KPK Tak Pernah Larang Anggarkan TPP Guru

Pekanbaru | Rabu, 13 Maret 2019 - 09:37 WIB

KPK Tak Pernah Larang Anggarkan TPP Guru
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.

Pemko Pekanbaru mengklaim memiliki beberapa dasar pertimbangan perumusan Perwako 7/2019, dengan dua di antaranya berkaitan dengan KPK . Yakni pertama mempedomani surat KPK Deputi Bidang Pencegahan Nomor B-6497/KSP.01/10-1609/2017 tanggal 2017 yang ditujukan kepada Bupati Sijunjung dan ditembuskan pada seluruh daerah. Dalam surat ini disebutkan tentang pembayaran TPP bagi PNS. Bahwa memberlakukan sistem penggajian tunggal, di mana pegawai yang sudah menerima tambahan penghasilan PNS tidak diberikan lagi tunjangan penghasilan dalam bentuk lainnya. Untuk itu pegawai dapat memilih salah satu di antaranya.

Kedua, hasil konsultasi tim perumus TPP Kota Pekanbaru dengan Koordinator Kordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK Adliansyah Nasution pada 27 November 2018 lalu, merekomendasikan kepada Pemko Pekanbaru untuk tidak lagi memberikan TPP kepada guru yang telah memperoleh tunjangan profesi (sertifikasi).

Baca Juga :Ratusan PNS Dilantik Jadi Jabatan Fungsional Guru

‘’Kan ada surat bagi Kabupaten Sijunjung itu kami jadikan acuan. Itu resmi. Juga Pak Choky itu tegas menyampaikan di Batam, tidak ada lagi itu dianggarkan,’’ jelas Irba menjawab pertanyaan tidak adanya surat resmi dari KPK pada Pemko Pekanbaru tentang TPP.

Dia menegaskan, jika dalam bersurat kali ini KPK membalas dengan surat resmi pula yang menyatakan TPP bagi guru bersertifikasi tak masalah untuk dibayarkan, maka Pemko Pekanbaru akan menindaklanjuti.  ‘’Artinya kalau KPK menjawab surat kami secara resmi tidak masalah. Pak Wali  perintahkan kok, kalau ada payung hukumnya besok pagi pun dibayar. Jadi bukan Wali Kota menahan,’’ tegasnya.

Pemerhati Pendidikan yang juga sebagai Penasihat PGRI Kota Pekanbaru, Jakiman mengatakan, pemerintah Kota Pekanbaru jangan mencari-cari alasan terkait penghapusan tunjangan penambahan penghasilan (TPP) yang dituntut ribuan guru sertifikasi Kota Pekanbaru.

Karena, berdasarkan aturan dan ketentuannya kata Jakiman, tidak ada sinyal-sinyal aturan yang dilanggar. TPP itu menurutnya wajib dibayarkan. Jangan dihapuskan. Karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pernah memberikan rekomendasi secara tertulis kepada Pemerintah Kota Pekanbaru agar Pekanbaru tidak lagi memberikan TPP bagi guru yang sudah mendapat tunjangan sertifikasi.

“Sekarang ini adalah bagaimana kesungguhan pemerintah kota saja. Kalau tidak sungguh-sungguh ingin membela guru, ya seperti ini. Dengan alasan karena ada aturan yang dilanggar dan lain-lain,” ujarnya kepada Riau Pos, Selasa (12/3).  

Menurutnya, kalau seandainya dengan diberikannya TPP itu melanggar aturan, mana aturan yang dilanggar itu dan di mana letak tidak bolehnya.  “Tidak usah dicari alasan apa-apa. Karena pendidikan itu penting. Jangan menjadi sebuah alasan yang merugikan dunia pendidikan. Kan selama ini mereka (guru, red) pernah menerimanya dan guru di daerah lain juga menerima dan tidak ada masalah. TPP itu sudah ada sejak belasan tahun yang lalu. Kenapa sekarang dipermasalahkan dan dihapus,” tuturnya.

Jakiman meminta agar ini menjadi perhatian bersama-sama dalam mewujudkan pendidikan yang lebih baik lagi ke depan. Karena guru merupakan faktor terpenting dalam kemajuan dunia pedidikan. Tentu kita harus memikirkan juga kesejahteraannya. Dan pemerintah wajib menuntut profesionalnya dalam bekerja, karena telah memberikan kesejahteraan.

“Saya mendorong agar secara sadar Pemerintah Kota Pekanbaru harus  memperhatikan  kesejahteraan para guru dengan memberikan TPP,” harapnya.

Menurutnya pemerintah jangan hanya memikirkan kesejahteraan guru PNS saja, guru honor juga harus menjadi perhatian pemerintah. Guru honor itu adalah guru yang benar-benar berjuang tanpa tanda jasa. Sebab, beban kerja guru honor itu sama dengan guru PNS, tetapi gaji mereka sangat rendah.

“Jadi pemerintah juga harus memikirkan kesejahteraan mereka (honorer, red). Harusnya gaji mereka bisa disesuaikan dengan kinerja dan profesionalnya dalam bekerja,”ujarnya.

Ia menjelaskan, gaji guru honor itu sangat rendah, tidak sesuai dengan beban kerja. Sementara mereka harus dituntut profesional sama dengan guru PNS. “Kalau bisa guru honor itu gajinya disesuaikanlah dengan UMR. Nggak mungkin lebih besar gaji seorang pembantu dari pada seorang guru honor,” terangnya.(fat/ali/dof)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook