Dikatakannya lagi, jika Perwako tersebut direvisi, maka akan terjadi pelanggaran. Baik itu yang dilakukan oleh dirinya sebagai kepala daerah, maupun oleh guru yang menerima dua tunjangan tersebut.’’Kalau kepala daerah memberi dua tunjangan, tidak boleh, nanti malah kena kepala daerahnya. Sementara bagi guru yang menerima dua tunjangan, nanti harus mengembalikan kalau sudah diaudit,’’ paparnya.
Dia pada para guru membebaskan untuk memilih, mana diantara dua tunjangan yang akan diambil.’’Guru bersertifikasi, silahkan pilih tunjangan mana yang mau. Kalau dia nuntut juga seperti kemarin dua-duanya dapat, tidak boleh lagi. Kalau merasa kecil tunjangan sertifikasi, silahkan pilih tunjangan daerah,’’ tegasnya.
Tahun lalu sebut Firdaus dirinya memberikan dua penghasilan tambahan bagi guru, yakni sertifikasi dan tunjangan profesi.’’Sebagai kepala daerah, kita juga konsen terhadap nasib 5.750 lebih guru GTT, komite, MDTA, Pesantren, TPA dan TK. Pekanbaru salah satu dari sedikit daerah yang memberikan insentif kepada guru kurang beruntung tersebut,’’ ucapnya
Polemik TPP di Kota Pekanbaru hingga kini masih bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak pernah melarang pemerintah daerah. Terutama Kota Pekanbaru memberikan TPP bagi guru yang sudah menerima sertifikasi. KPK tidak pernah memberikan rekomendasi secara tertulis kepada Pemko Pekanbaru agar tidak lagi memberikan TPP bagi guru yang sudah mendapat tunjangan sertifikasi.
Sebaliknya, yang ada sesuai dengan Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi yang sudah disampaikan ke KPK, agar setiap Pemda mengimplementasikan TPP sebagai salah satu bidang/program yang didorong KPK. “Implementasi TPP ini merupakan salah satu program dalam bidang manajemen ASN yang direkomendasikan/didorong KPK yang dalam proses perencanaan dan pelaksanaannya agar mengacu kepada ketentuan yang berlaku,” jelas Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Dalam perjalanannya, diskursus tentang implementasi TPP tersebut selalu muncul. Khususnya ketika dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi rutin Korsupgah di lapangan, dan sudah dijelaskan sesuai dengan Pasal 63 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pasal 39 ayat 1 Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Di mana, mengacu aturan itu Pemda ‘dapat’ memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil (PNS) daerah berdasarkan pertimbangan yang objektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Pemko Pekanbaru untuk memperoleh kejelasan duduk perkara TPP boleh atau tidak dibayarkan pada guru penerima sertifikasi menempuh cara bersurat pada KPK untuk meminta penegasan. Sebelumnya, Pemko Pekanbaru mengklaim memiliki beberapa dasar pertimbangan perumusan Perwako 7/2019, dengan dua di antaranya berkaitan dengan KPK . Yakni pertama mempedomani surat KPK Deputi Bidang Pencegahan Nomor B-6497/KSP.01/10-1609/2017 tanggal 2017 yang ditujukan kepada Bupati Sijunjung dan ditembuskan pada seluruh daerah. Dalam surat ini disebutkan tentang pembayaran TPP bagi PNS. Bahwa memberlakukan sistem penggajian tunggal, di mana pegawai yang sudah menerima tambahan penghasilan PNS tidak diberikan lagi tunjangan penghasilan dalam bentuk lainnya. Untuk itu pegawai dapat memilih salah satu di antaranya.
Kedua, hasil konsultasi tim perumus TPP Kota Pekanbaru dengan Koordinator Kordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK Adliansyah Nasution pada 27 November 2018 lalu, merekomendasikan kepada Pemko Pekanbaru untuk tidak lagi memberikan TPP kepada guru yang telah memperoleh tunjangan profesi (sertifikasi).(ali).