PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Sidang lanjutan terhadap terdakwa Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (26/10). Sejumlah saksi dihadirkan, termasuk pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) yang mengaku dikumpulkan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil untuk membahas uang suap itu.
Kepala Bagian (Kabag) Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Kepulauan Meranti Afrinal Yusran salah satu yang memberikan keterangan demikian. Afrinal mengatakan dirinya diminta Adil untuk berkoordinasi dengan mantan Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti Fitria Nengsih, orang kepercayaan Adil untuk menyiapkan rapat internal dengan semua OPD.
“Kegiatan pada Maret 2023. Pak Bupati menyampaikan kepada kepala OPD, kabag dan camat untuk mengondisikan terkait temuan (BPK). Yang jelas itu terkait uang,” jelasnya.
Pertemuan itu, kata Afrinal digelar di Kantor Bupati Meranti. Setelah pengarahan oleh Bupati, dilanjutkan dengan koordinasi dengan Fitria Nengsih. Afrinal menyebutkan, Setdakab Meranti diminta menyetor Rp600 juta, di mana dirinya bersama tiga kepala bagian (kabag) lainnya di Sekretariat Daerah Kabupaten Meranti masing-masing harus menyediakan Rp200 juta.
Di hadapan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Afrinal mengaku sempat menyampaikan keberatan menyiapkan uang untuk Auditor BPK Fahmi Aressa itu. Pasalnya, sudah dua bulan, di bagiannya belum menerima Ganti Uang (GU). ‘’Sementara bagian saya harus membayar tiket pesawat pegawai, ajudan, dan walpri (pengawal pribadi). Fitria Nengsih bilang, kalau komplain langsung ke Bupati,” kata Afrinal mengulang kalimat keberatannya.
Mendengar itu, Afrinal seakan ciut. Dirinya tidak menyebutkan menyampaikan keberatan langsung ke Bupati. Namun dia mengaku tetap tidak ikut menyerahkan. ‘’Saya memilih tidak memberikan, bayar utang dulu,” ungkapnya.
Soal rencana Adil mengondisikan hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan OPD juga dibenarkan saksi lainnya, Kabag Umum Setdakab Kepulauan Meranti Tarmizi. Ia mengaku Adil pernah memanggilnya terkait dengan rencana pemberian uang kepada auditor BPK Perwakilan Riau M Fahmi Aressa tersebut.
Kata Tarmizi, awalnya dia menghadiri rapat di Kantor Bupati Meranti sekitar Januari 2023. Pada rapat yang dipimpin Adil itu disampaikan bahwa BPK akan melakukan pemeriksaan. Lalu pada Februari 2023, Tim Auditor BPK Riau dipimpin Fahmi Aressa datang melakukan pemeriksaan. Kemudian pada Maret 2023, Tarmizi mengaku dipanggil lagi ke rumah dinas Bupati dalam agenda rapat penting. ‘’Dalam rapat itu disampaikan, tidak lama lagi BPK mau pulang. Nanti mungkin untuk jamuan,” ujar Tarmizi.
Mendengar itu, JPU KPK lantas mengingatkan kembali Tarmizi atas keterangannya membacakan BAP Tarmizi saat diperiksa penyidik. Tarmizi dalam BAP menyebutkan, dalam rapat itu juga dibahas soal rencana pemberian uang untuk pengondisian pemeriksaan. “Kata Bupati, itu ada BPK, nanti siap-siap diitukan ya. Benar begitu saksi?,” tanya JPU KPK.
Tarmizi tidak menampik keterangannya tersebut. Dia menerangkan, ketika itu memang dibahas soal pemberian kontribusi berupa uang untuk mengurangi hasil pemeriksaan BPK. Besarannya selaras dengan kesaksian Afrinal, di mana Setdakab kebagian menyediakan Rp600 juta yang dibagi tiga antara Kabag Umum, Kabag Protokol dan Kabag Humas.
‘’Bagian saya Rp200 juta. Yang ngomong Fitria Nengsih bahwa Setda kena Rp600 juta, bagi tiga saja, katanya. Kami di Setda padahal ada sembilan bagian. Dia mau cepat dibagi tiga saja,’’ ungkap Tarmizi.
Atas perintah ersebut Tarmizi mengaku menurutinya dengan mengambil Rp200 juta dari potongan dana pencairan GU. Namun menurutnya uang Rp200 juta batal diserahkan karena Adil kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
Selain Afrinal dan Tarmizi, pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim M Arif Nuryanta itu juga menghadirkan sejumlah saksi lainnya. Di antaranya mantan Kepala BPK Perwakilan Riau Indria Syzinia dan pegawai-pegawai BPK Perwakilan Riau yakni Salomo Franky Pangondian dan Findi Handoko.
Dalam perkara ini Fahmi Aressa didakwa menerima sebesar Rp1 miliar. Uang itu diduga untuk pengondisian penilaian laporan keuangan OPD di Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). (end)