PILKADA SERENTAK 2015

Partisipasi 70 Persen Sudah Paling Bagus

Politik | Rabu, 09 Desember 2015 - 10:54 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Hari ini merupakan puncak tahapan pilkada serentak 2015. Untuk kali pertama, Indonesia mengadakan pemungutan suara lokal di 269 daerah. Pemungutan suara hari ini sempat diwarnai kekhawatiran minimnya jumlah partisipasi pemilih sebagai dampak sepinya kampanye dan sosialisasi.

Meski begitu, KPU menyatakan tetap optimis.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sejak awal, KPU menetapkan target partisipasi rata-rata secara nasional sebanyak 77,5 persen. Target itu naik dari realisasi partisipasi pileg 2015 yang mencapai 72 persen. Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah masih yakin target itu bisa dicapai.

“Penyelenggara harus optimis dong dengan segala sesuatu yang dilakukan,” terangnya di KPU, Selasa (8/12).

Pihaknya mengharapkan partisipasi pada pilkada kali ini melebihi pileg dan pilpres. Karena itu, sosialisasi masih terus dilakukan hingga menit-menit terakhir untuk mempersuasi pemilih agar datang ke TPS. Sebab, bagaimanapun memilih pemimpin daerah adalah hak masyarakat. Merekalah yang akan menentukan siapa pemimpin di tingkat lokal selama lima tahun ke depan.

Salah satu andalan untuk sosialisasi adalah PPS dan KPPS. Mereka diharapkan menjadi ujung tombak sosialisasi KPU menjelang pemungutan suara. Sosialisasi oleh KPPS sudah dilakukan sejak saat mereka menyebar formulir C-6 sebagai pemberitahuan untuk memilih.

“Kami juga minta bantuan tokoh masyarakat di sekitar TPS untuk ikut menyosialisasikan,” ujarnya.

Sebaliknya, beberapa pihak justru tidak yakin pemungutan suara hari ini bakal tingi partisipasinya.

“Target KPU tidak realistis,” ujar Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz. Tolok ukur ketidakrealistisan KPU sudah bisa dilihat dari sepinya publikasi soal pilkada.

Harus diakui, itu memang tidak lepas dari aktivitas kampanye yang banyak ditanggung negara ketimbang paslon. Sehingga, informasi soal paslon, visi misi, bahan kampanye, iklan, tidak cukup merata diterima pemilih. Termasuk juga ajakan memilih oleh KPU. Anggaran sosialisasi sudah terlanjur dikepras untuk membiayai kampanye paslon.

“Besok itu partisipasi pemilih tidak lebih dari 70 persen,” lanjutnya.

Dia juga memberi catatan, pemilih yang akan datang ke TPS hari ini adalah pemilih yang benar-benar setelah membaca visi dan misi, informasi, dan sosialisasi dari KPU. Mereka yakin bahwa memilih itu penting untuk menentukan masa depan daerah selama lima tahun. Dalam pikiran mereka, apabila memilih, maka paslon akan bisa ditagih janjinya.

Sehingga, hanya pemilih yang rasional dan dewasa dalam berpolitik yang akan datang. Dalam situasi tersebut, pihaknya berharap apabila partisipasi tidak sesuai yang diinginkan KPU, setidaknya dapat menghasilkan calon yang benar-benar diharapkan oleh rakyat.

“Meskipun partisipasinya rendah, yang terpilih itu tetap yang terbaik dari yang ada,” tambahnya.

Terpisah, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Dia mengatakan sudah berkeliling ke sejumlah tempat, namun pilkada sepi-sepi saja.

“Dari semarak menjadi tidak semarak,” terangnya di gedung Bawaslu, Selasa (8/12). Dia berharap, sepinya pilkada kali ini bisa menjadi bahan evaluasi ke depan.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengingatkan, bagi negara seperti Indonesia, sifat pesta dalam perhelatan pemilihan masih diperlukan. Meskipun pemandangan jadi kurang sedap karena media promosi di mana-mana, terbukti tetap disenangi mayarakat.

Menurut Jimly, minimnya pemilih berpotensi mengurangi legitimasi pilkada. Bukan hanya legitimasinya saja, namun pendidikan politik juga akan berkurang,’’ lanjutnya. Padahal, pendidikan politik penting agar demokrasi di Indonesia dari waktu ke waktu makin berkembang.

Sementara itu, pakar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Suko Widodo menjelaskan, hasil survei menunjukkan sangat sedikit pemilih yang benar-benar peduli dengan pilkada. Dia melakukan survei di tiga daerah di Jawa Timur. Yakni, Kota Surabaya, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan.

“Hanya 19 persen yang antusias, dua persen skeptis, dan sisanya 79 persen menganggap biasa-biasa saja,” urainya.

Alasan pemilih menganggap pilkada biasa-biasa saja, di antaranya karena pilkada dinilai tidak mengubah keadaan. Kemudian, ada pula yang kurang percaya pada proses politik di pilkada.

“Ada yang secara langsung menyatakan skeptis, ada pula yang menanyakan kualitas kandidatnya,” lanjutnya.

Hal itu tidak lepas dari minimnya informasi dan kekecewaan pada proses pemilihan sebelumnya.

Dari Istana, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menginstruksikan penyelenggara pilkada, termasuk Kapolri, Menkopolhukam, Panglima TNI hingga Kepala Badan Intelijen Negara (BNI) untuk membantu kelancaran dan keamanan penyelenggaran pilkada serentak. Secara khusus, Jokowi meminta jajaran tersebut untuk melakukan deteksi dini terkait potensi gangguan keamanan saat pilkada.

“Arahan Bapak Presiden untuk persiapan pilkada besok (hari ini, red), jelas. Langsung kepada Menko Polhukam, Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, dan Menteri Dalam Negeri untuk mendeteksi dini,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo di Kompleks Istana Bogor, kemarin.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook