Tim Bayangan Kemendikbudristek Dipertanyakan

Nasional | Senin, 26 September 2022 - 08:42 WIB

Tim Bayangan Kemendikbudristek Dipertanyakan
Ilustrasi (INTERNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tim bayangan (shadow organization) yang berada di tubuh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menuai banyak kritik. Keberadaan 400 orang dalam tim tersebut dikhawatirkan rawan penyalahgunaan.

Dalam laporan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Norma Budaya Istiadat PBB (UNESCO) mengenai kondisi digitalisasi pendidikan di Indonesia, Kemendikbudristek membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk berbagai layanan aplikasi seperti Merdeka Mengajar dan Kampus Merdeka. Diduga, tim bayangan merupakan satgas yang dimaksud.


Sayangnya, tim yang dielu-elukan oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim tersebut dinilai belum memberikan kontribusi nyata. Kepala Bidang Litbang Pendidikan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Feriyansyah mengatakan, belum melihat produk inovatif dari tim tersebut.

Hingga kini gaji guru honorer tetap menyedihkan. Lalu, sebanyak 193 ribu guru lulus tes pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pada 2021, hingga sekarang belum kunjung diangkat diberi surat keputusan (SK).

Selain itu, data hasil Asesmen Nasional (AN) 2021 menunjukkan jika 50 persen siswa belum mampu mencapai kompetensi dasar di bidang literasi. Bahkan, 3 dari 4 siswa belum mampu mencapai kompetensi minimum bidang numerasi.

Data tersebut kuatkan hasil Programme for International Student Assessment (PISA), di mana kemampuan literasi, numerasi, dan sains anak Indonesia tercatat masih konsisten rendah di bawah rata-rata negara di dunia.

Feri mempertanyakan bentuk produk inovatif tim bayangan Kemendikbudristek yang bermanfaat bagi puluhan juta guru, siswa, dosen, mahasiswa, serta pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan Indonesia. "Sebagai guru dan dosen, kami belum melihat itu (produk inovatif tim bayangan, red)," katanya, Ahad (25/9).

Karenanya, P2G menuntut Nadiem membuka nama serta keahlian tim bayangan Kemendikbudristek. Menurut Feri, ini sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.

Di sisi lain, Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri mengkhawatirkan, adanya penyalahgunaan satgas tersebut. Hal ini berkaca dari kasus yang terjadi di institusi kepolisian.  "Berkaca pada kasus Sambo, penggunaan satgas semacam ini sangat rentan penyalahgunaan," katanya.

Belum lagi soal sumber gaji untuk 400 orang dalam satgas tersebut. Apakah berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau sumber lainnya. Hal ini harus disampaikan kepada publik untuk akuntabilitas dan transparansi, sebab menyangkut uang rakyat. "P2G juga mendesak BPK merespons ini, harus diperiksa saya rasa dari segi anggarannya," tegas dia.

Kekhawatiran lainnya, mengenai potensi mengkerdilkan aparatur sipil negara (ASN) yang ada di Kemendikbudristek. Keberadaan 400 orang ini ditakutkan akan menggoyahkan birokrasi internal Kemendikbudristek hingga menyebabkan kinerja ASN terganggu, bahkan berpotensi mengalami demotivasi kerja.

Apalagi jika keberadaan tim bayangan ini untuk membantu dalam mengerjakan tugas-tugas pegawai ASN Kemendikbudristek. Padahal, tim ini cukup mentransfer ilmu pengetahuan dan pemahaman atau pengalaman (transfer knowledge/experiences) dan transfer teknologi kepada internal pegawai Kemendikbudristek saja.

Desakan pemeriksaan tim bayangan ini pun direspons oleh Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi. Melalui akun media sosialnya, Achsanul mengatakan, pihaknya tengah melakukan pemeriksaan PDTT pada penunjukan konsultan Telkom-Govtech Edu oleh Kemendikbudristek.

Sebagai informasi, PDTT adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk, pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. "Jika berperan seperti dirjen, akan menyalahi SOTK dan UU-ASN," ujarnya.

Terpisah, Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbudristek Muhamad Hasan Chabibie menjelaskan, tim teknologi yang disebut Nadiem adalah para ahli di bidang teknologi, data, dan aplikasi. Mereka terlibat dalam berbagai platform teknologi untuk sektor pendidikan.

’’Mereka berkolaborasi intensif dengan Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemendikbudristek. Serta unit-unit teknis terkait dengan menjunjung prinsip kesetaraan dan gotong royong,’’ kata Chabibie di Jakarta, Sabtu (24/9).

Dia menambahkan kolaborasi tersebut terjadi dalam pelaksanaan riset. Kemudian pada pematangan konsep, pengembangan produk teknologi, hingga optimalisasi pemanfaatan layanan digital.

Dia mengatakan dari transformasi digital yang dilaksanakan secara kolaboratif itu, ada beberapa dampak yang dirasakan. Di antaranya adalah 1,6 juta guru telah menggunakan platform Merdeka Mengajar. Platform ini membuka akses pada pengembangan diri sendiri yang lebih mandiri dan sesuai kondisi.

Kemudian terbentuk lebih dari 3.500 komunitas belajar para guru, terkumpulnya lebih dari 55 ribu konten belajar mandiri, lebih dari 92 ribu konten pembelajaran diunggah oleh guru untuk menginspirasi sejawatnya, serta terfasilitasinya lebih dari 2.700 mitra industri ke dalam Kampus Merdeka. Kemudian bergabungnya lebih dari 43 ribu praktisi ke dalam program Praktisi Mengajar.

’’Selain itu lebih dari Rp51 triliun potensi anggaran fungsi pendidikan tahun anggaran 2022 dikelola secara lebih transparan dan akuntabel,’’ jelasnya. Pengelolaan yang transparan dan akuntabel itu melalui dukungan platform ARKAS, SIPLah, dan TanyaBOS.

Chabibie mengatakan anggaran untuk operasional, termasuk gaji 400 orang tim bayangan tersebut resmi dari Kemendikburistek. Mekanismenya sudah sesuai dengan undang-undang. Sayangnya dia tidak membeber total anggaran untuk menggaji 400 orang tim bayangan itu.(mia/wan/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook