PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Sebanyak empat saksi kembali diperiksa dalam dugaan korupsi bantuan dana hibah penelitian di Universitas Islam Riau (UIR). Hal ini dilakukan untuk merampungkan proses pemberkasan tersangka mantan Pembantu Rektor (PR) IV UIR, Abdullah Sulaiman.
Adapun saksi yang diperiksa penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) yakni Direktur CV Giofani Juliana. Lalu, Zul Efendi selaku tenaga ahli dan dua pegawai UIR Mawan dan Tengku Edianto. Keempatnya diketahui menjalani pemeriksaan pada, Selasa (9/7).
“Iya, keempat saksi itu sudah diperiksa penyidik Bidang Pidsus,” ungkap Muspidauan kepada Riau Pos, Rabu (10/7).
Pemeriksaan saksi ini, dijelaskannya, untuk melengkapi berkas perkara Abdullah Sulaiman. Selain itu, juga mengumpulkan alat bukti guna merampungkan proses penyidikan. Jika tahapan tersebut telah selesai, maka selanjutnya akan dilimpahkan ke Jaksa Peneliti untuk ditelaah atau tahap I.
“Saat ini masih proses pemberkasan. Jika penyidikan telah rampung selanjut dilakukan tahap I,” kata mantan Kasi Datun Kejari Pekanbaru.
Abdullah Sulaiman merupakan tersangka ketiga pada perkara rasuah yang terjadi tahun 2011-2012 silam. Penetapan itu berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan pada Rabu (26/6) lalu. Karena mantan Wakil Rektor (WR) III UIR diduga terlibat dan turut bertanggung jawab dalam perkara yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,5 miliar.
Tak hanya Abdullah Sulaiman, penyidik juga telah menetapkan mantan dua orang dosen UIR sebagai tersangka. Mereka yakni, Emrizal selaku Bendahara Penelitian dan Said Fhazli, Sekretaris Panitia yang juga menjabat Direktur CV Global Energy Enterprise (GEE). Keduanya sudah diadili dan divonis masing-masing empat tahun penjara oleh Mejelis Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Selain itu, penetapan Abdullah Sulaiman sebagai tersangka bukan hal yang mengejutkan. Pada persidangan terhadap dua pesakitan sebelumnya, pernah terungkap peran dia dalam perkara rasuah tersebut.
Salah satunya, Abdullah Sulaiman pernah memalsukan tanda tangan Zulhayati Lubis alias Atiek selaku General Manager (GM) Hotel Pangeran Pekanbaru dalam Kwitansi Nomor Kas 1 April 2012, senilai Rp16.585.000.
Atas hal itu, Abdullah Sulaiman mengakuinya dan menyampaikan permintaan maaf yang tertuang dalam Surat Pernyataan yang diteken Abdullah Sulaiman, tertanggal 29 November 2013. Munculnya nama Hotel Pangeran dalam perkara itu bermula dari perjanjian antara pihak Panitia Penelitian UIR dengan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).
Dalam kontrak pertama, dinyatakan kalau pihak Hotel Pangeran akan menyiapkan kamar dan sejumlah akomodasi lainnya untuk keperluan penelitian selama dua hari dan menginap selama 3 malam, senilai Rp16.585.000.
Beberapa hari berselang, Abdullah Sulaiman selaku Ketua Tim Penelitian mendatangani Sales Manager Hotel Pangeran, Lidya. Saat itu, Abdullah Sulaiman menyatakan adanya revisi kegiatan, dimana acaranya yang akan digelar itu, hanya satu hari dan menginap selama tiga malam. Dari kontrak pertama dengan revisi perjanjian terdapat selisih biaya sekitar Rp4 jutaan.
Belakangan diketahui, kalau Abdullah Sulaiman tetap memasukkan angka Rp16.585.000 di dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kegiatan, dengan bukti kwitansi yang tandatangan Atiek Lubis telah dipalsukannya.
Korupsi bantuan dana hibah tahun 2011 hingga 2012, terjadi ketika pihak UIR mengadakan penelitian bersama Institut Alam dan Tamandun Melayu, Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Lantaran tidak memiliki dana, UIR kemudian mengajukan bantuan dana ke Pemprov Riau dan mendapat dana Rp2,8 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi Riau 2011-2012.
Penelitian itu dilaksanakan dan berjalan dengan lancar. Dalam laporannya, terjadi penyimpangan bantuan dana tersebut. Ditemukan beberapa item penelitian yang sengaja di-mark up. Kedua terdakwa, Emrizal dan Said Fhazli, membuat laporan dan buktipertanggungjawaban fiktif atas kegiatan yang direncanakan. (rir)