JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Menjelang Pemilu 2024, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali mengungkapkan potensi pendanaan pemilu dari hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU). Berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu, PPATK berupaya mencegah potensi tersebut.
”Kami melihat potensi itu (duit TPPU untuk pendanaan pemilu, Red) ada,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi III DPR, Selasa (14/2/2023). Sayang, Ivan belum bisa menyebut berapa angka pasti uang hasil money laundering yang mengalir untuk pendanaan pemilu. Dia hanya menyebut di kisaran triliunan rupiah.
Ivan menjelaskan, salah satu pidana asal TPPU adalah dari sektor kejahatan sumber daya alam (SDA). Misalnya, pertambangan. Namun, terkait siapa aktor politik di balik penggunaan duit TPPU, Ivan belum bisa menyebutkan.
”Hasil pidana asalnya triliunan (rupiah, Red) terkait dengan banyak tindak pidana. Orang-orang tertentu yang kami duga sebagai political person itu ada, banyak juga. Saya tidak bisa sebutkan,” ujarnya kepada wartawan seusai raker dengan Komisi III DPR.
Di hadapan Komisi III DPR, Ivan menjelaskan, PPATK sudah jauh-jauh hari melakukan riset bersama KPU dan Bawaslu terkait aliran uang TPPU yang dipakai untuk pendanaan pemilu. Bahkan, fakta itu berkorelasi dengan beberapa kasus yang ditangani KPK bersama PPATK. ”Faktanya berkorelasi dengan temuan PPATK,” ungkapnya.
Ivan menyebutkan, temuan fakta TPPU untuk pendanaan pemilu ada di berbagai tingkatan. Mulai pilkada di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. ”Tidak di dalam segmen tertentu,” ujarnya.
Untuk mencegah pendanaan pemilu dari TPPU, Ivan memastikan bahwa pihaknya aktif berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu. Ivan menegaskan, secara prinsip, pihaknya ingin mencegah uang-uang dari sumber ilegal masuk proses pemilu. ”Ini (pendanaan pemilu dari TPPU, Red) sudah berlangsung beberapa tahun, beberapa kali putaran pemilu, di periode sebelumnya,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, temuan PPATK terkait dengan penegakan hukum. Karena itu, hal tersebut menjadi kewenangan Bawaslu untuk menindaklanjuti. ”Dalam konteks kepemiluan, transaksi mencurigakan terkait pemilu, pilkada, penegakan hukumnya kan Bawaslu,” ujarnya.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, temuan PPATK menjadi warning. Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan PPATK guna mendapat informasi lebih jauh.
”Apakah kemudian ada indikasi akan digunakan pada masa kampanye,” ujarnya.
Pria lulusan Utrecht University itu menerangkan, karena tahapan belum masuk ke masa kampanye, pihaknya belum bisa menelusuri lebih dalam. Sebab, kewenangan Bawaslu hanya terbatas pada dana yang digunakan saat kampanye berlangsung.
Saat ini indikasi tersebut masih umum. Karena itu, kewenangan penelusuran ada di aparat penegak hukum. Baik PPATK maupun aparat penegak hukum lainnya.
”Begitu masuk kampanye, kewenangannya di Badan Pengawas Pemilu salah satunya,” tuturnya.
Dalam penggunaan dana kampanye nanti, Bawaslu akan mengecek sumber pendanaannya. Sebab, UU Pemilu membatasi sumber dana kampanye harus jelas, termasuk terkait legalitasnya.
”Salah satunya tidak boleh dari hasil kejahatan,” terangnya.
Anggota Komisi III DPR Benny K. Harman juga mengungkapkan dugaan aliran dana besar untuk menunda pemilu. Menurut dia, dana itu tidak ditampung di bank sehingga tidak mudah dilacak. Dana tersebut bisa langsung digunakan. Namun, dia tidak menyebutkan berapa jumlah dana jumbo yang digunakan untuk kepentingan penundaan pemilu itu.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra