Juknis Vaksinasi Covid-19 Sudah Dibuat, meski Sasaran Belum Jelas

Nasional | Rabu, 16 Desember 2020 - 10:00 WIB

Menurut Husin, tidak semua warga pendatang mendapatkan fasilitas vaksin Covid-19 dari UAE. WNI mendapatkan kesempatan karena hubungan baik antara kedua negara. KBRI di Abu Dhabi kemudian bekerja sama dengan Pemerintah UEA dan mempertimbangkan jenis pekerjaan yang banyak berinteraksi dengan publik yang sesuai peraturan kesehatan setempat. "Total ada 43 warga negara Indonesia (WNI) di lingkungan KBRI yang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19," katanya.

Setelah divaksinasi, Husin mengaku belum merasakan efek samping seperti Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang parah. Menurutnya, sejauh ini tidak ada hal-hal yang berbeda. "Kesehatan saya normal termasuk istri saya. Teman lain di KBRI dari hasil evaluasi sebagian besar hasilnya oke," ungkpanya. Selain itu, ia juag tetap diminta untuk tetap disiplin melakukan protokol kesehatan 3M.


Mengenai kondisi UAE di masa pandemi, Husin mengungkapkan, bahwa warga di sana sangat patuh pada pemerintah terkait protokol kesehatan. Bagi yang tidak patuh dengan tidak pakai masker langsung kena denda, baik kepada warga lokal maupun pendatang. "Law enforcement berlaku keras," tuturnya. 

Ketua Tim Riset Prof Nidom Foundation (PNF) Chairul Anwar Nidom meminta agar seluruh pihak berhati-hati dalam vaksinasi penyakit baru ini. "Sebab virus Covid-19 mempunyai Antibody Dependent Enhancement (ADE)," katanya ketika dihubungi JPG kemarin. ADE ini menurut Nidom merupakan cara virus untuk menghindari cekaman antibodi yang timbul karena vaksin. 

Dalam kesimpulan jurnal yang berjudul Investigation of the D614G Mutation and Antibody-Dependent Enhancement Sequence in Indonesian SARS-CoV-2 Isolates and Conparison to Southeast Asian Isolates yang ditulis oleh PNF, menyatakan bahwa mutasi D614G dapat mempengaruhi aktivitas ADE. Sarannya adalah pengembangan vaksin dan terapi lain untuk Covid-19 harus dilakukan cepat namun hati-hati. 

Sementara itu proses sertifikasi halal untuk vaksin Covid-19 dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag. Kepala BPJPH Kemenag Sukoso menuturkan baru ada satu produk vaksin Covid-19 yang sudah mengajukan pendaftaran ke mereka.

"Pendaftaran pengajuan sertifikasi halal vaksin Covid-19 dari Bio Farma-Sinovac," katanya kemarin (15/12). Sukoso menuturkan pengajuan itu sudah berjalan beberapa waktu lalu. Produsen vaksin Sinovac sudah memasukkan dokumen pendaftaran. 

Setelah itu BPJPH Kemenag sudah melakukan verifikasi dan menyerahkan prosesnya ke LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI) selaku lembaga pemeriksa halal (LPH). Dia mengatakan pengajuan sertifikasi halal tetap harus melalui prosedur. Meskipun itu untuk vaksin Covid-19.

BPJPH Kemenag sudah menetapkan ketentuan proses sertifikasi halal. Ketika pengajuan sudah masuk dalam tahap pemeriksaan oleh LPH, waktu yang dibutuhkan sekitar 40 sampai 60 hari kerja. Setelah itu akan dikeluarkan fatwa dari MUI dan terakhir sertifikat halal diterbitkan oleh BPJPH Kemenag.

Dalam sejumlah kesempatan Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan proses sertifikasi halal tidak akan menghambat program vaksinasi Covid-19. Sebab saat ini kondisinya dalam keadaan darurat. Mantan Ketua Umum MUI itu mengatakan, nanti ketika sudah ada produk vaksin Covid-19, MUI akan mengeluarkan fatwa. Apakah nanti fatwanya berbunyi halal atau diperbolehkan, akan disampaikan secara terbuka ke publik.

Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengatakan, aspek dan proses kehalalan vaksin harus benar-benar menjadi perhatian sejak awal. Ketika rapat dengan Kementerian Kesehatan, pihaknya sudah menyampaikan pentingnya kehalalan. 

Dia tidak tahu pasti seperti apa perkembangan proses sertifikasi halal. "Rapat Kamis (10/12), kami tanyakan, katanya masih dalam proses," terang dia saat menjadi pembicara dalam acara diskusi di Media Center DPR RI kemarin (15/12). Tentu, DPR akan terus memantau dan mengawasi perkembangan sertifikasi halal vaksin. 

Politikus PKS itu mengatakan, selain aspek kehalalan, yang juga penting adalau izin dari BPOM. Menurut dia, sampai sekarang izin dari BPOM belum jelas. Jadi, walaupun sertifikat halalnya keluar, tetapi izinnya tidak keluar, maka vaksin itu tidak bisa digunakan di Indonesia. 

Kurniasih menegaskan, dalam rapat sebelumnya, BPOM menyampaikan bahwa semuanya masih proses. "Izin penggunaan emergency use authorization belum dikeluarkan BPOM," terang dia. Selain itu, uji klinis tahap ketiga juga belum selesai. 

Jadi, vaksin itu  masih tanda tanya. Artinya, hal itu masih harus menjadi perhatian pemerintah. Dia mengatakan bahwa vaksin belum bisa digunakan sebelum izin emergency use authorization dari BPOM dikeluarkan dan hasil uji klinisnya selesai dahulu, serta sertifikasi halal dari MUI.

Dia pun meminta kepada pemerintah mengutamakan keselamatan dan kesehatan rakyat Indonesia yang akan mendapatkan vaksinasi ini. Kurniasih juga mendorong kepada BPOM agar bersikap sangat independen dan transparan dalam pemberian persetujuan. "Dengan mempeertimbangkan aspek keamanan," tegasnya.

Ketua MUI Pusat Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, dalam proses audit halal produksi vaksi ada enam tahapan yang dilakukan. Yaitu, penumbuhan  terosel, sel bagi virus,  penumbuhan virus, inaktivasi virus, pemurnian,  kemudian formulasi hingga pengemasan.

Menurut dia, seluruh rangkaian itulah yang dilakukan telaah. Apakah semua aspek itu memenuhi standar syari dalam konteks proses produksi maupun bahan yang digunakan. "Itu semua masih dikaji," paparnya. 

Sementara itu, Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta pada semua fasilitas kesehatan termasuk Rumah Sakit untuk menahan diri dan tidak melakukan promosi dalam bentuk apapun mengenai kegiatan vaksinasi. 

Hal ini untuk mencegah adanya kesimpangsiuran informasi yang beredar di masyarakat. "Jangan melakukan promo sebelum ada keputusan resmi dari pemerintah," kata Wiku kemarin. 

Sementara ditanya soal vaksin gratis, Wiku belum bisa menjelaskan secara detail. Namun menurutnya, penyediaan vaksin tidak tergantung pada ketersediaan anggaran APBN. "Kami tegaskan pada prinsipnya anggaran tidak akan menjadi hambatan dalam pencapaian herd immunity melalui vaksinasi," jelasnya.  

Saat ini kata Wiku  pemrintah sedang mengkaji berbagai hal teknis terkait dengan program vaksinasi. Baik skema subsidi maupun mandiri. Informasi terkait detil pelaksanaan vaksinasi juga masih dalam pembahasan. "Hal ini akan diinfokan setelah terdapat keputusan resmi dari pemerintah," jelasnya. 

Sementara itu, kasus positif nasional terus mengalami kenaikan. Wiku menyebut angka positivity  rate per tanggal 13 Desember 2020 berada pada 18,1 persen. Angka ini lebih tinggi dari pekan sebelumnya sebesar 13,81 persen.  "Angka ini sangat tinggi bahkan lebih tinggi dari standar yang ditetapkan oleh WHO. Yaitu di bawah 5 persen," jelasnya.(lyn/mia/wan/lum/jpg)  









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook