JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kasus Covid-19 masih merangkak naik. Meski demikian, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim bahwa pertumbuhan kasus di Indonesia paling terkendali jika dibandingkan dengan lima negara tetangga. Lima negara tersebut adalah India, Filipina, Singapura, Malaysia, dan Thailand.
‘’Karena pertambahan kasus di Indonesia paling rendah,” ungkap Jubir Vaksinasi Covid-19 Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi, Sabtu (29/1).
Dia menyebutkan, per 26 Januari, angka kasus baru di Indonesia mencapai 13,27 per 1 juta penduduk. Untuk Singapura, kasus baru mencapai 825,80 per 1 juta penduduk. Lalu, Malaysia 121,19 per 1 juta penduduk, Filipina 233,71 per 1 juta penduduk, Thailand 110,20 per 1 juta penduduk, dan India dengan 220,71 per 1 juta penduduk. ”Grafik pertambahan kasus Covid-19 di Indonesia dominan landai,” ujarnya.
Kemenkes telah melakukan berbagai kebijakan untuk mencegah persebaran Covid-19. Setiap pertambahan kasus, baik sedikit maupun banyak, akan direspons dengan tata laksana perawatan yang baik. ”Salah satunya, Kemenkes menyediakan tempat tidur perawatan di rumah sakit mencapai 120 ribu hingga 130 ribu,” ungkapnya.
Vaksin booster juga telah diberikan kepada masyarakat. Yang terbaru, pemerintah berfokus memberikan vaksin booster dari AstraZeneca. ”Ini untuk triwulan pertama 2022,” jelasnya.
Nadia menjelaskan, vaksinasi booster ini dilaksanakan serentak di seluruh kota. Sasarannya adalah masyarakat umum tanpa menunggu target 70 persen tercapai. ”Semua daerah mulai vaksin booster,” terangnya.
Guru besar Universitas Indonesia (UI) Tjandra Yoga Aditama menyampaikan, berdasar data, ada negara yang menunjukkan penurunan kasus Covid-19 pekan ini. Contohnya, Amerika Serikat yang mengalami penurunan kasus 24 persen jika dibandingkan pada pekan sebelumnya. Namun, pada periode yang sama, ada negara yang masih mengalami kenaikan kasus. Misalnya, Brasil naik 73 persen, India naik 33 persen, dan Prancis naik 21 persen.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Tjandra menyebutkan, pada 28 Januari, tercatat ada 9.905 kasus positif harian. Kemudian, pada 29 Januari kasus naik menjadi 11.588 kasus. Ditarik lebih ke belakang, pada 21 Januari lalu ada 2.166 kasus baru dalam sehari dengan rata-rata kasus mingguan 1.251 orang. ”Sudah naik beberapa kali lipat. Apalagi bila dibandingkan dengan angka pada 1 Januari 2022,” jelasnya.
Saat tahun baru itu, hanya ada 274 kasus sehari dan rata-rata mingguan kasus baru 190 kasus saja. ”Jelas kita perlu ekstrawaspada,” tuturnya.
Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan ketentuan protokol kesehatan (prokes) dalam peringatan Imlek yang jatuh pada 1 Februari 2022. Dia meminta umat Khonghucu tetap menjalankan prokes dalam merayakan Tahun Baru Imlek. Sebab, pandemi saat ini masih membahayakan dan butuh kewaspadaan bersama. ”Apalagi dengan terus melonjaknya kasus penularan lokal varian Omicron,” katanya, Sabtu (29/1).
Yaqut menuturkan, perkembangan kasus Covid-19 saat ini sudah seharusnya membuat umat Khonghucu dan masyarakat umum semakin berhati-hati. Dia mengajak umat Khonghucu merayakan Imlek dengan kesederhanaan dan sesuai prokes tanpa mengurangi makna.
Pada prinsipnya, di dalam surat edaran yang diterbitkan Kemenag, Tahun Baru Imlek dapat dirayakan di semua kelenteng, miao, litang, dan xueteng. Namun, kegiatan tersebut dilakukan secara terbatas. ”Sesuai dengan level PPKM daerah setempat,” ujar Yaqut.
Selain itu, umat Khonghucu tidak dianjurkan untuk ke luar kota atau mudik. Kemudian, menghindari acara keramaian dan kebiasaan kumpul-kumpul bersama keluarga atau kerabat dalam jumlah besar. Yaqut mengingatkan, perayaan Imlek wajib dikoordinasikan dengan satgas Covid-19 di lingkungan masing-masing.
Pada bagian lain, anggota Komisi IX DPR Charles Honoris menyoroti angka keterisian tempat tidur rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) yang sudah mencapai 45 persen akibat varian Omicron di DKI Jakarta. Menurut dia, pemerintah harus segera memperbanyak tempat isolasi terpusat (isoter). Upaya itu penting agar BOR faskes di ibu kota tetap terkendali.
”Sehingga faskes tetap bisa melakukan pelayanan kesehatan yang optimal dan tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat,” terangnya.
Menurut data terbaru, mayoritas pasien Covid-19 yang dirawat di RS wilayah DKI Jakarta bergejala sedang (51 persen) dan ringan (38 persen). Selebihnya tidak bergejala (7 persen), berat (3 persen), dan kritis (1 persen). BOR faskes di Jakarta masih didominasi pasien gejala sedang dan ringan karena banyak warga ibu kota yang tidak punya tempat isolasi mandiri di rumahnya. Selain itu, banyak yang khawatir jika isolasi tidak diawasi tenaga medis bisa berakibat fatal.
Karena itu, lokasi isolasi terpusat di Jakarta perlu diperbanyak untuk menampung pasien gejala sedang dan ringan. Dengan isolasi terpusat, tempat tidur di faskes tetap tersedia bagi pasien gejala berat dan kritis.
Charles menegaskan, pelipatgandaan tempat isolasi terpusat mendesak dilakukan dalam waktu dekat. Sebab, kenaikan angka penularan Omicron sekarang baru fase awal. Jika berkaca pada kasus di Amerika Serikat yang mengalami kenaikan penularan varian Omicron tiga kali lipat daripada Delta, kasus harian di Indonesia bisa mencapai ratusan ribu. Kasus harian di DKI Jakarta bisa tembus puluhan ribu.
”Jika BOR tidak dikendalikan sejak awal dengan melipatgandakan tempat isolasi terpusat, dikhawatirkan layanan kesehatan faskes bisa kolaps ketika Omicron mencapai puncaknya,” jelasnya.
Menurut dia, sekarang waktunya belum terlambat bagi pemerintah untuk melipatgandakan tempat isolasi terpusat sambil mempersiapkan segala skenario menghadapi puncak penularan Omicron. Skenario yang matang tentu akan membuat masyarakat tenang dan tidak mudah panik.
”Agar kita bisa sama-sama melewati badai Omicron yang diprediksi banyak ahli sebagai fase transisi pandemi menuju endemi Covid-19,” tandas politikus PDI Perjuangan (PDIP) tersebut.(idr/wan/lum/c14/oni/jpg)
Laporan JPG, Jakarta