JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Ekonom Senior Faisal Basri mengusulkan pemerintah perlu menghilangkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap. Ia menilai, subsidi BBM hanya seperti candu yang membuat konsumen terlena dan ketergantungan.
Ia juga mengakui bahwa melepaskan diri dari ketergantungan tersebut memang sulit. Namun, ia memandang penghapusan subsidi BBM bukanlah hal yang mustahil.
“Demi kebaikan perekonomian nasional dan kesejahteraan bangsa, secara bertahap subsidi BBM harus dihilangkan,” kata Faisal dalam website pribadinya, dikutip Ahad (28/8/2022).
Dalam tulisan tersebut, Faisal juga memaparkan alasan soal perlunya penghapusan subsidi BBM. Ia berpendapat, selama ini anggaran subsidi BBM hanya menimbulkan biaya ekonomi, fiskal, sosial dan lingkungan.
Bahkan, lanjut Faisal, subsidi BBM itu dinilai bertentangan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti dari sisi ekonomi, ia menilai subsidi BBM justru menimbulkan efficiency cost karena mengaburkan sinyal harga yang tinggi namun dipaksa rendah.
Baginya, harga BBM memang patut disesuaikan dengan mekanisme pasar karena perlu mengikuti harga minyak mentah dunia. Namun, dalam beleid Pasal 72 PP Nomor 30 tahun 2009 menyatakan bahwa harga bahan bakar minyak dan gas bumi diatur dan/atau ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam aturan itu, kata Faisal, memang tidak disebutkan bahwa pemerintah harus memberikan subsidi, tapi pemerintah jadi memiliki hak untuk melakukan intervensi harga BBM. Salah satunya dengan memberi subsidi dan kompensasi.
“Pemerintah tampak tidak ingin harga jual eceran BBM berubah-ubah mengikuti perubahan harga minyak di pasar dunia. Sebab, (bagi pemerintah) menaikan harga BBM yang tinggi menimbulkan citra buruk dan ketidakpuasan masyarakat,” jelas Faisal.
Sementara dari sisi fiskal, pengeluaran untuk subsidi BBM justru menjadi beban berat anggaran negara. Sehingga berdampak terhadap berkurangnya kemampuan negara untuk membiayai kebutuhan lain yang langsung menyasar masyarakat miskin” imbuhnya.
Selain penghapusan kebijakan subsidi, Faisal juga menyarankan pemerintah untuk mendorong produksi minyak bumi dan peningkatan ketahanan energi.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan tidak akan mencabut anggaran subsidi dan kompensasi BBM di tengah melonjaknya harga minyak mentah dunia. Salah satu opsi untuk menghadapinya pemerintah berencana melakukan pengendalian harga jual.
Tadi ada seolah-olah persepsi mengenai harga BBM ini bahwa subsidinya akan dihapus. Kami ini sudah menyediakan Rp502 triliun untuk subsidi elpiji, listrik, dan BBM. Jadi kalau dibilang jangan dicabut subsidinya, orang duitnya Rp500 triliun nggak dicabut,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja DPD RI di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Sementara pada Jumat (26/8/2022), Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan bahwa dari total subsidi Pertalite Rp93,5 triliun, 80 persen dinikmati rumah tangga yang relatif mampu bahkan sangat kaya. Sedangkan masyarakat miskin hanya 20 persennya.
“Ini artinya dengan ratusan triliun subsidi yang kita berikan, yang menikmati adalah kelompok yang justru paling mampu. Karena mereka yang mengkonsumsi BBM itu. Yang miskin justru kecil,” ungkapnya.
Sementara itu, kuota subsidi Pertalite diproyeksikan akan habis pada Oktober mendatang. Dari alokasi 23 juta kiloliter subsidi yang telah terpakai adalah 16,4 juta kiloliter sampai Juli 2022. Ia menyebut kuota menipis seiring dengan semakin masifnya mobilitas masyarakat.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman