JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Polemik terus lahir terkait daftar 200 nama mubalig yang dirilis oleh Kementerian Agama (Kemenag). Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga ikut melayangkan kritik keras.
Menurutnya, program sertifikasi dan rekomendasi ulama yang dilakukan kemenag sebetulnya sangat tidak diperlukan. Malah, kebijakan itu menunjukkan negara terlalu jauh mencampuri pikiran masyarakat.
Baca Juga :
Pusbimdik Konghucu Berikan Pelayanan Umat di RiauÂ
"Memberikan sertifikasi atau kelayakan sebuah profesi bukanlah tugas negara. Sertifikasi itu ada di lembaga pendidikan. Kalau ulama di MUI. Jangan negara mengontrol pikiran orang,” katanya.
Legislator asal NTB itu menegaskan, jika ingin memberantas radikalisme atau ideologi terlarang, negara bisa ambil bagian dalam fungsi pendidikan.
“Suruh orang sekolah, berpendidikan tinggi supaya makin cerdas, makin rasional, makin ilmiah sehingga radikal yang tidak cerdas ilang,” sebutnya.
Di sisi lain, Direktur Riset Setara Institute Halili mengatakan, rilis 200 nama mubalig itu mestinya tidak perlu dipersoalkan. Sebab, hanya akan memberikan persepektif lain dari masyarakat bahwa mubalig atau dai yang lebih moderat dan toleran yang bisa memberikan ceramah pada saat Ramadan.
”Saat Ramadan seperti inikan tiap-tiap komunitas paling tidak butuh dua kali kultum (kuliah tujuh menit) perhari kan. Kalau ini tidak dikondisikan memang akan mudah diintrusi oleh dai mubalig yang radikal yang ke mana-mana mengkafirkan orang,” jelsnya.
Menurutnya, ada banyak video ceramah orang-orang yang berpenampilan seperti penceramah tapi menghalalkan pembunuhan. Rilis dari Kemenag itu bisa dianggap sebagai langkah pencegahan atau preventif.
”Bahwa panggung keagamaan, mimbar keagamaan, itu tidak dimanfaatkan oleh kelompok intoleran,” tutupnya. (aim/gwn)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama