SIDANG KUOTA CALEG PEREMPUAN

KPU Klaim Tak Ada Pelanggaran

Politik | Jumat, 24 November 2023 - 09:33 WIB

KPU Klaim Tak Ada Pelanggaran
(DOK RIAU POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - SIDANG lanjutan dugaan pelanggaran administrasi terkait penghitungan kuota perempuan untuk daftar calon tetap (DCT) legislatif kembali digelar, Kamis (23/11). Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendengarkan keterangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sempat tertunda serta sejumlah saksi.

Dalam jawaban, perwakilan KPU Edho Rizki Ermansyah menilai laporan para pelapor tidak jelas. Sebab tidak dijelaskan secara terperinci perbuatan mana yang terkualifikasi sebagai pelanggaran administrasi dan menimbulkan kerugian bagi pelapor.


Kemudian, KPU menilai laporan itu kekurangan pihak karena tidak menyertakan partai politik peserta pemilu sebagai terlapor. Bahwa Pasal 8 ayat 2 dibatalkan MA, Edho menyebut putusan baru diterima KPU pada 11 September 2023. Saat itu, tahapan memasuki agenda masukan dan tanggapan masyarakat atas DCS.

’’Perubahan DCS dan DCT hanya dapat terjadi bilamana memenuhi ketentuan Pasal 81 ayat (1) PKPU 10/2023,’’ jelasnya. Putusan MA sendiri diklaim KPU telah ditindaklanjuti melalui Surat Keputusan KPU 1562/2023. SK itu meminta partai menjalankan putusan MA. 

Sama halnya dengan sidang perdana, sidang lanjutan kemarin tidak dihadiri satu pun pimpinan KPU. Padahal, tujuh komisioner yang sebelummya tengah bertugas ke luar negeri sudah mendarat di Jakarta pada Selasa (21/11) malam.

Titi Anggraini selaku pelapor menilai KPU tidak serius dalam menghadapi aduan itu. Sesuai Perbawaslu 8 Tahun 2022, terlapor dapat diwakili oleh kuasa hukum berdasar surat kuasa khusus. Namun faktanya, kuasa hukum hanya dibekali surat tugas. ’’Karena tidak ada surat kuasa khusus yang kami lihat, maka mohon seluruh jawaban terlapor dianggap tidak pernah ada,’’ ujarnya.

Antisipasi Kematian Massal Petugas
Sementara itu, Komnas HAM memberikan rekomendasi terkait potensi keberulangan peristiwa sakit dan kematian massal petugas pemilu. Rekomendasi itu ditujukan kepada KPU, Bawaslu, dan menteri kesehatan. Komnas HAM meminta KPU untuk memastikan kesiapan fasilitas kesehatan bagi setiap petugas pemilu ad hoc. 

KPU juga diminta untuk memperketat pengawasan rekrutmen penyelenggara pemilu ad hoc dengan menetapkan aturan terkait batas usia dan riwayat penyakit penyerta (komorbid). ’’Mengingat beban kerja yang tinggi dan durasi kerja yang panjang pada penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak 2024 nanti,’’ kata Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi.(far/tyo/c6/bay/jpg)

Laporan JPG, Jakarta









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook