“Coba saja tanya sama orangnya,” ujar Irwan.
Riau Pos mencoba memanggil pemilik warung. Beberapa menit menggedor-gedor pintu ruko hingga akhirnya sang pemilik, Suharyanto keluar dan mengajak masuk ke dalam. Kepada Riau Pos Suharyanto membenarkan BBPOM melakukan pemeriksaan terhadap bakso yang dijualnya. Ia menceritakan pemeriksaan oleh BBPOM sudah cukup lama. Yakni sebelum bulan Ramadan, hingga akhirnya Kamis (26/8) perintah tutup selama 21 hari ke depan dikeluarkan BBPOM.
Suharyanto membantah daging yang dia olah menjadi bakso mengandung babi. Dia pun menceritakan pengolahan bakso yang dia jual sebelumnya melalui penggilingan daging di Pasar Cik Puan.
“Daging saya beli di pasar. Habis itu langsung saya giling di Pasar Cik Puan,” sebutnya.
Diceritakan Suharyanto, warung bakso yang ia kelola sudah berdiri sejak 2004 lalu. Dalam perjalanan bisnisnya, sempat berpindah lokasi sebentar. Itu dikarenakan tempat yang digunakan untuk berjualan saat ini sedang mengalami perbaikan.
“Awalnya tahun 2004 kan di sini. Habis itu pindah sebentar nggak jauh dari sini. Sekarang ruko ini selesai dibangun saya pindah lagi ke sini,” ujarnya.
Suharyanto menambahkan, dalam sehari dia bisa mendapatkan omset hingga Rp1 juta. Jika dihitung dengan jumlah bakso, ada sekitar 5 kg sampai dengan 10 kg bakso yang habis dalam sehari. Memang, diakuinya, warung baksonya tutup karena arahan dari BBPOM Pekanbaru. Ia juga mengakui selama ini warung baksonya tidak memiliki izin laik sehat dari Pemko Pekanbaru.
“Karena kemarin istirahat untuk dibangun ruko. Mungkin mati nggak dibayar. Sekarang mau urus lagi,” tambahnya.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DPP) Kota Pekanbaru, Masirba Sulaiman menyebutkan, pihaknya sudah turun ke tempat penggilingan daging di Pasar Cik Puan tersebut.
“Asal usul daging yang digiling tidak jelas. Apakah yang digiling itu daging ayam, sapi, kerbau atau babi. Semestinya daging yang digiling itu berasal dari Rumah Potong Hewan (RPH) sehingga dinyatakan laik,” sebut Irba.
Selain itu dikatakan Irba, pemilik penggilingan tidak pernah menanyakan asal-usul daging yang dibawa masyarakat untuk digiling.