OLEH DR ZULKIFLI MAG - WAKIL DEKAN II FAKULTAS USHULUDDIN UIN SUSKA RIAU

Urgensi Zakat Fitrah dan Profesi

Petuah Ramadan | Rabu, 22 Mei 2019 - 10:53 WIB

Urgensi Zakat Fitrah dan Profesi

Zakat Profesi

Sebagian ulama memang berpendapat bahwa zakat profesi tidak didukung oleh adanya dalil yang jelas baik yang berasal dari Alquran maupun sunnah. Bahkan, Rasulullah SAW tidak pernah menerapkan zakat profesi di masanya, sementara sekian jenis profesi dan spesialisasi telah ada. Bahkan sampai sekian abad kemudian, umumnya para ulama pun tidak pernah menuliskan adanya zakat profesi.

Baca Juga :Kediaman Imam Al Aqsa Diserbu Pasukan Israel

Maka bila hari ini ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa tidak ada zakat profesi di dalam syariat Islam, bisa diterima. Sebab dasar pengambilan hukumnya memang sudah tepat. Yaitu tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW dan juga tidak dipraktikkan oleh para sahabat beliau bahkan oleh para salafus shalih sekali pun.

Hanya saja tentu terlalu terburu-buru memvonis bahwa pelaksanaan zakat profesi merupakan kerjaan bid’ah hanya karena kita tidak menemukan contoh kongkretnya di masa Rasulullah SAW, tentu tidak sesederhana itu masalahnya. Masalahnya adalah apakah bisa disepakati bahwa semua fenomena yang tidak ada di masa Rasulullah SAW itu langsung dengan mudah bisa dijatuhkan ke dalam kategori bid’ah ?

Sebab bila memang demikian, maka mengeluarkan zakat dengan beras pun tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan kita semua di negeri ini dan di kebanyakan negeri muslim umumnya mengeluarkan zakat fitrah dengan beras. Apakah kita ini pasti ahli bid’ah karena tidak berzakat dengan gandum seperti Rasulullah SAW?

Selanjutnya zakat profesi bukanlah hal baru, bahkan para ulama seperti Yusuf al-Qardhawi mengatakan bahwa landasan zakat profesi atau penghasilan itu sangat kuat, yaitu langsung dari Alquran Al-Kariem sendiri.

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari kasabmu (penghasilanmu) yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS Al-Baqarah : 267).

Maka Nash zakat profesi atau zakat penghasilan adalah Alquran Al-Karim sendiri, seperti istilah kasab yang digunakan oleh Alquran Al-Karim maknanya adalah berprofesi.  Selain itu bahwa profesi di masa Rasulullah SAW itu berbeda hakikatnya bukan karena dia berprofesi apa atau berdagang apa, tetapi apakah seseorang sudah masuk dalam kategori kaya atau tidak.  Pada hakikatnya adalah memungut harta dari orang kaya untuk diserahkan kepada orang miskin, sebagaimana pesan Rasulullah SAW ketika mengutus Muaz bin Jabal ke Yaman,  Rasulullah SAW mengatakan bahwa beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT telah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada orang miskin di antara mereka.   Di masa Rasulullah SAW ada beberapa jenis profesi, namun jika mereka tidak termasuk orang kaya dengan penghasilan yang besar, maka Rasulullah SAW tidak mengambil zakat dari mereka.

Lain halnya dengan masa sekarang ini, yang kita sebut sebagai profesional bisa jadi orang yang sangat kaya dan teramat kaya, melebihi kekayaan para petani dan peternak. Sehingga benarkah Islam tidak mewajibkan zakat orang kaya yang nyata benar kekayaan berlimpah, hanya karena di masa Rasulullah SAW belum ada fenomena itu ?. Tidakkah kita bisa membedakan esensi dari zakat yang utama yaitu mengambil harta dari orang kaya dan diberikan kepada orang miskin ? Ataukah kita terpaku pada fenomena sosial yang ada di masa Madinah saja ?

Nah, argumentasi seperti itulah yang harus diajukan untuk  zakat profesi sekarang ini. Dan bila kita secara tenang memahaminya, argumen itu relatif tidak terlalu salah. Paling tidak kita pun harus sadar bahwa kalau Alquran surat At-Taubah ayat 60 telang menyebutkan dengan detail siapa sajakah yang berhak menerima zakat, maka untuk ketentuan siapa sajakah yang berkewajiban mengeluarkan zakat, Alquran Al-Karim tidak secara spesifik menyebutkannya. Sehingga penentuan siapa sajakah yang wajib mengeluarkan zakat bisa atau mungkin saja berkembang sesuai karakter zamannya. Namun intinya adalah orang kaya.

Penulis dalam hal ini bukan berarti menyalahkan pendapat yang mengatakan bahwa zakat profesi itu tidak ada dan bersikeras mengatakan bahwa zakat profesi itu ada. Sebab biar bagaimana pun, para ulama yang mendukung adanya zakat profesi itu pun tidak sepakat dalam menjabarkan tata aturannya dan juga cara penghitungannya. Mereka tetap masih berbeda-beda dalam hal itu meski sepakat atas adanya zakat profesi sesuai dengan prinsip di atas.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook