Pascapengerjaan Proyek IPAL, Jalan yang Diperbaiki Tidak Bertahan Lama

Pekanbaru | Senin, 26 Juni 2023 - 08:44 WIB

Pascapengerjaan Proyek IPAL, Jalan yang Diperbaiki Tidak Bertahan Lama
Kendaraan bermotor melintas di Jalan Ahmad Yani yang rusak parah, Ahad (25/6/2023). Jalan yang rusak merupakan bekas proyek galian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). (DEFIZAL / RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Proyek instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di Pekanbaru hingga saat ini masih terus dikeluhkan warga. Pasalnya, selalu menjadi biang kemacetan dan merusak badan jalan. Seperti yang terjadi di Jalan Ahmad Yani, Jalan Campaka-Jalan Melati, Jalan Ahmad Dahlan dan sejumlah di titik ruas jalan lainnya.

Selain akibat proyek penggalian tersebut, badan jalan juga semakin sempit dan membuat macet. Lebih dari itu, bekas pengerjaan galian yang sudah selesai, tidak dikembalikan seperti semula (jalan aspal), seperti halnya di Jalan Ahmad Yani, sehingga membuat badan jalan jadi rusak dan berlubang, sehingga membahayakan bagi pengendara kendaraan roda dua.


Apalagi kalau sehabis hujan, pengendara roda dua harus ekstra hati-hati saat melintas. Pasalnya, jalan rusak dan berlubang itu digenangi air, sehingga tidak bisa terlihat. Belum lagi kerugian yang dialami oleh para pedagang yang berada di pinggir jalan tersebut, jika musim panas, debunya masuk ke warung. Saat turun hujan jalan menjadi becek.

Para pedagang di seputaran Jalan Ahmad Yani meminta agar pemerintah memperhatikan jalan ini dan kepada pihak yang terkait agar segera memperbaiki jalan rusak akibat proyek IPAL tersebut demi kenyamanan masyarakat yang melintas.

Lurah Padang Bulan, Yesi Sartika kepada Riau Pos mengatakan, pihaknya berharap agar jalan yang rusak akibat galian IPAL bisa segera dilakukan perbaikan. Pasalnya, akibat proyek galian tersebut banyak jalan yang mengalami kerusakan dan tak kunjung diperbaiki seperti semula
(diaspal). "Ini sangat mengganggu aktivitas masyarakat," ujar Yesi Sartika, Ahad (25/6).

Lanjutnya, sekarang air di parit depan Kantor Lurah Padang Bulan Jalan Cempaka sudah penuh dan melimpah lagi, karena banyaknya sedimen lumpur yang mengendap di dalam parit.

"Kemarin ada pengaduan masyarakat untuk parit di Jalan Ahmad Yani yang tersumbat akibat proyek dari IPAL. Saat itu saya konfirmasi langsung ke pihak IPAL nya dan langsung dikerjakan. Kata masyarakat parit ini tersumbat bukan karena IPAL saja, tetapi juga karena banyaknya sampah. Dan saya juga mengimbau kepada masyarakat jangan membuang sampah sembarang," katanya.

Dijelaskannya, jalan-jalan yang rusak akibat IPAL hingga menyebabkan genangan air hingga ke badan Jalan yang terdapat di Kelurahan Padang Bulan, di antaranya Jalan Ahmad Yani, Jalan Cempaka-Simpang Jalan Melati.

"Semenjak saya jadi lurah di sana sekitar dua tahun lalu, proyek IPAL sudah ada. Kadang dalam kurun waktu delapan bulan bekas galian proyek IPAL yang sudah diperbaiki kembali ambruk atau rusak lagi, kemudian diperbaiki lagi, kemudian rusak lagi. Sekarang di Simpang Jalan Melati itu ambruk lagi, meskipun sedang diperbaiki tetapi membuat kemacetan," ungkapnya.

Ia berharap ketika ada jalan yang rusak bekas galian atau proyek IPAL bisa cepat diperbaiki, dan memperbaikinya benar-benar sesuai dengan prosedur, jangan asal memperbaiki saja agar bertahan lama. Harus sesuai lah dengan SOP-nya.

"Ini sepertinya asal diperbaiki, agar kendaraan bisa melintas. Sehingga sebentar-sebentar jalan kembali rusak dan ambruk. Jadi saya bingung juga cara mereka memperbaikinya, karena tidak tahan lama. Setelah diperbaiki tidak lama kemudian rusak lagi. Ini material yang diperbaiki menyatu nggak," tanyanya.

