Mengejar Kota Layak Anak

Pekanbaru | Senin, 09 April 2018 - 12:55 WIB

Mengejar Kota Layak Anak
BERMAIN: Anak-anak ditemani para orang tua asyik bermain di fasilitas bermain yang disediakan di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Tunjuk Ajar Integritas, Jalan Ahmad Yani Pekanbaru, Ahad (8/4/2018). ((DEFIZAL/RIAU POS))

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru tengah gencar-genjarnya berupaya mewujudkan Pekanbaru sebagai kota layak anak. Tahun ini ditargetkan ibu kota Bumi Lancang Kuning ini memperoleh predikat kota layak anak dengan perolehan nilai pratama.

Untuk mewujudkan itu, anggaran sebesar Rp72 miliar pun digelontorkan Pemko Pekanbaru. Dana puluhan miliar tersebut disebar ke beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) yang memiliki kegiatan bersentuhan dengan anak-anak. Seperti, Dinas Kesehatan (Diskes), Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Sosial (Dissos), Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) dan lainnya.

Baca Juga :Overlay Sepanjang 12,445 Km, Bangun Dua SMP Baru

Menurut Ketua Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan dan Anak Riau (LBP2AR) Rosmaini, Pekanbaru belum pantas menjadi kota layak anak seperti yang diinginkan Pemko Pekanbaru. Sebab, kata dia, saat ini masih dijumpai anak-anak di persimpangan lampu merah.  

“Belum, karena masih ada ekspoitasi anak. Kita sering melihat anak-anak dari pagi sampai malam di jalan raya. Mereka berjualan hingga mengemis. Itu sangat disayangkan,” ungkap Rosmaini kepada Riau Pos, Ahad (8/4).

Ditambahkannya, anak-anak tersebut bukanlah berasal dari luar kota. Melainkan berasal dari Pekanbaru. Hal itu diketahui karena dirinya pernah bertemu dengan salah seorang anak yang berjualan dan menanyakan secara langsung. “Anak-anak itu kebanyakan orang Pekanbaru, bukan luar tempatan,” imbuhnya.

Terhadap kondisi ini sambung dia, pihaknya beberapa bulan yang lalu sempat berkoordinasi dengan Dissos Kota Pekanbaru untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Disampaikannya, OPD tersebut memang beberapa kali melakukan razia, kemudian melakukan pendataan. Namun anak-anak yang terjaring dilepas, sehingga kembali lagi ke jalanan.

“Dissos beralasan anak-anak tersebut seperti itu karena faktor ekonomi. Mencari nafkah merupakan tanggung jawab orang tua. Kita pun menyampaikan bagaimana kalau orang tuanya diajarkan untuk berwirausaha, seperti membuat kerajinan dan kue, kemudian dipasarkan dan kita pun siap membantunya. Supaya orangtuanya tidak membiarkan anak di jalan, karena tidak baik sekali dan mengkhawatirkan,” ungkap Rosmaini.

Selain itu dipaparkannya, sektor pendidikan belum dapat dipenuhi Pemko Pekanbaru dalam mewujudkan Pekanbaru kota laik anak. Di mana program pemerintah wajib belajar 12 tahun. Tapi saat ini masih terdapat ada anak yang putus sekolah. “Wajib belajar 12 tahun, masih ada anak yang putus sekolah. Kita juga jumpai anak yang memiliki tagihan di sekolah, ini banyak yang dikeluhkan orang tua,” paparnya.

Menurut Rosmaini, kota layak anak itu aman dari segala kejahatan. Selain itu tersedia seluruh fasilitas bagi anak, mulai dari kesehatan, taman bermain dan lain sebagainya.

“Sekarang saja sekolah yang dinilai aman saja sangat memprihatinkan, karena kita menemui kasus guru tega memperkosa murid. Di rumah yang kita anggap aman kerap terjadi kekerasan. Intinya, kalau bersama-sama bersinegeri, bisa terwujud kota layak anak. Seluruh satuan kerja di pemko itu saling bahu-membahu bekerja sama,” sebutnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kota Pekanbaru Mahyuddin mengatakan, setiap kota layak anak bukan berarti tidak terdapat kasus kekerasan. Tapi bagaimana pemerintah bereaksi cepat untuk menangani permasalahan tersebut.

“Setiap kota layak anak, bukan berarti tidak ada kekerasan di situ. Kekerasan tidak bisa diprediksi dan tidak bisa diantisipasi. Ada yang sifatnya spontan dan terencana. Tergantung mental masyarakat. Tapi kota layak anak itu sejauh mana negara peduli terhadap kekerasan yang terjadi. Contohnya, seperti ada kekerasan di panti asuhan. Pemerintah langsung peduli, ya kan? Di mana di dunia ini tidak ada kekerasan terhadap anak?” ungkap Mahyuddin.

Lanjut mantan Kadispas Kota Pekanbaru itu, pihaknya memastikan setiap kekerasan yang terjadi pada anak dan perempuan akan ditangani oleh pemerintah daerah. “Jadi bukan berarti indikatornya kekerasan terhadap anak nol, tidak mungkin itu. Tapi kita berharap seperti itu,” imbuhnya.

Selain itu dicontohkannya, ada pekerja anak-anak berjualan koran di persimpangan lampu merah. Persoalan tersebut di bawah tanggung jawab Dissos dan Satpol PP Pekanbaru. Kedua OPD tersebut sudah sering melakukan penertiban.

“Sekarang ini siapa yang menyuruh mempekerjakan anak-anak itu? Apakah media massa atau agennya? Itu perlu bekerja sama mengatasinya. Dipastikan ini diperhatikan. Namun menyelesaikannya tidak semudah yang dibayangkan. Pemerintah sudah hadir di sana melakukan razia. Ini berulang terus. Jadi, kalau Pekanbaru tidak layak menjadi kota anak karena persoalan tersebut, naif sekali. Sebab indikatornya banyak. Ada lima klaster penilaian kota layak anak itu,” ulas Mahyuddin.(rir)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook