Tak Bisa Lagi Andalkan Devisa

Nasional | Rabu, 25 April 2018 - 11:34 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Rupiah yang melemah dalam beberapa hari terakhir menyebabkan Bank Indonesia (BI) semakin aktif melakukan intervensi pasar. Setelah Senin (23/4) rupiah per dolar AS di pasar spot bertengger di level Rp13.975 (kurs Bloomberg), Selasa (24/4) rupiah mengalami penguatan 0,62 persen ke level Rp13.899. Di kurs tengah BI, rupiah ada di level Rp13.900 per dolar AS.

Gubernur BI Agus DW Martodojo mengatakan, BI terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya.

Baca Juga :Industri Hitung Ulang Biaya Produksi

“BI telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar SBN (surat berharga negara) dalam jumlah cukup besar,” katanya dalam keterangan pers, Selasa (24/4).

Rupiah sendiri telah melemah 2,64 persen sejak Januari 2018. Sementara sejak 2 tahun belakangan, rupiah melemah 5,5 persen. Dua tahun lalu, rupiah masih dihargai Rp13.169 per dolar AS. Menurut Agus, dengan masuknya BI ke pasar pelemahan yang lebih dalam dapat ditahan, sehingga rupiah tak melemah sedalam mata uang di negara-negara berkembang lainnya.

BI tetap mewaspadai risiko berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah, baik yang dipicu oleh gejolak global maupun yang bersumber dari kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik. Beberapa faktor eksternal yang membuat rupiah melemah antara lain dampak kenaikan suku bunga AS, perang dagang AS dengan Cina, kenaikan harga minyak serta eskalasi tensi geopolitik terhadap berlanjutnya arus keluar dana asing dari pasar SBN dan saham.

Sementara dari sisi internal, rupiah anjlok karena keperluan pembayaran impor, dividen dan utang luar negeri yang tinggi. Ketiga hal tersebut memang cenderung meningkat pada kuartal II.

“Untuk itu, BI akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya,” lanjut Agus.

Intervensi pasar menjadi salah satu penyebab berkurangnya cadangan devisa. Setelah pada Januari 2018 cadangan devisa pecah rekor di posisi 131,98 miliar dolar AS, pada Maret lalu cadangan devisa menyusut menjadi 126 miliar dolar AS. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan cadangan devisi hanya bisa ditambah dengan meningkatkan ekspor.

Pemerintah sudah berusaha dengan mengundang negara-negara Afrika ke Indonesia melalui forum di Bali pada awal April lalu. Tujuannya adalah untuk memperluas perdagangan Indonesia ke Afrika. Begitu pula kerja sama perdagangan dengan Eropa dan Australia.

”Kita mepercepat semua perundingan perdagangan free trade dengan Australia. Kita mempercepat membuka pasar lebih bagus dengan cara (melalui) hubungan bilateral ataupun multilateral dengan negara-negara lain,” ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Selasa (24/4).(rin/jun/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook