Eks Koruptor dan Pelaku KDRT Bakal Dilarang Ikut Pilkada

Politik | Kamis, 03 Oktober 2019 - 20:12 WIB

Eks Koruptor dan Pelaku KDRT Bakal Dilarang Ikut Pilkada
Ketua KPU RI Arief Budiman bersama Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan berbicara saat menggelar Uji Publik Rancangan Peraturan KPU di Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu (2/10/2019). Uji publik dilakukan dalam rangka Pilkada serentak 2020. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com )

 JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Aturan yang melarang eks napi kasus korupsi menjadi calon kepala daerah pernah dibatalkan melalui uji materi. Namun, KPU ingin mencoba memasukkan kembali larangan itu dalam PKPU tentang Pencalonan untuk Pilkada 2020. Penyelenggara pemilu itu juga berencana memasukkan aturan serupa untuk pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Itu untuk melengkapi larangan mencalonkan diri bagi eks terpidana bandar narkoba dan pelaku kejahatan seksual anak,” kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan saat uji publik rancangan PKPU pencalonan dan pembentukan panitia ad hoc di KPU kemarin (2/10).


Soal KDRT, Wahyu menyebutkan bahwa norma itu akan dimasukkan kategori perbuatan tercela. Melengkapi perbuatan lain yang disebutkan lebih dulu seperti judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkotika, berzina, dan/atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya.

Komisioner KPU Evi Novida Ginting menjelaskan, norma tentang perbuatan tercela sudah diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pihaknya hanya menuangkannya dalam PKPU. ’’Secara detail (jenis perbuatannya) ada di dalam penjelasan undang-undang,’’ terangnya.

Perwakilan KPK yang hadir dalam uji publik itu sangat mendukung usul larangan mencalonkan diri bagi eks koruptor. Mereka lebih melihat pengaturan tersebut sebagai jaminan hak bagi publik, bukan hak pribadi calon.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini juga sepakat dengan KPK. Artinya, hak publik untuk mendapatkan calon pemimpin dengan rekam jejak baik lebih utama daripada hak seseorang untuk dipilih. Namun, memang akan ada problem apabila pengaturan tersebut dilakukan di PKPU.

’’Hampir pasti aturan tersebut akan diuji di Mahkamah Agung dan kita sudah bisa memprediksi hasilnya,’’ ujarnya.

Titi melihat hanya ada dua solusi. Yakni, uji materi UU Pilkada di Mahkamah Konstitusi. Solusi kedua adalah revisi UU Pilkada di DPR. Tujuannya, eks terpidana dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun, termasuk koruptor, tidak bisa langsung nyalon setelah bebas. Harus menunggu lima tahun lagi.

Ketua demisioner DPP PBB Sukmo Harsono menilai sebaliknya. Dia meminta upaya KPU menghadirkan kandidat yang bebas korupsi tidak boleh sampai melanggar HAM. Ketika hakim sudah memvonis seorang terpidana tanpa mencabut hak politiknya, lembaga lain tidak boleh mencabutnya. ’’Maka, ketika seseorang sudah selesai menjalani hukumannya, dia boleh mengajukan diri sebagai kandidat,’’ terangnya.

Mengenai perbuatan tercela, dia mengaitkan dengan surat keterangan catatan kepolisian. Apabila SKCK sudah keluar, berarti yang bersangkutan memang tidak melakukan hal-hal tercela itu. Maka, jenis perbuatannya tidak perlu diperjelas.

Evi menambahkan, pihaknya menampung semua saran dan masukan para pihak. Masukan tersebut dibahas lebih lanjut dalam rapat pleno KPU. Hasilnya akan dikonsultasikan kepada pemerintah dan DPR sebelum disahkan menjadi PKPU.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook