INTERUPSI - BAGUS SANTOSO

Ustaz Abdul Somad dan Gerakan Riau Menuntut Blok Rokan

Politik | Senin, 06 Agustus 2018 - 11:56 WIB

Ustaz Abdul Somad dan Gerakan Riau Menuntut Blok Rokan

(RIAUPOS.CO) - Tahun 2018 nama Provinsi Riau menjadi perbincangan luas secara nasional dan internasional. Kedua peristiwa besar memang secara spesifik tidak saling terkait kelindan, namun keduanya sama- sama menghebohkan, mengagumkan dan menjanjikan sejuta laksa harapan.

Pertama, kehebohan anak jati Riau yang dibesarkan dari bumi Riau yaitu kemunculan Ustaz Abdul Somad ( UAS ) yang menjadi suluh dalam gelapnya ruangan, membawa setetes embun dalam sahara. Dijadikan rujukan dan panutan umat Islam sejagat. Pesona UAS sangat diperhitungkan ditataran pemerintah pusat dan umat dunia

Baca Juga :Wabup Bagus Santoso Ekspose Rencana Pembangunan Jembatan Pakning-Pulau Bengkalis

Kedua , saat ini rakyat Riau  bergolak menuntut harta benda sumber daya alam atas pengelolaan Blok Rokan yang masa kontraknya dengan Chevron akan berakhir tahun 2021. Dua peristiwa sama- sama membawa nama Riau tetapi berbeda tanggapan dan perhatian yang diterima.  UAS yang berhasil besar berangkat dari Riau menjadi perhitungan dan menggetarkan jagat, sementara perjuangan takyat Riau merebut hak miliknya tidak dianggap oleh pemerintah pusat.

UAS menjadi idola dan buah bibir berjuta umat. Keberhasilannya menyihir manusia antar bangsa, kini UAS dibujuk dan di dorong untuk menjadi wakil Presiden Indonesia. Sang ustaz juga telah mengubah sikap dan cara pandang perilaku politik yang selama ini identik dengan pragmatisme serbauang (money politic). Betapa elite partai politik sadar uang tidak lagi menjadi alat barter suara dalam meraih kontestasi berdemokrasi.

Siapa elite parpol yang berani menyangkal, jika proses demokrasi masih kental transaksi dan jual beli. Orang keluar masuk parpol karena ambisi memburu jabatan. Alhamdulillah UAS menjadi fenomena perubahan besar pandangan buruk rakyat terhadap parpol. Sebelumnya menjadi rahasia umum, siapapun yang akan mencalonkan diri sebagai bupati, wali kota, gubernur tidak ada tiket perahu gratis, perlu finansial tebal “mahar politik” . Nah,  hari ini UAS meggugurkan tembok tebal politik membebaskan segala bentuk politik uang.

Nun jauh di sana di ceruk hutan dan ngarai terkait pergerakan rakyat Riau menuntut Blok Rokan tidak semulus dan seindah sebagaimana yang diperoleh pada diri UAS. Cuainya pemerintah  pusat Jakarta dengan tidak dipandangnya Riau terkait pengelolaan Blok Rokan oleh Datuk Seri Al Azhar diistilahkan Riau hidup dalam kutukan. Riau miskin dalam kubangan kekayaan sumber daya alam, Riau kelaparan dalam lumbung tumpukan makanan.

Pekikan suara  Riau menuntut tak sekeramat dan sehebat kekuatan Abdul Somad. Gaung Riau ditelan gemuruhnya biliunan barel minyak, rakyat hanya sekadar kuasa menatap pipa yang mengular sepanjang jalan dan ngarai membelah kampung Sakai. Keberadaan raksasa mesin angguk menyedot isi perut bumi oleh perusahaan minyak tidak maksimal mendatangkan manfaat justru membuat derita dan nestapa Sakai, membuat hancurnya hutan alam membawa penderitaan masyarakat adat.

Secara tegas bunyi pasal 21 ayat 1 Undang Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi yang diundangkan pada masa Presiden Megawati berbunyi ; Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja wajib mendapatkan persetujuan menteri berdasarkan pertimbangan dari badan pelaksana dan setelah berkonsultasi dengan pemerintah daerah provinsi yang bersangkutan.

Tapi kepalang lacur, pemerintah pusat tidak pernah berkonsultasi apalagi duduk semeja dengan pemerintah Provinsi Riau. Padahal jauh hari tepatnya  9 April 2018 Gubernur Riau melalui surat nomor 540/DESDM/45.07 perihal permohonan pengelolaan wilayah kerja Rokan Blok oleh BUMD Provinsi Riau atau 4 bulan sebelum penunjukan Pertamina sebagai pengelola Blok Rokan ditetapkan secara sepihak oleh Kementerian ESDM. Rakyat Riau akan menyampaikan pelanggaran serius ini kepada Presiden RI Joko Widodo, sekarang tidak zamannya lagi melahirkan peraturan dengan melanggar aturan.

Kecamuk dan amuk tambah menyeruak ketika Vice President Corporate Communication ( VPCC) Pertamina Adiatma Sardjito dengan “arogan” mengatakan menolak duduk semeja dengan pemerintah daerah sebagaimana yang diberitakan di Riau Pos (3/8). Sesama anak bangsa ternyata lebih gila dibandingkan penguasa asing. Jika  cara dan sikap VCPP mewakili Pertamina begitu sombong dan besar kepala sama halnya memantik api memancing  rakyat tambah murka.

Dipastikan gelombang demontrasi akan sepadan dengan gelombang massa mendorong UAS berkenan maju sebagai calon wakil presiden. Saat ini rakyat Riau menuntut, darahnya semakin menggelegak sepanas memijak pipa minyak. Rakyat Riau kompak bangkit untuk merebut hak dan miliknya agar Sakai tidak menderita, supaya masyarakat adat kembali terhormat.

Kini rakyat Riau dihadapkan dua peristiwa sejarah penting, merebut pengelolaan Blok Rokan dengan gerakan Riau menuntut dan kuasa alam mendorong anak jati Riau Ustaz Abdul Somad menjadi calon wakil presiden. Apakah dua jurus mata berbeda pandang ini akan membawa rakyat dan nama Riau melambung dan dihitung.

Kenapa berbeda ? Iya jika Ustaz Abdul Somad didorong dan “dipaksa” umat menjadi wakil presiden. Sementara rakyat Riau menuntut justru tak didengarkan oleh pemerintah pusat dan sesama umat tidak bulat mufakat. Ditambah pernyataan dari Vice President Corporate Communication ( VPCC) Pertamina Adiatma Sardjito menyatakan menolak duduk semeja dengan pemerintah daerah pemilik tanah bumi Melayu Riau.

Blok Rokan adalah oase yang didambakan tatkala masyarakat Riau masih terpinggirkan, kemiskinan masih tinggi pendidikan masih compang-camping, infrastruktur jadi barang langka dan mahal. Kini hampir semua daerah kena musibah wabah defisit anggaran. Pemerintah daerah menghadapi kekurangan duit modal pembangunan. Banyak program dan kegiatan OPD mandeg tunjangan kerja jatuh, gaji pegawai kontrak honorer dipangkas, semua menahan napas panjang. Pengelolaan Blok Rokan diharapkan menjadi telaga surga bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Riau.

Begitupun fenomena UAS mengutip kata-kata Hanum Salsabila, putri Prof Amin Rais. ‘’Marilah kita berbondong-bondong meyakinkan @ustadzabdulsomad bahwa dirinya diperlukan oleh bangsa, tidak hanya sebagai guru, pendidik, namun pemimpin bangsa. saat yang begitu krusial sekarang ini, marilah kita berdoa semoga sang suluh selama ini berkenan berubah menjadi mentari.  UAS adalah setetes embun di sahara jika bersedia menjelma sebagai telaga mata air yang menyejukkan bagi bumi pertiwi’’. Amin.***

Bagus Santoso, Mahasiswa S3 Ilmu Politik, Praktisi Politik dan Anggota DPRD Riau









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook