PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unri Nonaktif Syafri Harto dinyatakan tidak bersalah dan divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru terkait kasus dugaan pencabulan, Rabu (30/3). Setelah vonis tersebut, Syafri Harto langsung menghirup udara bebas dan keluar dari rumah tahanan Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dittahti) Polda Riau.
Pantauan Riau Pos di lokasi, sejumlah kerabat Syafri Harto sudah nampak menunggu dekat ruang tahanan Mapolda Riau, Rabu (30/3) sore. Menurut keterangan kuasa hukumnya, Dodi Fernando, Syafri Harto langsung keluar dari ruang tahanan. Namun sebelumnya ada beberapa prosedur dan administrasi yang harus di lengkapi terlebih dahulu.
"Iya sore ini (kemarin, red). Kan kami mengurus beberapa administrasi di kejaksaan dulu. Karena kan bapak titipan dari kejaksaan. Seharusnya kan dititipkan ke Rutan Sialang Bungkuk. Jadi nanti setelah keluar dari sini dibawa ke Sialang Bungkuk dulu untuk mengurus sejumlah administrasi," jelasnya.
Hingga menjelang Magrib, Syafri Harto kemudian keluar dari ruang tahanan. Ia tampak mengenakan kemeja putih dan masker. Namun tidak sepatah kata pun keluar dari Syafri Harto. Meski sempat melontarkan candaan dengan koleganya, namun ia urung menjawab pertanyaan wartawan.
Dari ruang tahanan, ia kemudian dibawa oleh mobil tahanan kejaksaan menuju Rutan Sialang Bungkuk. Setelah mengurus beberapa administrasi, Syafri Harto baru bisa benar-benar menghirup udara bebas.
Dodi juga bersyukur pada akhirnya keyakinannya bahwa kliennya itu tidak bersalah terbukti. Putusan hakim menurut Dodi yang juga merupakan alumni Unri ini, sudah sesuai dengan fakta-fakta persidangan. "Pertama, kami bersyukur, karena putusan bebas ini tanpa izin Allah SWT tidak akan terjadi. Tentu putusan bebas ini sesuai dengan fakta-fakta persidangan yang telah ada," ungkap Dodi.
Dodi meminta semua pihak, sebelum berkomentar soal vonis bebas Syafri Harto, hendaknya membaca dulu putusan tersebut. Ini agar tidak timbul fitnah-fitnah baru seputar kliennya. Ketika ditanya soal peluang tuntutan balik kliennya yang sempat membuat laporan ke Polda Riau sebelumnya, Dodi juga masih enggan berkomentar banyak. Dirinya ingin fokus membebaskan Syafri Harto terlebih dahulu.
"Kami tidak macam-macam dan bahas-bahas hal lain. Intinya setelah putusan ini Pak Syafri Harto mau pulang kampung halaman dulu untuk menemui orang tua dan minta maaf. Kami ingin fokus pada pembebasan beliau dulu," ungkap Dodi. "Tadi (kemarin, red) Pak Syafri Harto sangat ingin bertemu orang tua. Karena kan ini hari baik, momennya bagus menjelang bulan puasa, beliau ingin menemui orang tua," tambahnya.
Pada sidang vonis yang sempat tertunda satu hari kemarin, Ketua Majelis Hakim Estiono dalam putusannya menyebutkan, Syafri Harto tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap pasal 289 KUHP seperti tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Menyatakan terdakwa Syafri Harto tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan primer dan subsider. Membebaskan terdakwa, memerintahkan penuntut umum mengeluarkan dari tahanan. Memberikan hak terdakwa memulihkan hak dan martabatnya," ucap majelis hakim.
Dalam pembacaan vonis siang kemarin, majelis hakim membeberkan sejumlah pertimbangan. Syafri Harto dibebaskan dari segala tuntutan, salah satunya karena tidak adanya bukti kekerasan pengancaman terhadap korban Lm. Selama persidangan, hakim menilai unsur kekerasan atau ancaman kekerasan tidak terpenuhi.
"Tidak ditemukan adanya kekerasan. Terdakwa tidak ada mengancam saudara saksi Lm saat bimbingan proposal. Terkait adanya relasi yang tidak berimbang menurut majelis tidak bisa dijadikan alasan. Karena tidak ada ditemukan kekerasan dan kekerasan psikis," kata majelis hakim.
Sementara terkait aksi terdakwa yang disebut memegang badan sambil mencium pipi sebelah kiri dan kanan serta kening korban hingga bertanya "bibir mana bibir," menurut majelis hakim semua itu tidak dapat dibuktikan di persidangan. Terdakwa juga membantah mengucap kata "i love you."
Selain itu, hakim juga menilai tidak ada saksi di kasus tersebut yang dapat membuktikan terjadi kekerasan seksual. Sebab, semua saksi di kasus tersebut hanya mendengar testimoni dari saksi Lm. Saksi yang diihadirkan JPU hanya mendengar cerita dari Lm.
"Berdasarkan fakta di persidangan, hanya saksi Lm yang menerangkan terdakwa mencium kening, pipi, dan menyebabkan saksi trauma, panik dan halusinasi. Saksi lain hanya mendengar cerita dari saksi Lm. Keterangan saksi saja tidak cukup, menurut KUHAP, saksi adalah orang yang melihat, mendengar langsung perkara pidana," kata majelis hakim.
Sementara itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat dihubungi terpisah, memastikan akan mengajukan kasasi. JPU Kejari Pekanbaru Syafril menyebutkan, pihaknya akan mengajukan kasasi terhadap putusan majelis hakim tersebut. "Kasasi. Namun, sebelum mengajukan kasasi, kami akan terlebih dahulu mempelajari amar putusan lengkap majelis hakim untuk kami pelajari. Masih ada waktu 14 hari," ungkap Syafril.
Hal senada diungkapkan Asistem Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Raharjo Budi Kisnanto. "Jaksa menyatakan pikir-pikir. Sambil menunggu salinan putusan lengkap dalam waktu 14 hari," kata Raharjo. Dia melanjutkan, setelah JPU nantinya menerima putusan lengkap, baru langkah hukum selanjutnya akan diambil. "Setelah nanti menerima salinan putusan yang lengkap, baru jaksa akan mengambil langkah hukum sesuai KUHAP," ujarnya.
Apakah JPU tidak memutuskan untuk kasasi? "Karena itu kami menunggu salinan putusan yang lengkap dari hakim. Nanti misalnya pada hari ke-13, kami terima salinan putusannya, hari ke 14 kami nyatakan kasasi," tegasnya.
Hal ini, sambung Raharjo agar JPU maksimal dalam mengambil langkah yang diperlukan. "Ini agar jaksa bisa membuat memori kasasinya. Kami akan lihat apa yang menjadi dasar putusan hakim dan apa yang menjadi kelemahan dalam tuntutan," ucapnya.
Menambahkan Asintel, Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru Zulham Pardamean Pane menyebut pihaknya akan mengajukan kasasi. "Kami akan segera menyatakan kasasi," ungkapnya.
Sementara itu, para mahasiswa tidak bisa menyembunyikan rasa kekecewaan mereka usai mengetahui vonis bebas terhadap Syafri Harto. Usai sidang, pentolan Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) FISIP Unri keluar meninggalkan pekarangan PN dengan wajah kekecewaan dan beberapa terlihat saling menguatkan. Mereka langsung bergabung dengan puluhan mahasiswa FISIP Unri lainnya yang memenuhi area seberang Gedung PN Pekanbaru.
Para mahasiswa dengan jaket biru langit itu langsung merapatkan barisan. Mereka juga langsung mengeluarkan pelantang suara untuk menyampaikan situasi terkini perjuangan mereka dalam mengawal siding kasus yang melibatkan, Lm, salah seorang rekan mereka. Aksi singkat ini mendapat pengawalan ketat puluhan polisi.
"Hari ini (kemarin, red) kita dapat mendengar langsung ketidakadilan yang dari ruang pengadilan itu sendiri. Kita tahu bahwa pengadilan bukanlah tempat bagi penyintas kekerasan seksual untuk mencari keadilan. Kami mendesak jaksa agar segera melakukan upaya hukum kasasi," ungkap Agil Fadhlan, Ketua Tim Advokasi Mahasiswa Unri yang terus mengawal proses hukum kasus ini. Usai melakukan orasi, mahasiswa membubarkan diri secara teratur usai azan Zuhur siang itu. Setelah itu, pihak kepolisian yang sudah berjaga di dalam pagar PN Pekanbaru sejak pagi juga ikut membubarkan diri.
Pada kesempatan yang sama usai sidang, Kuasa Hukum Lm Rian Sibarani dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru mengaku kecewa atas putusan bebas tersebut. Rian mengaku kecewa karena ternyata dalam pertimbangannya majelis hakim tidak berpedoman pada Perma Nomor 3 tahun 2017 tentang Penanganan Perempuan. Tapi menyatakan perkara tersebut kurang bukti.
"Kami sangat kecewa atas putusan majelis hakim. Kami berharap jaksa melakukan upaya hukum kasasi," kata Rian yang juga merupakan Kepala Operasional LBH Pekanbaru ini. Rian berpendapat, memang pada kasus asusila atau perbuatan cabul, jarang sekali ada saksi yang melihat langsung. Maka seharusnya dalam mahkamah konstitusi testimonium de auditu, seharusnya bisa dipertimbangkan.
"Akan tetapi dalam persidangan tadi, saksi de auditu tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim. Sehingga majelis menganggap adanya kekurangan saksi," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan pencabulan ini mencuat setelah video pengakuan seorang mahasiswi Lm soal pelecehan seksual yang diduga dilakukan Dekan FISIP Unri Syafri Harto. Dalam video yang diunggah pada tanggal 4 November 2021 ke sejumlah akun media sosial Komahi Unri itu, Lm yang wajahnya disamarkan, mengaku sebagai mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional angkatan 2018 yang sedang menjalani bimbingan skripsi.
Lm dalam video yang akhirnya viral tersebut mengaku mengalami pelecehan pada tanggal 28 Oktober 2021 lalu di ruang kerja Dekan FISIP Unri. Lm mengaku dicium dan dipeluk Syafri Harto saat bimbingan. Didampingi LBH Pekanbaru, kasus ini kemudian dilaporkan ke Polresta Pekanbaru pada tanggal 5 November 2021.
Begitu mengetahui dilaporkan melakukan pencabulan, Syafri Harto bersikukuh membantahnya, bahkan melaporkan balik mahasiswi tersebut ke Polda Riau terkait pencemaran nama baik dan UU ITE pada tanggal 6 November 2021. Selain itu, Syafri Harto mengancam akan menuntut korban sebesar Rp10 miliar.
Belakangan kasus ini dilimpahkan dari Polresta ke Polda Riau. Lalu penyidik Polda Riau menetapkan Syafri Harto sebagai tersangka pada 18 November 2021, dijerat dengan Pasal 289 dan 294 Ayat (2) KUHP tentang cabul.
Dalam perjalanan kasus, Rektor Unri Prof Dr Aras Mulyadi menonaktifkan Syafri Harto dari jabatan dekan dan tenaga pendidik pada 21 Desember 2021 lalu usai berkonsultasi dengan Dirjen Kemendikbud Ristek-Dikti. Hal ini setelah Unri membentuk tim pencari fakta atas kasus ini sebelumnya.
Usai kasus ini dilimpahkan ke kejaksaan. Kejaksaan Tinggi Riau langsung melakukanan penahanan terhadap Syafri Harto. Kejaksaan menyebutkan, penahanan tersebut sesuai Pasal 20 Ayat 2 dan Pasal 21 KUHP, di mana JPU punya kewenangan melakukan penahanan jika tersangka dikhawatirkan menghilangkan alat bukti, mempersulit persidangan dan jangan sampai mengulangi perbuatannya. Syafri Harto baru menjalani sidang perdana di PN Pekanbaru pada 17 Januari 2022. (end/ali/nda)
Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru