Digaungkan dengan Cinta
Dusun Telukjering berada di Desa Teluk Kenidai, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Kawasan ini berada di aliran Sungai Kampar. Dari pusat Kota Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau, jaraknya hanya 25 km, atau sekitar 40 menit perjalanan. Dari Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, lebih dekat lagi, sekitar 30 menit. Telukjering tak jauh dari Teratakbuluh, sebuah kota kecil di Kabupaten Kampar, arah selatan Kota Pekanbaru. Sekitar 1,5 km setelah jembatan Teratakbuluh, ada jalan belok kanan yang langsung menuju Telukjering. Akses jalan menuju ke destinasi ini lebih kurang 2 km.
Sejarah Telukjering tak lepas dari tradisi dagang menggunakan sampan kotak tiga di sepanjang Sungai Kampar. Sejak dahulu, para pedagang berlayar menyusuri Sungai Kampar hingga ke Malaysia dan Singapura. Mereka mengayuh sampan dan kerap berhenti serta menambatkan sampan di tempat-tempat yang berteluk, yakni kelokan sungai yang berpulau. Salah satunya mereka tambatkan di pohon-pohon jering atau jengkol yang banyak ketika itu di tempat ini. Jadilah kawasan ini dikenal sebagai Telukjering.
Kawasan berpulau ini terbentuk dari endapan pasir selama bertahun-tahun. Tapi hamparan pasir itu tidak begitu signifikan. Sampai kemudian sebuah banjir besar pada tahun 2015 membuat pasir itu menumpuk. Sebuah berkah di balik bencana. Banjir setinggi lebih dari satu meter itu membawa hamparan pasir seluas dua kali lapangan bola. Hamparan pasir itulah yang menjadikannya nyaris seperti pantai di laut. Sejarah "pantai" di aliran Sungai Kampar tak lepas dari kisah hamparan pasir ini.
Sebenarnya, hamparan di kawasan ini jauh lebih luas, mencapai sekitar 15 hektare. Hamparan itu dibatasi dengan sebuah tebing setinggi dua meter. Tebing itulah yang membatasi kawasan perumahan penduduk dengan area yang mereka sebut sebagai Pulau Alai. Selama bertahun-tahun, Pulau Alai hanya digunakan untuk mengembalakan kerbau. Sampai saat ini pun, puluhan kerbau masih dipelihara warga di sana. Ada juga kebun karet dan sawit, masing-masing sekitar satu hektare. Sisanya adalah kawasan lepas.
Kawasan lepas di Pulau Alai ini, sejak era 1980-an menjadi area perkemahan bagi kalangan mahasiswa. Ratusan bahkan ribuan mahasiswa pernah berkemah di sini. Bahkan tak jarang kemah nasional berlangsung di sini, baik dilakukan ormas kepemudaan maupun mahasiswa.
Ketika hamparan pasir itu makin meluas pada 2015, banyak mahasiswa yang tertarik dan merekomendasikan kepada rekan-rekan lainnya. Mereka juga selalu memposting status di Facebook, membuat vlog atau berswafoto di Instagram. Selain merekomendasikan kepada rekan sesama mahasiswa, mereka juga biasanya kembali datang.
Ada semacam rasa rindu untuk kembali ke mari. Mereka cinta tempat ini. Termasuk pemberian nama Pulau Cinta itu, semuanya dari netizen. Kebanyakan diawali para mahasiswa.
Ketua RW 02 Dusun 3 Telukjering, Nurdin, menyebutkan, ide-ide pengembangan kawasan wisata Telukjering tak lepas juga dari andil Dinas Pariwisata Kampar dan Provinsi Riau. Selain itu, pengembangan Pulau Cinta mendapat sentuhan anak-anak milenial Telukjering sendiri. Kendati orang kampung, anak-anak muda Telukjering sesungguhnya juga akrab dengan dunia kaum milenial. Mereka aktif di Facebook dan Instagram. Juga media sosial lainnya. Ini bersambut dengan kaum milenial di luar yang haus memburu tempat wisata baru. Kecintaan para netizen inilah yang menggaungkan nama Pulau Cinta di dunia maya.
"Jadi ada sentuhan milenial anak-anak muda Telukjering yang disambut netizen dari kalangan milenial pula," ujar Nurdin.
Informasi pun cepat menyebar. Tak hanya para mahasiswa, belakangan, kelompok siswa pun kerap berkumpul di sini. Pulau Alai pun tersebar lewat kreativitas anak-anak alay ini di media sosial. Ada-ada saja postingan dan komentar mereka. Makin hari, tak hanya mahasiswa dan pelajar, beragam komunitas, perusahaan, dan kelompok masyarakat lain pun tertarik pada Pulau Cinta. Keluarga kecil hingga pasangan muda pun datang ke mari. Pulau Cinta pun mulai dikelola secara profesional.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Telukjering, Husni Mubarak menambahkan, pengelolaan Pulau Cinta dilakukan pula dengan cinta. Keramahtamahan adalah salah satu kunci. Sejak era perkemahan mahasiswa, pemuda setempat selalu menjaga keramahtamahan, kesopanan, dan kebersamaan. Mereka selalu datang, berbicara, dan memantau peserta kemah. Mereka juga selalu menyampaikan hal-hal yang tak patut, tabu, dan terlarang di sini. Termasuk di antaranya bermesraan, perzinaan, minuman keras, dan perbuatan yang mengarah perpecahan. Para pemuda setempat bahkan ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan peserta perkemahan. Mereka bertanding sepak bola tanda persahabatan.
"Pendekatan dengan cinta dan kebersamaan itu kami jaga hingga sekarang," ujar Mubarak.