AMSTERDAM (RIAUPOS.CO) - Namanya Ryan Gravenberch. Pemain belia ini dianggap akan menjadi salah satu bintang Ajax Amsterdam di masa datang. Segalanya sudah dia miliki sebagai seorang gelandang. Kini jalan terbuka lebar baginya untuk menyamai atau bahkan melewati Paul Pogba, pemain yang dianggap mirip dengan dirinya.
Sosok Gravenberck mulai dikenalkan ke publik 2018 lalu saat partai Liga Belanda antara tim tamu, Ajax, melawan tuan rumah PSV Eindhoven di Stadion Phillips. Mesti hanya tampil sebagai cadangan, namun orang yakin, pemain berdarah Suriname ini akan menjadi salah satu magma baru di Ajax.
Dalam pertandingan itu, Ajax memang kalah telak 0-3 dari seteru terbesarnya itu. Namun, setidaknya De Godenzonen tak pulang dengan tangan hampa. Di balik hasil buruk itu, sebuah bintang lahir.
Tak lama setelah laga rampung, Gravenberch diberi ucapan selamat oleh Clarence Seedorf. Pementasan pertama Gravenberch di tim senior Ajax itu membawanya ke rekor pemain termuda klub sepanjang sejarah. Umurnya kala itu baru menyentuh 16 tahun dan 130 hari atau setara dengan rata-rata usia siswa kelas 10 Sekolah Menengah Atas.
Tebak siapa yang memegang rekor sebelumnya? Betul, dialah Seedorf. Pemain yang identik dengan rambut gimbalnya itu mengukir rekor di laga debutnya pada 1992.
"Selamat sudah memecahkan rekor saya. Saya berharap kamu memiliki karier yang sukses, seperti saya. Tetap fokus dan pastikan kamu terus menyukai permainan ini," tulis Seedorf di Instagram.
Doa Seedorf tak langsung terkabul. Gravenberch digembleng lebih dulu di Jong Ajax. Bersama tim junior Ajax itu dia menghabiskan sebagian besar musim 2018/19.
Bukan tanpa dasar kuat Erik ten Hag membuat keputusan itu. Arsitek yang juga murid Pep Guardiola itu telah menyiapkan satu slot untuk Gravenberch di musim selanjutnya.
"Kami punya rencana untuknya, itulah mengapa dia melakukan debutnya. Kami telah melihat potensinya dalam latihan dan dia sekarang melanjutkan tren positif itu," kata Ten Hag kepada FOX Sports.
Ten Hag tak omong kosong. Dia benar-benar memberikan kesempatan buat Gravenberch untuk mentas di tim utama. Sembilan kali Ten Hag menurunkannya di Eredivisie sejauh ini. Rincinya, 5 kali sebagai starter dan 4 sisanya sebagai pengganti. Dalam durasi mainnya yang minim itu Gravenberch sukses menyumbang 2 gol dan 1 assist. Ini jelas bukan catatan yang buruk untuk remaja 17 tahun, di posisi gelandang pula. Secara posisi, Gravenberch dituntut untuk bermain lebih defensif. Namun, secara peran, dia punya keleluasaan untuk membantu serangan.
Saat Ajax bersua ADO Den Haag Desember lalu, misalnya, Ten Hag memasang Gravenberch sebagai gelandang bertahan bersama Donny van de Beek. Pada praktiknya, pemain keturunan Suriname itu intens bergerak secara vertikal untuk membantu serangan. Hasilnya? Masing-masing satu gol dan assist dibuatnya untuk Ajax.
Gravenberch punya kemampuan dribel dan umpan yang mumpuni. Ditulis Whoscored, rata-rata umpan kuncinya per laga mencapai 1,3 per laga. Jumlah itu masih lebih banyak dari David Neres dan Nicolas Tagliafico yang jadi pengakomodir serangan Ajax di sisi tepi.
Spesialisasi itu dibubuhi posturnya yang menjulang (190cm). Selain memudahkannya untuk berkreasi, perawakan demikian sekaligus mendukungnya untuk berduel di area sentral. Maka jangan heran kalau Gravenberch digadang-gadang sebagai penerus Paul Pogba. Postur, area operasi, serta kemampuan olah bola keduanya relatif identik.
Meski di satu sisi, Gravenberch masih harus meningkatkan determinasinya. Karena, ya, sebagai gelandang tengah modern dia dituntut untuk melakukan aksi bertahan dan menyerang sama baiknya. Untuk menyamai Pogba, dia masih harus meningkatkan permainannya dua sampai tiga level lagi.
Musim lalu santer diberitakan bahwa Juventus menginginkan jasa Gravenberch. Kabar baik buat Ajax, dia masih berkeinginan menetap di Johan Cruyff Arena.
"Dia bisa pergi ke mana saja. Saya melihat semua klub (yang meminati dirinya, red)," kata ayah Gravenberch kepada Ajax Showtime yang dikutip Kumparan.
"Berjuta-juta euro mungkin akan datang tetapi kami membahasnya dengan tenang di rumah, kemudian kami duduk sebagai sebuah keluarga. Saya menjelaskan situasinya dan akhirnya Ryan memberikan pendapatnya. Dia selalu mengatakan untuk tetap bersama Ajax."
Sudah sepantasnya Ajax tak membiarkan Gravenberch pergi dengan prematur. Di musim panas lalu saja mereka telah melepas Frenkie De Jong dan Matthijs de Ligt sekaligus. Belum lagi dengan kepastian melepas Hakim Ziyech ke Chelsea di akhir periode ini.
Setidaknya, biarkan Gravenberch merekah lebih dulu. Baru setelah itu biarkan dia terbang tinggi dua atau tiga musim ke depan.
Sumber: Thelegraf/AFP/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun