PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau mencatat, inflasi tahunan Riau pada Mei 2022 sebesar 4,51 persen, atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya yaitu 3,68 persen.
Merespons perkembangan tekanan inflasi tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Riau menyelenggarakan High Level Meeting (HLM) dengan agenda utama upaya pengelolaan tekanan inflasi Tahun 2022.
Kepala Kantor Perwakilan (KPW) Bank Indonesia (BI) Riau Muhamad Nur menyampaikan, tekanan inflasi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh dua faktor dominan, pertama adalah faktor yang bersifat fundamental yaitu pemulihan daya beli, dan kedua adalah faktor eksternal yang berasal dari peningkatan harga komoditas secara global.
"Walaupun tekanan inflasi saat ini lebih bersifat demand side, namun kenaikan tersebut tetap harus diwaspadai dan dikelola, karena memengaruhi daya beli masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang tidak mengalami peningkatan income atau tidak menikmati fenomena pemulihan ekonomi," katanya, Rabu (15/6).
Dijelaskannya, Provinsi Riau masih menghadapi risiko peningkatan tekanan inflasi hingga akhir tahun. Berdasarkan historis, tekanan inflasi di Riau mengalami peningkatan pada periode Juni-Juli dan Oktober-November, dengan komoditas yang seringkali menyumbang tekanan inflasi diantaranya aneka cabai, bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan minyak goreng.
Jika dilihat secara disagregasinya, seluruh kelompok (volatile food, administered price, dan inti) memiliki risiko yang dominan mendorong tekanan inflasi. Krisis pangan global serta defisit produksi di wilayah sentra lokal berisiko dapat mendorong inflasi keseluruhan tahun 2022 lebih tinggi dari sasaran target inflasi.
Selain itu, masa pemulihan ekonomi mendorong peningkatan biaya produksi pada barang kebutuhan konsumsi masyarakat. Pengelolaan tekanan inflasi dari supply side dilakukan dengan memetakan sumber-sumber tekanan inflasi untuk beberapa sumber tekanan yang bersifat domestik sehingga TPID dapat menempuh langkah-langkah yang relevan untuk mengatasi kondisi tersebut sesuai dengan pelaksanaan tugas dari masing-masing OPD/Instansi.
"Sementara, pengelolaan tekanan inflasi yang bersumber dari faktor eksternal dilakukan dengan meningkatkan efektivitas komunikasi untuk menjaga ekspekatsi dan permintaan masyarakat," tuturnya.
Ia memaparkan, beberapa poin rekomendasi yang turut disampaikan pada pertemuan tersebut. Pertama, memperkuat kembali peran Tim Satgas Ketahanan Pangan di seluruh kota/kabupaten, utamanya terkait pemantauan pasokan dan harga serta kelancaran distribusi bahan pangan strategis, sebagai penguatan basis data early warning inflasi daerah.
Kedua, mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi terkait penugasan BUMD yang menangani bidang pangan sebagai instrumen pengendalian inflasi pemerintah. Ketiga, mendorong percepatan penugasan Bulog untuk distribusi komoditas pangan yang berpotensi mengalami peningkatan harga karena faktor eksternal, seperti tepung terigu dan pupuk. Keempat, menjalin komunikasi kepada pihak-pihak tekait dan masyarakat.(ose)
Laporan Mujawarroh Annafi, Pekanbaru