Hari Paraton, Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) menyebut, sebanyak 70 persen dokter di Indonesia memberikan antibiotik secara irasional. Data tersebut diperolehnya dari survey yang dilakukan pada tahun 2000. “Untuk terbaru kami masih belum ada. Ini masih kami teliti. Tahun depan lah,” ungkapnya ditemui dalam kesempatan sama.
Hari menuturkan, peresepan antibiotik secara irasional tersebut dikarenakan beberapa faktor. Pertama, ketidaktepatan pemberian antibiotik dengan jenis bakteri atau kuman. Apalagi, kala itu teknologi kesehatan tidak secanggih saat ini.
“Sakit, dikasih antibiotik A. Setelah satu pekan baru ketahuan kumannya, ternyata salah. Lalu ganti obat,” jelasnya.
Dampak panjangnya, bakteri menjadi resisten atau kebal terhadap antibiotik. Pasien pun berisiko tidak sembuh ketika terkena penyakit yang disebabkan oleh bakteri.
Mencerdaskan Masyarakat dan Tenaga Kesehatan
Kebal terhadap antibiotik ini tentu sangat mengerikan. Pasien tidak lagi bisa terobati dengan antibiotik dosis rendah. Pasien terpaksa harus dicekoki dosis yang lebh tinggi lagi. Peningkatan dosis ini tentu dibarengi dengan biaya pengobatan yang ikut tergerek naik.