Ada tiga apotek yang didatangi rombongan Menko PMK. Yakni, Apotek Sehat, apotek di RS PMI Bogor, dan Apotek Villa Duta. Dari tiga apotek tersebut, Menko PMK mendapati bahwa pengelola sudah mematuhi imbauan Kemenkes untuk tidak menjual obat sirup. Mereka telah memasang pengumuman terkait tidak memperjualbelikan obat sirup untuk sementara. ”Semua yang kami lihat, alhamdulillah sudah mematuhi. Tidak lagi melayani penjualan dan resep berbentuk obat sirup,” terangnya.
Dalam sidak tersebut, dia juga mendapati bahwa apotek-apotek itu sudah menyiasati pengganti obat sirop dengan meracik obat puyer. ”Kalau ada resep dokter sudah memberikan alternatif dalam bentuk puyer, sehingga memang butuh waktu meracik lagi. Tetapi itu solusi tepat,’’ ujarnya.
Selain melakukan sidak, mantan Mendikbud itu juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengusut kasus AKI pada anak-anak tersebut. Pengusutan itu penting untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana di balik kasus tersebut. Sebab, gangguan ginjal kronis itu sudah mengancam upaya pembangunan SDM, khususnya perlindungan terhadap anak. Selain itu, adanya kemungkinan masih terdapat korban lagi.
Permintaan itu disampaikan setelah rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Yakni, Kemenkes, Kemendag, Kemenperin, dan BPOM. Rakor dihadiri oleh Menkes Budi G. Sadikin dan jajaran pejabat eselon I Kemenkes, Kepala BPOM Penny Lukito, Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemendag Ignatius Warsito, serta Direktur Impor Kemendag Sihar Pohan pada Jumat (21/10). ”Saya langsung telepon ke Pak Kapolri supaya kasus gagal ginjal akut ini diusut untuk ditelaah kemungkinan adanya tindak pidana,’’ ucapnya.
Muhadjir menegaskan, pengusutan tersebut penting lantaran bahan baku obat yang dicurigai tercemar EG dan DEG itu adalah hasil impor. Sementara itu, di negara asal tak ada kasus seperti yang tengah dialami Indonesia saat ini. ”Karena itu, perlu diadakan pelacakan mulai dari asal muasal bahan baku, masuknya ke Indonesia, hingga proses produksi obat-obat yang mengandung dua zat berbahaya itu,” jelasnya.
Masyarakat juga kembali diimbau untuk tidak mengonsumsi obat sirup untuk anak-anak. Menurutnya, bila ingin mengonsumsi obat tersebut, harus ada resep dan rekomendasi dari dokter. ’’Terutama anak-anak usia 1–15 tahun. Mohon diwaspadai betul penggunaan obat sirop,” katanya.
Selain itu, untuk mengantisipasi agar tak ada lagi korban, Muhadjir meminta pelayanan kesehatan dari tingkat terkecil di desa atau kelurahan lebih proaktif turun ke lapangan. Mereka harus melakukan penyisiran kasus. Mulai dari mengecek hingga mendata riwayat kesehatan dan obat yang dikonsumsi anak-anak. Dia tak ingin pelayanan kesehatan hanya menunggu pasien datang. Tetapi harus menyisir sampai tingkat terbawah untuk dicatat riwayat kesehatan atau pengobatannya.
’’Saya mohon kepala desa, bidan desa, dan kepala puskesmas untuk menyisir anak-anak usia 15 tahun ke bawah. Lakukan pemeriksaan secara masif, baik mereka yang sudah memakai obat sirop maupun yang belum,” tutur mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tersebut. (tyo/dee/mia/c18/oni/jpg/muh)
Laporan JPG, Jakarta