Dia melanjutkan, pada dasarnya yang diharapkan guru sertifikasi ini adalah keadilan.’’Yang penting kejelasannya. Kawan-kawan ni kan PNS, harusnya penghasilan sama dengan nonguru. Kenapa guru saja yang turun tunjangannya, yang nonguru tidak,’’ terangnya mempertanyakan.
Wako Firdaus hingga kini masih pada pendiriannya belum akan merevisi Perwako 7/2019.
‘’Perlu diluruskan informasinya, kebijakan mengenai guru tak boleh menerima dua tunjangan itu bukan dari Wali Kota. Tapi itu Permendikbud, Perwako sifatnya menegaskan,’’ kata Firdaus.
Dia melanjutkan, sertifikasi yang bersumber dari APBN adalah murni hak guru. Sementara insentif yang selama ini diberikan merupakan kesanggupan tergantung kondisi keuangan daerah.
‘’Kalau ada dibayar, kalau tidak ya tidak dibayar. Jadi bukan hak,’’ imbuhnya.
Dikatakannya lagi, jika Perwako tersebut direvisi, maka akan terjadi pelanggaran. Baik itu yang dilakukan oleh dirinya sebagai kepala daerah, maupun oleh guru yang menerima dua tunjangan tersebut.Kepada para guru, dia membebaskan untuk memilih, mana di antara dua tunjangan yang akan diambil.’’Guru bersertifikasi, silakan pilih tunjangan mana yang mau. Kalau dia nuntut juga seperti kemarin dua-duanya dapat, tidak boleh lagi. Kalau merasa kecil tunjangan sertifikasi, silahkan pilih tunjangan daerah,’’ tegasnya.
Bantah Lecehkan Profesi Guru
Di sisi lain Firdaus membantah anggapan para guru yang menilai dia melecehkan profesi mereka. Dia menyebut statement-nya dimaknai berbeda. Firdaus beralasan dirinya adalah pembina kepegawaian yang menjadi perwakilan pemerintah pusat di Pekanbaru. ‘’Ada pemenggalan informasi atau fakta yang tidak lengkap. Tidak ada pernyataan saya mempertanyakan guru digaji siapa? Itu pelecehan bagi mereka,’’ kata Firdaus. Dia kemudian menerangkan bahwa dirinya memang keberatan guru lebih memilih turun ke jalan dibanding mengedepankan diskusi.
Sementara itu, Kabag Humas Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Pekanbaru Masirba H Sulaiman menambahkan, ucapan Wako Pekanbaru tersebut pada dasarnya menyayangkan sikap guru yang tidak mendengar pembina kepegawaian tertinggi di jajaran Pemko Pekanbaru.
‘’Khusus guru ASN itu pembina tertingginya adalah Wali Kota. Artinya kalau ucapan Wako tak didengar, beliau menyayangkan itu. Itu uang rakyat betul, tapi ketika masuk ke daerah itu APBD dia. Makanya Pak Wali tidak habis pikir. Oleh kawan-kawan dianggap itu pernyataan pribadi Pak Wali. Padahal bukan. Pak wali itu mengajak dengan santun, kita sudah menyatakan kok dari pertemuan terakhir, belum dua pekan sudah turun ke jalan,’’ urainya.
Sementara itu, terkait guru yang akan berdemo hingga beberapa hari ke depan, Irba menyebut itu menjadi hak para guru jika merasa demonstrasi adalah jalan pintas yang dipilih.
Terpisah, Ketua Umum Forum Komunikasi Guru dan Pegawai Honor Sekolah Negeri, Eko Wibowo SPdI menyayangkan aksi demonstrasi guru sertifikasi.
‘’Kalau niat kita sebagai pendidik, kita tahu tanggung jawab kita. Mengenai tuntutan guru PNS bersertifikasi untuk menuntut revisi Perwako Nomor 7 Tahun 2019, sebagai kaum guru kita paham itu hanya penegasan dari Permendikbud tahun 2018 pada BAB V,’’ ucapnya.
Di sisi lain guru PNS bersertifikasi di SDN 158 Pekanbaru turut serta mengikuti aksi demo menuntut TPP. Kepala SDN 158, Siti Hadijah menyampaikan, mereka yang pergi betul-betul berharap mendapat TPP. “Saya bolehkan pergi, sebab mereka mendapat panggilan dari beberapa temannya yang sudah di lapangan. Kalau tidak datang tak enak pula, katanya kepada saya,” begitu diceritakan Siti Hadijah kepada Riau Pos.
Lebih lanjut dijelaskannya, di sekolah yang berlokasi di Jalan Pattimura itu ada guru yang baru lulus sertifikasi, namun belum sempat menikmati sertifikasi dicoret pula tidak bisa mendapat TPP. Jadi guru tersebut pergi berdemo. Kemudian, terdapat 17 guru dan TU 1 di SDN 158. Enam guru PNS sertifikasi.
“Ada guru agama Hindu (sekarang wali kelas) tidak dapat sertifikasi dan TPP. Karena muridnya cuma 2 harusnya 20 kata Kemenag. Dia sekarang sedang mengurus pangkat 3 B. Dia sekarang juga ikut demo setelah kegiatan salat duha dan baca Yasin selesai,” ungkapnya.
Sementara, terkait demonya para guru ke kantor wali kota, murid-murid di SDN 158 Pekanbaru tetap menjalankan aktivitas belajar mengajar. “Sebab, para guru pergi setelah proses belajar, dan perginya bergantian serta tidak lama. Selain itu saya juga terkadang menggantikan mengajar ketika guru ada acara maupun saat sedang demo seperti ini,” ucapnya. Sementara itu, pihak SMPN 13 Kota Pekanbaru yang guru-gurunya berdemo memberikan tugas kepada anak didiknya. Hal itu ditanggapi murid kelas VII dan kelas IX yang tidak ingin disebut namanya.
Mereka dikasih tugas dan seharian tidak belajar. Diungkapkan SM salah satu guru honorer di sekolah tersebut, adalah wajar jika mereka berdemo. Karena memang sudah menjadi haknya. “Tinggal tiga guru honorer yang tinggal bersama kasek, wakil kurikulum dan TU,” jelasnya.(*3/ted)