PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif Andi Putra dengan hukuman 8 tahun 6 bulan penjara dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (7/7).
Andi Putra disebutkan terbukti melanggar Pasal 12 huruf (a) dan Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP Ayat (1) KUHP.
"Menuntut supaya Majelis Hakim tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan hukuman pidana 8 tahun 6 bulan dan denda Rp400 juta, subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," sebut JPU KPK, Kamis (7/7).
Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr Dahlan tersebut, JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto SH dan Rio Fandi SH juga menuntut Andi Putra untuk membayar uang pengganti sebesar Rp500 juta.
Uang ini diminta untuk dilunasi selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan ini mendapat kekuatan hukum tetap. Bila tidak dilunasi sesuai tenggat waktu itu, maka harta benda terdakwa akan disita untuk dilelang. Bila tidak memiliki harta maka diganti kurungan 1 tahun.
Bahkan, Andi Putra juga dituntut JPU KPK mendapatkan hukuman tambahan dengan dicabut hak politiknya selama lima tahun. Itu terhitung sejak Andi selesai menjalankan pidana penjara. "Pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun. Sejak terdakwa selesai menjalankan pidana penjara," sebut JPU KPK pada sidang yang terbuka untuk umum tersebut.
Atas tuntutan JPU KPK tersebut, Andi Putra yang mengikuti sidang secara virtual melalui kuasa hukumnya Dodi Fernando SH MH akan mengajukan pembelaan (pledoi). Hakim Dahlan kemudian menunda sidang hingga Kamis (14/7) mendatang. Hakim Dahlan mengingatkan kuasa hukum untuk memanfaatkan waktu tersebut sebaik-baik.
"Satu pekan wajib selesai. Kalau tidak selesai maka kami anggap tidak menggunakan haknya untuk pembelaan. Ini mempertimbangkan masa penahanan terdakwa hampir habis," kata Dahlan sebelum mengetok palu tanda berakhirnya sidang pada siang itu.
Sementara itu, dalam surat dakwaannya, JPU KPK mendakwa Andi Putra telah menerima uang sebesar Rp500 juta dari total Rp1,5 miliar yang dijanjikan. Uang itu diberikan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso, berkaitan dengan izin Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan tersebut.
Andi Putra sebagai Bupati Kuansing yang berkuasa dan berwenang mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan lokasi kebun kemitraan paling sedikit 20 persen. Lokasi plasma yang berada di Kampar membuat PT Adimulya Agrolestari yang sebagian kebunnya berada di Kuansing ingin menghindari kewajibannya. Uang suap itu diduga supaya perusahaan tidak perlu lagi membangun kebun kemitraan yang menjadi syarat keluarnya HGU.
JPU mendakwa Andi Putra melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pada sidang tersebut, terdakwa hadir secara virtual, sementara yang hadir langsung dalam persidangan adalah sejumlah penasehat hukumnya.
Penetapan tersangka Andi Putra sendiri merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait dugaan suap perpanjangan HGU PT Adimulya Agrolestari pada 18 Oktober 2021 lalu. Saat itu GM PT Adimulya Agrolestari Sudarso terjaring OTT usai menyerahkan uang kepada Andi Putra di Telukkuantan, Kabupaten Kuansing.
Usai Sudarso tertangkap, KPK sempat melakukan pengejaran terhadap Andi Putra, namun yang bersangkutan lari dengan cara mengganti plat kendaraanya. Namun, beberapa hari kemudian akhirnya Andi Putra menyerah lalu ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam perkara ini, majelis hakim sebelumnya juga sudah menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada GM PT Adimulia Agrolestari, Sudarso. Dia dinyatakan terbukti bersalah melakukan suap Rp500 juta kepada Bupati Kuansing nonktif Andi Putra.(end)