JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) sudah diumumkan pada pertengahan pekan ini. Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mulai melakukan lawatan ke daerah-daerah yang angka stunting-nya cukup tinggi. Lawatan dimulai dari Aceh.
Permasalahan stunting tidak terlepas dari kasus kemiskinan ekstrem yang melanda beberapa keluarga di Indonesia. Penduduk miskin ekstrem berpotensi melahirkan anak stunting. Pada kunjungannya ke Aceh, Muhadjir berharap data penyasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE) sudah didapatkan oleh masing-masing desa. Dengan begitu, jika terdapat perbedaan data, dapat langsung direvisi dan dilaporkan kembali ke Kemenko PMK.
’’Mereka yang diutamakan berada di kategori miskin ekstrem adalah di desil 1 dan desil 2,” ujarnya.
Desil adalah kelompok persepuluhan yang menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Desil itu menjadi bagian dari data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Muhadjir menyebut, banyak persoalan yang perlu menjadi perhatian dalam penanganan stunting. Salah satunya adalah kurang tercukupinya kebutuhan gizi balita dan ibu hamil. Penyebabnya adalah perilaku serta kesadaran masyarakat yang masih rendah terkait pola asuh dan konsumsi makanan bergizi.
’’Kalau bisa, balita dan ibu hamil diperhatikan kandungan gizinya, perbanyak makanan yang mengandung protein hewani seperti telur, ikan, atau daging ayam. Kalau dulu dikasih biskuit, sekarang utamakan pangan lokal,’’ bebernya.
Dalam SSGI, selain stunting, juga terlihat masalah gizi di Indonesia. Jika prevalensi stunting turun dari 24,2 menjadi 21,6, jumlah anak yang mengalami wasting dan underweight justru naik. Pada 2021, anak yang mengalami wasting adalah 7,1 persen. Lalu, pada 2022 jumlahnya naik menjadi 7,7 persen. Yang mengalami underweight juga naik dari 17 persen menjadi 17,1 persen.
’’Kalau mau menurunkan stunting, maka harus menurunkan masalah gizi sebelumnya, yaitu weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk. Kalau empat masalah gizi tersebut tidak turun, stunting akan susah turun juga,” tambah Dirjen Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi.
Lebih lanjut Endang mengatakan, gangguan pertumbuhan dimulai dengan terjadinya weight faltering atau berat badan tidak naik sesuai standar. ’’Jika dibiarkan, anak-anak yang weight faltering bisa menjadi Idan berlanjut menjadi wasting,” ujarnya. Jika berkepanjangan, akan terjadi stunting.
Terkait stunting, ada dua kelompok umur yang sangat signifikan dan penting untuk dilakukan intervensi. Yakni, saat kondisi sebelum kelahiran dan setelah mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI). Pemerintah memberikan makanan tambahan untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia. Pemerintah akan beralih dari pemberian biskuit menjadi makanan lokal.
’’Kami sudah mulai tahun 2022 di 16 kabupaten/kota karena kami mau lihat pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal bisa dilakukan tidak,” ucap Endang. Ke-16 kabupaten/kota percontohan itu berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Selatan. Tahun ini diperluas ke 389 kabupaten/kota.(lyn/c6/oni/jpg)