Lagi-lagi kekhawatiran gangguan kesehatan dari pernikahan di usia anak bisa ditangani. Terkait dengan akses pendidikan mau pun pekerjaan, Harisudin mengatakan menikah di usia 16 tahun tidak menghalangi perempuan untuk tetap bisa sekolah, kuliah, mau pun bekerja.
Harisudin mengatakan pembatasan usia perkawinan di UU 1/1974 itu sudah melalui sejumlah kajian dan pertimbangan. Di antaranya adalah batas usia itu sudah memenuhi prinsip kematangan kedua calon mempelai. Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 15 dinyatakan bahwa untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, umur menikah laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun.
’’Saya tidak setuju (dengan penambahan usia pernikahan, red),’’ katanya.
Dia menegaskan kriteria usia di UU 1/1974 itu sudah ideal. Jangan sampai menambah usia pernikahan itu justru membuka pintu hubungan seks di luar pernikahan. Dia mengatakan saat ini pergaulan anak-anak sudah cukup bebas.
’’Bahkan kalau bisa usia nikah diturunkan (kurang dari 16 tahun, red),’’ ujarnya.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan permasalahan pernikahan tidak sekadar pertimbangan sosial, ekonomi, dan kesehatan.
’’Tetapi juga harus mempertimbangkan aspek agama,’’ katanya. Zainut mengatakan pernikahan itu bagian dari perintah agama. Sehingga sah dan tidaknya sebuah perkawinan, harus didasarkan pada nilai-nilai atau ajaran agama.
Zainut mengatakan menurut pandangan MUI, keberadaan UU 1/1974 tentang Perkawinan merupakan peraturan yang monumental. Regulasi itu lahir atas aspirasi umat Islam pada masa orde baru. MUI meminta kepada pemerintah, sebelum menerbitkan Perppu atas UU 1/1974 supaya berkonsultasi dengan MUI dan ormas-ormas keagamaan lainnya.
Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Muhammadiyah Amin mengatakan dukungan terhadap rencana penerbitkan Perppu tentang perkawinan. Namun dia mengatakan belum mengetahui apakah di Perppu itu nantinya akan tertuang klausul penambahan usia minimal perkawinan.(wan/jpg)