OLEH DR ZULKIFLI MAG

Zakat Fitrah dan Profesi

Petuah Ramadan | Minggu, 03 Juni 2018 - 10:47 WIB

Zakat Fitrah dan Profesi

Penulis dalam hal ini bukan berarti menyalahkan pendapat yang mengatakan bahwa zakat profesi itu tidak ada dan bersikeras mengatakan bahwa zakat profesi itu ada. Sebab biar bagaimana pun, para ulama yang mendukung adanya zakat profesi itu pun tidak sepakat dalam menjabarkan tata aturannya dan juga cara penghitungannya. Mereka tetap masih berbeda-beda dalam hal itu, meski sepakat atas adanya zakat profesi sesuai dengan prinsip di atas.

Ketika kita sudah terarah untuk menyetujui adanya zakat profesi, maka dapat dianalogikan cara pengeluarannya sebagai berikut: Pertama, analogi zakat emas (dinar), karena zat dari penerimaan profesi tersebut adalah uang, dan uang di zaman nabi adalah Dinar (emas) dan Dirham (perak). Yaitu nisabnya 85 gram, (jika 1 gram Rp400.000,-, maka nisabnya Rp. 34.000.000,-).

Baca Juga :Raih Selempang di Negeri Rantau

Kemudian kadar zakatnya 2.5 persen, dan masa zakatnya akhir tahun (analisis pendapat Imam syafi’i tentang zakat emas), atau dapat disetiap bulan (alanisis pendapat Imam Abu Hanifah dengan konsep ta’jil az-zakat apabila ada kemaslahatan), atau setara dengan Rp. 34.000.000 : 12 bulan = Rp. 2.833.333,-.

Tentunya  sisa penghasilan yang telah dikurangi dari kebutuhan pokok (sandang, papan dan pangan) setiap bulan/ta’jil az-zakat nya. Karena haul yang dimaksud dari syarat wajib zakat pada dasarnya adalah telah jelasnya sisa harta yang dimiliki  dari kebutuhan yang dikeluarkan sepanjang tahun.

Kedua, analogi zakat pertanian. Karena penerimaan hasil profesi adalah masa tertentu/ perperiode (bulan) atau lainnya, sehingga sangat mungkin dianalogikan dengan pertanian yang dizakati setiap panen (surat al-an’am 141). Yaitu nisabnya 5 ausaq. Dalam hasil penelitian 1 wasaq nya = 60 sha’. Jadi 5 ausaq adalah 0.6 Kg X 4 mud X 60 sha’ X 5 ausaq = 720 Kg (gandum yang belum dibersihkan/gabah).  Jika diasumsikan harga 1 Kg gabah Rp5000,-, maka 720 Kg X Rp 5000,- = nisabnya Rp3.600.000,-.(Sisa dari keperluan pokok), dengan zakat 5 persen.

Ketiga, analagi syabah (menganalogi dua dalil zakat), yaitu nisab zakatnya seperti pertanian (perpanen/penerimaan gaji dan honor), dan kadar zakatnya seperti emas (dinar).

Dalam rapat kerja nasional (rakernas) Lembaga Amil Zakat Infak Sedekah (LAZIS) Dewan Dakwah di Gedung Menara Dakwah, Jakarta Pusat, Direktur Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama RI, diketahui bahwa potensi zakat di Indonesia, menurut penelitian IPB dan Baznas, mencapai Rp217 triliun. Namun penghimpunan di lapangan baru mencapai sekitar Rp2,8 triliun.

Rendahnya penghimpunan zakat ini disebabkan antara lain oleh tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga pengelola zakat (LPZ), profesionalitas LPZ, dan kebiasaan menyalurkan zakat secara langsung oleh muzakki kepada mustahik, dan perbedaan yang sangat signifikan tentang zakat profesi dan harta lainnya. Juga diketahui bahwa undang-undang zakat belum memberikan sanksi pidana bagi wajib zakat yang tidak menunaikan zakat.

Sebaliknya, regulasi memuat pasal pidana bagi pengelola (amil) zakat swasta yang dinilai ilegal. Padahal, masih banyak pengurus yayasan atau masjid, yang menerima dan mengelola zakat langsung dari muzakki.  

Oleh karena itu, agar amil zakat tidak mengalami ancaman kriminal berdasarkan delik aduan, undang-undang menuntut agar pengelolaan zakat dilembagakan sesuai ketentuan. Misalnya, amil zakat yayasan atau masjid hanya bisa menjadi unit pengumpul zakat (UPZ) Baznas atau Lembaga Amil Zakat yang sudah berizin.***

Oleh Dr Zulkifli MAg, Alumnus Sudan, Dosen Pascasarjana UIN Suska Riau









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook