Hasil hitung cepat KPU yang menempatkan Syamsuar-Edy unggul juga tak jauh berbeda dengan hitung cepat Political Marketing (Polmark) Indonesia. Demikian pula hasil pantauan Riau Pos di TPS-TPS di 12 kabupaten/kota yang di-update hingga pukul 23.00 WIB, Syamsuar juga unggul dengan persentase 41,6 persen. Hanya saja posisi kedua ditempati Firdaus-Rusli (20,4 %). Disusul Andi Rachman-Suyatno (19,7 %) dan Lukman Edy-Hardianto 18,2%.
Polmark Indonesia merilis hasil hitung cepat mereka di Hotel Prime Park Pekanbaru, Rabu (27/6). Dalam konferensi pers, Direktur Operasional Polmark Indonesia Maikal Febrian mengatakan hingga pukul 17.00 WIB data yang diterima pihaknya dari 349 TPS Syamsuar-Edy unggul di angka 38,17 persen.
Ia menjelaskan quick count atau hitung cepat yang diselenggarakan dengan metode random sampling itu memiliki tingkat margin of error lebih kurang 1 persen. Sedangkan untuk tingkat kepercayaan quick count yang dilaksanakan mencapai 99 persen. “Kami mengambil sampel dari 350 TPS se-Riau. Hingga saat ini hanya 1 TPS yang belum menyerahkan hasil,” ujarnya.
Hal itu dikatakan Maikal dikarenakan 1 TPS yang diambil sampel memiliki akses yang cukup sulit. Begitu juga dengan signal seluler yang berfungsi untuk mengirimkan data ke pusat penghitungan. Sedangkan untuk tempat ke-2 tertinggi adalah paslon nomor urut 4 Andi Rachman-Suyatno dengan 24,35 persen. Selanjutnya di tempat ketiga paslon nomor urut 3 Firdaus-Rusli Effendi dengan 20,23 persen. Terakhir paslon nomor urut 2 Lukman Edy-Hardianto dengan perolehan suara 17,25 persen.
“Kami meyakini quick count yang kami laksanakan tidak akan berubah jauh. Karena sekali lagi, margin of error-nya 1 persen. Dengan tingkat kepercayaan 99 persen. Maka dari itu Polmark Indonesia berkesimpulan pemenang Pilgubri adalah pasangan nomor urut 1 Syamsuar-Edy,” ujarnya.
Meski pihaknya merupakan konsultan dari paslon nomor urut 1, Maikal menjamin hasil quick count yang telah diperoleh tidak ada yang dimanipulasi. Karena seluruh lembaga profesional yang bergerak di penghitungan cepat tidak akan berani mengubah satu data pun. Karena hal tersebut berkaitan dengan akademik. Sehingga tidak satu pun lembaga yang kredibel mau memanipulasi data.