Bank Dunia Prediksi Ekonomi Tumbuh di Atas 5 Persen

Nasional | Rabu, 28 September 2022 - 14:39 WIB

Bank Dunia Prediksi Ekonomi Tumbuh di Atas 5 Persen
Aaditya Mattoo (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Bank Dunia memprediksi perlambatan ekonomi yang terjadi di Cina tidak akan berdampak ke Indonesia. Kepala Ekonom Bank Dunia Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo menuturkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi ada di level 5,1 persen pada 2022 dan 2023.

Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Cina yang ditaksir hanya tumbuh 2,8 persen. "Cina, yang sebelumnya memimpin proses pemulihan di kawasan ini, diproyeksikan bertumbuh sebesar 2,8 persen pada tahun ini. Suatu penurunan tajam dari 8,1 persen pada tahun 2021,"ujar Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo.


Aaditya menjelaskan, pelonggaran pembatasan mobilitas di RI memicu tumbuhnya konsumsi domestik. Tingginya harga komoditas saat ini juga menjadi angin segar bagi RI dan Malaysia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga disebut tak bergantung pada permintaan ekspor. "Pertumbuhan yang melambat di Cina berdampak negatif pada ekspor negara-negara ke Cina. Tetapi Indonesia tidak terlalu bergantung pada permintaan ekspor, dibandingkan negara lain seperti Vietnam dan Malaysia,"jelasnya.

Namun, tetap ada tantangan yang harus diwaspadai bagi negara-negara di Asia Timur dan Pasifik. Salah satunya yakni dampak kebijakan moneter ketat yang dilakukan oleh negara maju.

Kebijakan itu dikhawatirkan akan meningkatkan risiko capital outflow bagi negara-negara berkembang. "Modal asing yang mengalir keluar dari pasar negara berkembang mengarah ke depresiasi mata uang pasar negara berkembang, yang dapat melewati target inflasi,"tuturnya.

Dinamika itu juga memicu naiknya beban utang yang harus dibayar, serta menyusutkan ruang fiskal. Hal itu tentu berakibat negatif pada negara-negara yang memasuki masa pandemi dengan beban utang yang tinggi.

Perusahaan di Indonesia, Filipina, dan Vietnam disebut memiliki porsi utang jatuh tempo dalam bentuk pinjaman yang lebih besar, dibandingkan dengan di obligasi. "Setidaknya 60 persen dari utang yang akan jatuh tempo dalam mata uang asing, membuat perusahaan khususnya rentan terhadap depresiasi nilai tukar,"katanya.(dee/dio/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook