mereka adAlah Deslina (mantan wartawan Riau Pos), Dasmun Ahmad (Metro Riau), Hotman Simanjuntak (Radio Mona Ria), dan Ahmad Zulkani (Amanah News).
PCNO adalah penghargaan yang diberikan kepada wartawan yang minimal sudah mengabdi selama 25 tahun tanpa putus dengan menghasilkan karya jurnalistik bermutu berupa tajuk, berita, kolom, karikatur, atau foto. Selain itu, dia harus menghasilkan karya jurnalistik yang diakui secara nasional atau internasional; menjadi pelopor pengembangan genre jurnalistik di Indonesia, seperti karya jurnalistik investigasi, sastrawi, presisi, olahraga, digital, dll.
Kemudian, secara konsisten berkontribusi memajukan jurnalistik Indonesia melalui gagasan dalam tulisan, artikel, atau buku jurnalistik; secara konsisten berkontribusi membela kemerdekaan pers lewat gagasan karya dan kiprah; serta konsisten berkontribusi memajukan sumber daya manusia (SDM) pers Indonesia melalui keterlibatan pribadi, organisasi, lembaga, maupun terlibat dalam pelatihan.
Hary merasa, sebagai wartawan, selama ini dia sudah memenuhi unsur-unsur atau syarat tersebut. Hingga saat ini, dia sudah terlibat langsung dalam dunia jurnalistik sebagai wartawan selama 30 tahun lebih. Dia memulai karirnya di Harian Singgalang (Padang) pada November 1992, atau hanya beberapa bulan setelah dia diterima kuliah di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Andalas (Unand) Padang. Di awal-awal karirnya, Hary banyak menulis berita dan kolom olahraga.
Sambil kuliah, selama di Padang dia juga pernah menjadi koresponden Mingguan Tribun Olaraga untuk Padang (1994), koresponden Majalah TIRAS (1996-1997) di Padang, dan menjadi kolomnis khusus olahraga di Harian Sriwijaya Post (1994-1996) sambil tetap bekerja di Singgalang hingga 1999. Ketika itu bekerja untuk beberapa media jamak terjadi karena Hary memilih sebagai wartawan part time di Singgalang.
“Karena menjadi wartawan, skripsi saya tertunda dan saya nyaris kena droup out (DO). Akhirnya saya menjadi mahasiswa paling lama tamat, pas 7 tahun,” kata Sekretaris Dewan Kehormatan Provinsi PWI Riau tersebut.
Lelaki kelahiran Pati (Jawa Tengah) itu kemudian pindah ke Jakarta setelah tamat kuliah pada awal 1999. Banyaknya media yang terbit setelah era Reformasi, tak membuat Hary dengan mudah mendapatkan pekerjaan di media. Selama setahun di Jakarta, dia pernah bekerja di Tabloid Investigasi VISI dan Majalah Pendar (milik Dompet Dhuafa), sebelum akhirnya bekerja untuk Gema Olahraga (GO) dan kemudian ditempatkan di Pekanbaru pada awal tahun 2000.
Pada Juni 2000, Hary bekerja untuk Harian Pekanbaru Pos sebagai redaktur sebelum kemudian diminta oleh H Rida K Liamsi untuk menerbitkan mingguan olahraga, yakni Tabloid PENALTI, bersama Mafirion dan Yurmalis Khatib pada Agustus 2000. Tabloid tersebut hanya bertahan selama tiga setengah tahun dan berhenti terbit pada Desember 2003.
“Meskipun hanya berumur tak sampai empat tahun, tetapi saya bahagia karena salah satu cita-cita saya adalah memimpin sebuah media olahraga,” kata Hary yang menjabat sebagai pemimpin redaksi di PENALTI dua tahun terakhir sebelum dihentikan.
Sejak awal 2004 hingga kini, Hary masih tunak bekerja di Harian Riau Pos dengan berbagai jabatan. Mulai dari redaktur senior, redaktur pelaksana, wakil pemimpin redaksi, anggota dewan redaksi, hingga menjadi Pemimpin Redaksi Riaupos.co, divisi daring Riau Pos.
Di luar pekerjaannya, Hary juga pernah mengajar matakuliah Jurnalistik dan lainnya sebagai dosen luar biasa di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Lancang Kuning (2010-2015) dan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suska (2017-2018). Hary juga sering memberikan pelatihan jurnalistik di berbagai lembaga di Riau.
Selain itu, dia juga menjadi editor puluhan buku genre jurnalistik maupun sastra. Pada tahun 2019, Hary menerbitkan buku genre jurnalisme sastrawi berjudul Ke Sabu, Kita Ke Raijua. Buku yang diterbitkan Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu merupakan hasil residensinya selama satu bulan di daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal), yakni di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Selain jurnalistik, Hary juga tunak di bidang sastra. Hingga saat ini dia sudah menerbitkan 7 novel dan dua kumpulan cerpen. Salah satu novelnya, Nyanyian Batanghari, dimuat secara bersambung di Republika pada tahun 2000 selama 76 hari. Cerpen-cerpennya juga dimuat di beberapa media nasional seperti Koran Tempo, Jawa Pos, Media Indonesia, dll, dan diterbitkan dalam puluhan buku antologi bersama.
Hary juga sering mendapatkan penghargaan karya jurnalisti, juga karya sastra, baik tingkat Riau maupun nasional. Selain itu, dia juga pernah meliput peristiwa-peristiwa besar seperti gempa bumi di Kerinci (Jambi) pada tauhun 1995, tsunami Aceh 2004, gempa Sumbar 2010, beberapa kali Pekan Olahraga Nasional (PON), SEA Games 2017 Kuala Lumpur, Asian Games 2018 Jakarta Palembang, dll.
“Tujuan saya jadi wartawan bukan untuk mendapatkan penghargaan, termasuk PCNO ini. Saya hanya ingin menjadi wartawan yang baik dan ikut membangun SDM wartawan yang berkualitas agar stigma bahwa prilaku wartawan itu banyak buruknya, bisa diminimalisir. Penghargaan-penghargaan yang saya dapatkan ini adalah bonus dari apa yang sudah saya lakukan untuk jurnalistik. Tetapi, saya tetap mengucapkan terima kasih kepada PWI Pusat dan Ketua PWI Riau H Zulmansyah Sekedang, atas apa yang saya terima ini,” kata lelaki tiga anak itu mengakhiri.***
Laporan DENNI ANDRIAN, Pekanbaru