PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - TikTok Indonesia menutup layanan social commerce TikTok Shop, Rabu (10/4) mulai pukul 17.00 WIB. Pemerintah Indonesia resmi menghapus aplikasi keranjang kuning yang selama ini banyak membantu para afiliator dan UMKM online dalam menjual produk dagangan mereka.
Mundurnya TikTok Shop dari perdagangan online di Indonesia tersebut buntut dari penegasan pemerintah mengenai aturan main social commerce yang tertuang di Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Alasan lain adalah lantaran banyaknya keluhan pedagang offline di sejumlah pusat perbelanjaan di Indonesia, termasuk Kota Pekanbaru yang mengalami penurunan omzet hingga 75 persen akibat harga jual yang cukup murah di aplikasi berbayar tersebut.
Penutupan aplikasi belanja online tersebut pun disambut rasa syukur oleh pedagang offline di seluruh Indonesia termasuk di Kota Pekanbaru. Pantauan Riau Pos, Rabu (4/10) ratusan pedagang di Sukaramai Trade Center (STC) yang merupakan pusat perbelanjaan pakaian grosir terlengkap di Kota Pekanbaru ramai-ramai melihat proses penutupan aplikasi belanja online dari smartphone mereka.
Sembari sambil berjualan seperti biasanya, mereka selalu memantau batas waktu penjualan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia terhadap para pelaku usaha online di Indonesia tersebut. Salah seorang pedagang pakaian batik di STC, Angga, mengaku sangat senang dengan penutupan aplikasi belanja online yang kerap memutus mata pencaharian para pedagang offline tersebut.
Pasalnya selama dua bulan terakhir, omzet penjualan pedagang turun drastis 50 hingga 75 persen akibat harga jual produk di online shop itu jauh lebih murah dari harga yang ada di pasaran. Hal inilah yang dirasakannya membuat mata pencaharian pedagang pakaian offline terganggu dan malah gulung tikar.
“Baguslah ditutup. Kami pun merasa dirugikan semenjak ada mereka. Bukan tidak laku, tapi harga jual yang mereka tawarkan merupakan harga pabrik sehingga membuat pedagang lokal harus menggulung tikar karena harga yang tidak wajar,’’ ucapnya.
Lanjut Angga, dirinya sebenarnya tidak mempermasalahkan jika aplikasi belanja online tersebut tetap ada. Namun tidak mengulas produk sembari berjualan dengan harga yang jauh dari seharusnya. Apalagi kualitas yang dijual di aplikasi belanja online tersebut tidak terlalu bagus sehingga dapat merugikan konsumen.
“Kami bukanlah iri, tapi dari segi kejujuran sudah pasti tidak dilakukan. Karena harga jualnya yang langsung dari pabrik, belum lagi kualitasnya yang tidak bagus juga merugikan konsumen. Kalau dijual sama rata seperti yang ada di offline pasti tidak ada yang keberatan,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh pedagang sepatu di STC, Ajo. Menurutnya selama keberadaan penjual online yang tidak mengikuti aturan dan malah mematikan usaha pelaku UMKM, pemerintah memang harus mengambil tindakan tegas. Pasalnya saat berjualan offline ia hanya mampu meraup keuntungan sebesar Rp1 juta sehari, itupun hanya di waktu akhir pekan, dan hari biasa tidak ada produknya yang terjual.
“Kalau mau jualan itu yang secara sehat. Kami di sini omzetnya tak sampai berjuta-juta sehari. Sedangkan biaya operasional, kami tetap bayar, kalau mereka (online) tidak. Kami mau pemerintah daerah juga membantu kami dalam menaikkan pendapatan kami sehingga kami bisa menghidupi keluarga,” ucapnya.
Sementara itu, Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemko Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutasuhut mengaku sedang melakukan diskusi terhadap para pelaku usaha di Pekanbaru agar bisa ikut meningkatkan perekonomian para pelaku UMKM lokal. Tidak hanya disediakan lokasi tetapi juga dibantu dalam hal proses promosinya.
“Kemarin kami udah mencoba mengajak pelaku usaha yang tergabung dalam kelompok pelaku usaha di Kota Pekanbaru agar keluhan yang dirasakan UMKM bisa diterima dan dirangkum serta didiskusikan dengan kami. Pemerintah juga bisa menetapkan regulasi atau perwako yang dapat membantu meningkatkan perekonomian mereka. Bukan sekadar menyediakan lokasinya saja, tapi proses promosinya tidak. Tentu ini menyulitkan pelaku usaha UMKM yang offline,” ucapnya.
Jika pedagang oflline bersyukur Tiktok Shop ditutup, sebaliknya pelanggan yang juga merupakan pengguna TikTok justru merasa kecewa dan berharap pemerintah bisa mengembalikan layanan penjualan online tersebut. Pantauan Riau Pos, Rabu (4/10) meskipun aplikasi e-commerce tersebut sudah hilang di TikTok, namun para pelaku usaha online masih tetap melakukan penayangan review terhadap barang dagangan mereka.
Sedangkan untuk proses pemesanan dan pembayaran mereka menggunakan aplikasi belanja online lainnya atau menggunakan aplikasi percakapan berupa WhatsApp atau mencantumkan link penjualan terpisah yang bisa digunakan oleh penonton.
Salah seorang pengguna akun TikTok @Whyuni mengaku sangat terbantu dengan keberadaan TikTok Shop karena harga yang ditawarkan jauh lebih murah dan kualitasnya tidak jauh berbeda dengan yang ada di pasaran. Meskipun harus menunggu waktu yang cukup lama untuk mendapatkan, namun keberadaan TikTok Shop yang sudah menyediakan jasa pengiriman menjadikan pelanggan sepertinya mereka terbantu.
Di hari terakhir kemarin, ia pun memanfaatkan waktu yang diberikan oleh pihak TikTok untuk bisa berbelanja kebutuhan melalui e-commerce tersebut. Karena banyak penjual yang menurunkan harga jual serta layanan gratis ongkos kirim yang cukup besar.
“Tadi (kemarin, red) sudah ikut checkout juga di keranjang kuning sebelum ditutup. Karena penjual banyak memberikan diskon. Tapi sayang sekali layanan ini sudah ditutup dan proses belanja di aplikasi tersebut semakin ribet. Karena harus membuka sejumlah aplikasi lainnya yang berbeda. Semoga saja ada solusi terbaik dari layanan ini baik untuk pedagang online ataupun offline serta pembeli,” harapnya
Sementara itu, akun TikTok Fetalave berharap TikTok dan pemerintah bisa mencari solusi terbaik untuk pelaku usaha online yang bergantung kepada proses penjualan di TikTok Shop. Pasalnya selama ini hanya kalangan artis saja yang benar-benar merasakan dampak positif dari keberadaan TikTok Shop sedangkan pelaku usaha online yang kecil dan tidak bisa melakukan live selama 24 jam sulit untuk mendapatkan keuntungan.
“Kalau bisa TikTok Shop itu tetap dibuka tapi hanya untuk pelaku usaha kecil saja yang menjual produk lokal. Kalau artis mereka bisa 24 jam live walaupun bukan mereka yang jualan tapi asistennya. Ini yang sebenarnya menyengsarakan pelaku usaha kecil baik online maupun offline. Karena keuntungan mereka sudah banyak mereka jual produk dengan harga termurah sehingga pembeli pindah kesana,” ucapnya.
Tak Terlalu Menganggu
Dalam pada itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki dalam kesempatan terpisah meyakini penutupan TikTok Shop tidak akan berdampak negatif pada pedagang yang selama ini memanfaatkan platform tersebut. ”Tidak akan terlalu mengganggu. Para pelaku UMKM yang jualan online bisa memanfaatkan promo produk di medsosnya, di TikTok. Kalau penjualannya di-direct kepada link misalnya, nanti di multiplatform,” kata Teten.
Tidak dimungkiri banyak UMKM yang menggunakan TikTok Shop. Namun, pedagang juga bisa berdagang pada layanan e-commerce lainnya. ”Tidak hanya TikTok Shop, bisa dijual di platform apa saja yang ada di Indonesia. Pembeliannya juga kan tinggal pindah channel saja,” jelasnya.(agf/lyn/c17/fal/jpg/das)
Laporan PRAPTI DWI LESTARI, Pekanbaru