Terpisah, kebijakan wajib PCR penumpang pesawat ditanggapi dingin oleh dewan. Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Demokrat Irwan menilai aturan itu memberatkan masyarakat yang sudah terpukul akibat pandemi. Dia berpendapat semestinya biaya tes PCR ditanggung pemerintah.
"Sejak awal sudah minta pemerintah agar ambil alih tanggung jawab terkait biaya PCR. Jangan rakyat yang sudah susah harus menanggung beban deritanya," ujarnya.
Dia mengatakan, pemerintah berkontribusi besar menambah derita rakyat dengan mewajibkan PCR bagi penumpang pesawat tanpa menanggung biaya PCR-nya atau menurunkan harga menjadi terjangkau. Wakil Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR itu mendorong agar pemerintah harus bijak dan tidak menambah beban masyarakat. Terlebih di tengah cakupan vaksinasi yang belum optimal.
"Saya sepakat jika ditengah masih rendahnya persentasi realisasi vaksinasi oleh pemerintah maka wajib PCR menjadi salah satu kunci untuk menekan kenaikan Covid-19 di Tanah Air. Tetapi yang utama adalah pemerintah harus punya solusi yang bijaksana dan bukan justru menambah derita rakyat," jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, jika pemerintah tidak mampu menanggung biaya PCR, maka setidaknya pemerintah bisa menurunkan kembali standar biaya PCR. Sebab, nominal tes PCR di kisaran Rp450.000-Rp550.000 terbilang masih tinggi.
"Tentu harga PCR ini harus bisa diturunkan ke harga yang terjangkau oleh seluruh pengguna transportasi udara," desak legislator asal Kalimantan Timur itu.
Penolakan pemberlakuan PCR untuk penerbangan juga disampaikan oleh Fraksi PKS DPR. Anggota Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama menilai bahwa pemberlakuan PCR untuk penerbangan ini ironis di tengah situasi pandemi Covid-19 yang justru mulai membaik. Menurut hemat Suryadi, justru persyaratan perjalanan seharusnya dibuat lebih mudah.
"Karena saat ini kondisi sudah jauh lebih baik, sehingga menjadi ironi jika ketentuan penerbangan malah diperketat," jelas Suryadi lewat keterangan tertulis kemarin.
Aturan ini menurut dia semakin memberatkan masyarakat, khususnya calon penumpang. Apalagi dia menilai bahwa persyaratan maksimal 2x24 jam juga amat singkat dan sulit dipenuhi.
Lebih lanjut, Suryadi menyebutkan bahwa pemberlakuan aturan untuk Jawa dan Bali ini tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Daerah di Jawa dan Bali rata-rata sudah berada pada level 2 dan 1 serta tingkat penerimaan vaksin sudah tinggi, sehingga kewajiban PCR tidak relevan. Selain itu, kewajiban PCR juga dinilai diskriminatif karena hanya diterapkan pada perjalanan via udara.
Padahal, Suryadi berpendapat bahwa perjalanan udara relatif lebih singkat dan lebih aman karena adanya fitur High Efficiency Particulate Air (HEPA) untuk menyaring virus dan bakteri. "Padahal perjalanan udara relatif lebih singkat dibandingkan perjalanan darat sehingga interaksi antar penumpang justru bisa diminimalkan," lanjutnya.
Ruslan: Apa Guna Divaksin?
Aturan naik pesawat bagi calon penumpang wajib tes PCR sebagai syarat penerbangan dinilai hanya memberatkan masyarakat. Kebijakan ini mendapat tanggapan dari anggota DPRD kota Pekanbaru, Ruslan Tarigan.
Menurutnya, saat ini untuk warga masyarakat Pekanbaru saja, sudah lebih dari 73 persen divaksin, namun ketika untuk melakukan perjalanan via udara diwajibkan menunjukkan PCR lagi, mendapat penolakan darinya.
"Ini memberatkan pastinya, apa gunanya kita divaksin sampai dua kali jika untuk naik pesawat diminta PCR lagi? Kebijakan ini harus dievaluasi lagi," kata Ruslan kepada wartawan, Ahad (24/10).
Disampaikan Ruslan, dalam kebijakan penerbangan, calon penumpang juga diwajibkan menunjukkan surat keterangan negatif Covid-19 dari hasil tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Disebutkan politisi PDIP ini, Intruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 tentang PPKM Level 3, 2, dan 1 di Jawa dan Bali yang dikeluarkan Tito Karnavian, selaku Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
"Kalau menurut saya, mewakili masyarakat supaya mendagri mencabut dan membatalkan instruksi ini. Wajib PCR ini hanya menyusahkan rakyat, " tegasnya.
Ruslan berharap, aturan terbang itu cukup dengan rapid antigen saja bagi yang sudah vaksin. Sementara bagi yang belum vaksin disarankan saja untuk vaksin dahulu.
"Ini akan lebih baik. Atau jika memang wajib PCR turunkan harganya jangan kemahalan. Sekarang masyarakat sudah susah Pak, masa mau dibisniskan lagi PCR ini, " ujarnya.
Ditegaskan Ruslan lagi, kebijakan yang memberatkan dan dinilai menyusahkan masyarakat ini tidak sesuai dengan semangat dan amanat UUD 45, yang seharusnya pemerintah membantu masyarakat.
"Saran saya percepatan vaksin saja yang ditegaskan ke masyarakat. Jangan lagi dibuat sulit dengan kebijakan ini. Tolong dengar keluhan masyarakat ini, " ungkapnya lagi.
Seperti diketahui, pemerintah memutuskan aturan baru wajib tes RT-PCR, sebagai syarat penerbangan berlaku mulai 24 Oktober 2021. Aturan ini berlaku untuk penerbangan antarbandara di Jawa-Bali, serta antar bandara di luar Jawa-Bali yang berada di daerah dengan status PPKM Level 3 dan Level 4.
Pedomannya sesuai Surat Edaran (SE) Menhub No 88 Tahun 2021, tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dengan Transportasi Udara Pada Masa Pandemi Covid-19 Selain itu, SE 88/2021 tersebut mengacu pada Instruksi Mendagri (Inmendagri) No 53 Tahun 2021, tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.(tau/agf/dee/deb/jpg/gus/ted)
Laporan JPG, Jakarta