KIEV (RIAUPOS.CO) - ''Saya sudah tua. Saya ingin mati di Kiev.'' Pernyataan itu diungkapkan Tamila Melnichenko. Lelaki 82 tahun tersebut adalah salah seorang penduduk Ukraina yang terpaksa mengungsi ke Polandia.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina berkecamuk pada 24 Februari 2022, ada lebih dari 9 juta warga Ukraina yang mengungsi ke Polandia saja. Sebagian sudah kembali pulang atau menuju daerah lain. Kini tinggal sekitar 1,5 juta orang.
Namun, pulang ke Ukraina bukan hal yang mudah. Perang masih terjadi. Belum ada tanda-tanda bakal berhenti. Banyak apartemen dan infrastruktur di negara yang dipimpin Presiden Volodymyr Zelensky itu yang luluh lantak akibat bom. Termasuk permukiman penduduk. Baik di wilayah pinggiran yang berdekatan dengan perbatasan Rusia maupun di Kiev, ibu kota Ukraina.
Kini membangun kembali Ukraina butuh biaya yang tidak sedikit. Kerusakan permukiman dan infrastruktur dampak perang diperkirakan mencapai 138 miliar dolar AS atau setara Rp2,09 kuadriliun. Adapun total keseluruhan pembangunan kembali dapat menelan biaya hingga lebih dari 1 triliun dolar AS atau Rp15,2 kuadriliun.
Menurut Wakil Perdana Menteri Ukraina Yulia Svydyrenko, mitra pihaknya di Eropa menegaskan bahwa pembangunan seharusnya tidak dilakukan tahun ini. ”Tapi, bagi kami, jelas itu harus dimulai tahun ini,” ujarnya seperti dikutip Politico. Keperluan dana untuk membangun kembali tersebut menjadi yang terbesar sejak Perang Dunia II. Karena itu, harus dilakukan secepatnya. Langkah pertama yang akan dilakukan Ukraina adalah memastikan ada asuransi yang bakal menanggung risiko untuk pembangunan sekolah, jembatan, atau infrastruktur baru jika serangan Rusia menimbulkan kerusakan.
Svydyrenko yang juga menteri pembangunan ekonomi dan perdagangan mengatakan, pihaknya sudah melakukan pembicaraan lanjutan dengan AS, Inggris, dan Uni Eropa tentang bagaimana melakukan penilaian risiko yang tepat dan memberikan asuransi di masa perang tersebut.
Kiev juga sedang berdiskusi dengan Badan Penjamin Investasi Multilateral (MIGA) Bank Dunia dan Korporasi Keuangan Pembangunan Internasional (DFC) AS. Keduanya telah setuju.(sha/esi)
Laporan JPG, Keiv