PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Berlokasi di Jalan Kuda Laut, Sukajadi, Pekanbaru, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru taja diskusi "Menciptakan Kota Pekanbaru yang Ramah Disabilitas", Jumat (2/8).
Menurut staf Divisi Sipil dan Politik LBH Pekanbaru, Uli Br Situmorang, dasar diadakan diskusi untuk membentuk konsolidasi masyarakat peduli disabilitas agar menjadikan Kota Pekanbaru ramah disabilitas.
Di lain sisi, karena infrastruktur pelayanan umum belum terlihat memadai. Pun menurut UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas seharusnya penyandang disabilitas memiliki hak dan kesempatan sama untuk menikmati fasilitas umum layaknya nondisabilitas.
Lebih lanjut, pelayanan publik terhadap penyandang disabilitas pun kiranya bisa lebih maksimal. Artinya, disediakan khusus untuk penyandang disabilitas. "Yang mana jika orang nondisabilitas mengantre dengan berdiri, orang yang disabilitas bisa duduk dengan disediakan ruangan khusus," paparnya.
Turut hadir dalam diskusi, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Riau, HWDI Kota Pekanbaru, Fitri Riau, Sahabat Pelangi atau Komunitas Peduli Anak, Creative Projeck Tata Bahasa Bisindo, pegiat lingkungan dan masyarakat umum.
HWDI Riau, Fenty Widya penyandang disabilitas tuna daksa menginginkan, agar bangunan publik memiliki fasilitas untuk penyandang disabilitas. Misalnya halte Trans Metro yang sesuai dengan tataran disabilitas. "Tangganya tidak tinggi, dan tidak curam," ucapnya.
Kemudian HWDI Kota Pekanbaru, Leni menginginkan, agar adanya fasilitas di publik yang memadai. Misalnya di dinas-dinas ada parkir khusus untuk penyandang disabilitas. "Sehingga ketika datang untuk mengurus sesuatu tidak perlu berjalan jauh, karena akan menjadi lebih lelah," ucapnya.
Selain itu, pemerintah bisa mencontoh pusat perbelanjaan yang sudah memenuhi layanan disabilitas. Seperti LW, Transmart maupun MP. "Semoga bangunan-bangunan dinas yang baru maupun Polda yang baru ada tempat khusus untuk disabilitas," imbuhnya.
Lebih lanjut, menurut Founder Creative Projeck Santy Setyaningsih mengatakan, pemerintah di Riau bisa mencontoh di Jogjakarta yang kotanya sudah ramah lingkungan. Selain itu, banyak dibuatnya kursi di pinggir jalan, sehingga membuat disabilitas mudah untuk istirahat seperti yang ada di Malioboro.
Output dari diskusi tersebut antaralain, mendorong pengetahuan inklusi dan pelayanan disabilitas, advokasi revisi pergub dan perda, serta meningkatkan empati disabilitas.(*3)