Sementara itu, Ketua RW 1 Padang Bulan Marzaleni mengatakan, jalan bekas proyek galian IPAL yang rusak bisa segera diperbaiki agar tidak menggangu aktivitas masyarakat, belum lagi akibat proyek IPAL tersebut, banyak parit yang tersumbat, sehingga air dari parit melimpah ke jalan.

"Memang ada diperbaiki, tetapi air dalam parit malah naik. Pada umumnya ini bekas material galian IPAL ditambah lagi dengan banyaknya sampah di dalam parit. Meskipun diperbaiki tetapi tidak bertahan lama, jalan kembali rusak dan banjir," ujar Marzaleni.

Selain itu, kami juga meminta kerja sama dengan dinas terkait seperti Dinas Kebersihan agar rutin melakukan pembersihan drainase/parit yang berada di kawasan ini. "Kami juga mengimbau masyarakat agar tidak membuang sampah sembarang yang bisa berakibat menimbulkan banjir," harapnya.

Tidak Ada Standarisasi

Sementara Anggota DPRD Kota Pekanbaru menilai pembangunan proyek Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpadu ( SPALD-T) untuk Kota Pekanbaru sejak awal 2019 hingga 2023, dinilai tidak memiliki standarisasi pekerjaan, dan juga target pekerjaan, khususnya untuk penyelesaian pembangunan.

"Terkesan tak ada standarisasi pekerjaannya. Seperti asal gali saja. Buktinya, sampai hari ini kondisi proyek tak kunjung selesai, dan jalan Kota Pekanbaru banyak rusak. Ini yang kita nilai standarisasi tak jelas," kata Anggota DPRD Kota Pekanbaru Robin Eduar kepada wartawan, Ahad (25/6).

Sepanjang proses pembangunan, terhadap jalan-jalan yang digali semua mengalami turun level. Padahal ada penegasan dari pemerintah agar supaya jalan-jalan yang sudah digali dan pekerjaan selesai untuk dikembalikan seperti kondisi semula. Yaitu, harus lebih mulus dari kondisi jalan sebelumnya, atau minimal sama kondisinya sebelum dihancurkan.

Namun kenyataannya,  jalan -jalan lintasan proyek SPALD-T, seperti di Kecamatan Sukajadi, Senapelan, Limapuluh, kondisi jalan mengalami kerusakan. Dan menjadi sumber banjir. Anehnya, meski musim panas, namun di titik bekas galian SPALD-T itu malah banjir. Seperti contoh, di depan masjid Al-Fida, Jalan Ahmad Dahlan, Sukajadi.

Kondisi kerusakan ini salah satu yang dikeluhkan masyarakat. Bahkan sampai saat ini, seperti dibiarkan tanpa tindakan dari pemerintah maupun kontraktor. Begitu juga bekas galian di depan pertigaan Ahmad Dahlan-Mangga, atau depan gereja, juga mengalami hal yang tak jauh berbeda.

Pengamat yang juga dosen Pascasarjana Universitas Riau Dr Muhammad Ikhsan pada Ahad (25/6) menyebutkan, pengerjaam jalan pada siang hari tidak hanya menimbulkan kemacetan, tapi juga kerugian nyata, namun tidak terlihat.

Seperti macet yang terjadi di Jalan Jenderal Sudirman. Dr Ikhsan memperkirakan, kerugian tidak terlihat itu mencapai miliaran rupiah. Maka dirinya menyarankan dinas terkait untuk mengantisipasi hal tersebut.

"Pengerjaan kontruksi jalan itu perlu diusahakan untuk seminimal mungkin mengganggu pengguna jalan. Itu harus diantisipasi sejak perencanaan," ungkapnya.

Menurutnya, hanya perencana dan kontraktor yang bisa meminimalkan gangguan lalu lintas yang harusnya dipilih untuk mengerjakan.

Pilihan pengerjaan pada malam hari diakui Dr Ikhsan memang biayanya akan lebih besar, karena butuh penerangan dan waktu lembur ekstra. Tapi hal ini bisa dihitung ketika desain dan anggarannya RAB dibuat.

"Biarlah biaya konstruksi sedikit lebih besar daripada kerugian yang lebih besar ditanggung oleh masyarakat,’’ tegas Dr Ikhsan.

Pengerjaan malam hari juga dinilai tidak mengurangi efektifitas pengerjaan jalan. Hal itu selama penerangan tersedia dengan baik.

"Bahkan bisa jadi lebih baik daripada siang hari, karena minimnya gangguan dari pengguna jalan,’’ ujarnya.Dr Ikhsan mengingatkan, Dinas PU, konsultan perencana dan kontraktor harus menjadikan kemacetan jalan akibat gangguan konstruksi perbaikan jalan ini sebagai hal yang penting. Harus dibuat perencanaan yang benar.(dof/ayi/gus)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook