PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Yayasan Belantara (YB) bersama mitra serta stakeholder, mengadakan bincang petang santai dan buka puasa bersama di Hotel Pangeran, Senin (28/5).
Bincang petang santai bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Riau itu diwakili oleh Setyo Widodo selaku Kepala Seksi Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Selain itu juga hadir dalam bincang santai itu Datuk Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Datuk Al Azhar.
Direktur Yayasan Belantara Dr Sri Mariati kepada Riau Pos mengatakan, tahun ini adalah tahun kedua Yayasan Belantara berada di Provinsi Riau. Riau merupakan area hibah terbesar dari Yayasan Belantara.
Dengan bincang santai ini, narasumber dapat memberikan arahan dan pesan kepada kita terkait kebijakan sektor kehutanan di Dinas LHK dan LAM Riau.
Sri Mariati menambahkan, Yayasan Belantara meyakini bahwa untuk mengelola dan melestarikan kawasan hutan di Riau, memerlukan kerja sama kolaboratif semua pihak. Untuk itu perlu selalu dilakukan silahturahmi demi terbangunnya komunikasi yang positif antar stakeholders kehutanan di Riau. “Melangkah bersama untuk melestarikan alam dan menyejahterakan masyarakatnya,” ujar Sri Mariati.
Setyo Widodo yang menyampaikan materi tentang pentingnya data dan informasi yang terintegritas, dari stakeholders untuk menunjang perencanaan program kehutanan di Provinsi Riau. Dalam penjelasannya, dia mengatakan, saat ini pihaknya dalam proses perbaikan informasi untuk bisa diakses, sehingga program yang dilakukan oleh berbagai pihak tercatat rapi pada pusat informasi.
Sehingga harapan ke depan adalah agar aktifitas dan program yang dilakukan di lapangan oleh dinas sendiri maupun stakeholders dapat tercatat rapi. “Upaya perbaikan ke arah informasi yang terintegrasi,” terangnya.
Datuk Al Azhar yang menyampaikan materi tentang perlunya penguatan kebudayaan dan masyarakat adat dalam kontribusi pelestarian kawasan hutan, mengingatkan bahwa saat ini tidak ada pihak yang meminta pendapat atau saran sekaligus pikiran masyarakat adat tentang wilayah yang mereka miliki.
Diterangkannya, seluruh kawasan di Provinsi Riau adalah milik masyarakat adat, karena dulunya wilayah ini adalah tanah milik kerajaan yang pernah berdiri. Namun, berjalannya waktu pengakuan ini tidak diakui.
Para pendatang yang memanfaatkan tanah tidak berkomunikasi dengan masyarakat asli yang ada di sana. Kita harus mendengar masyarakat yang ada di sana. Saat ini, mereka terjajah oleh pendatang. “Dengarkan dulu masyarakat adat untuk penggunaan wilayah mereka,” ujarnya.(cr4)