“Jadi wajib dana dioptimalkan melalui swakelola, tak boleh pakai kontraktor. Kalau menggunakan kontraktor itu pelanggaran berat dan bisa terjerat hukum. Saya minta aparatur pemerintah dapat mengawasi dana desa agar tidak masuk penjara,” tegasnya.
Menteri menambahkan 30 persen nilai dari pekerjaan pembangunan infrastruktur wajib digunakan untuk upah masyarakat, sehingga ada penghasilan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi bisa meningkat. Tahun ini setiap desa di Riau diperkirakan mengelola anggaran sampai Rp1 miliar lebih bersumber dari tiga pagu anggaran.
Kegiatan rembuk desa yang digelar sambungnya, sebagai bagian evaluasi dan sosialisasi mencari kekurangan dan mendengar masukan kepala desa. Selain itu juga pembenahan di bagian optimalisasi penggunaan ke depan.
Idenya dari UU Nomor 6 yang memberikan kewenangan kepada desa. Jelas Eko model prokades, merupakan usulan bukan dari pusat tapi dari desa melalui kabupaten. Kemudian koordinasi Kementerian Desa dan PDTT dengan kementerian terkait melibatkan dunia usaha, perbankan berdasar keunggulan masing-masing desa.
“Prioritas pemberdayaan pembangunan di infrastruktur, dan sudah tertuang dalam amanat perundang-undangan,” tambahnya.
Sementara Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau H Ahmad Hijazi yang mendampingi Menteri Desa dan PDTT menambahkan, melalui rembuk diharapkan betul-betul dilaksanakan kepala desa dan BUMDes bekerja sama dengan baik.
“Kita di Riau punya potensi, jadi stakeholder terkait termasuk perbankan dan dunia usaha harus bisa jemput bola dalam program koordinasi dengan seluruh pihak. Misalnya dengan kementerian perlu dirumuskan ketika desa perlu pengembangan,” paparnya.(mng)