JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Di tengah serangan tank-tank militer Israel ke Gaza, ribuan warga sipil yang menjadi pasien di RS Al Ahli tampaknya akan sangat menderita. Hal itu karena obat bius yang ada di rumah sakit tersebut telah habis.
Bahkan, Ghassan Abu Sitta, seorang dokter bedah terpaksa meninggalkan Rumah Sakit Al Ahli di Kota Gaza karena RS tersebut kehabisan obat bius dan dirinya juga merasa sangat kelelahan.
Melansir dari Antara, Abu Sitta mengungkapkan perasaannya yang mana hal ini seperti mimpi buruk yang jadi kenyataan, dirinya sedih harus meninggalkan 500 orang yang terluka, namun tak ada lagi yang bisa dilakukan untuk para pasiennya.
"Ratusan pasien masih sangat membutuhkan pengobatan, tetapi sekarang tidak ada lagi yang bisa saya lakukan. Ini adalah hal yang paling menyakitkan hati saya," ujar dokter bedah keturunan Inggris-Palestina itu pada Jumat (17/11) kepada Reuters.
Abu Sitta menyatakan perasaannya itu satu hari setelah meninggalkan Rumah Sakit Al Ahli dan berjalan kaki ke kamp pengungsian di Nueirat di Gaza Tengah.
"Al Ahli benar-benar dibanjiri korban. Dan kami bekerja semalaman. Namun pada Kamis (16/11) pagi kami baru sadar telah kehabisan obat untuk mesin anestesi dan kami harus menghentikan layanan operasi," kata Abu Sitta dalam percakapan via internet.
Dokter tersebut menambahkan bahwa dia dan timnya sangat sibuk merawat pasien dalam beberapa pekan terakhir pasca serangan udara Israel di masjid terdekat, dan setelah pasukan Israel melakukan pengepungan total serta kemudian menyerbu RS terbesar di Gaza Al-Shifa.
Pihak RS Al Ahli sebelumnya telah menerima kabar bahwa mereka telah dikepung oleh tank-tank militer Israel. Dalam sebuah unggahan di akun X miliknya, Abu Sitta menuliskan bahwa dirinya tak lagi mampu melakukan operasi di RS Ahli. Rumah sakit tersebut sekarang praktis menjadi tempat pertolongan pertama. Namun, ratusan orang yang terluka di RS itu kini tak bisa dioperasi.
"Mereka akan meninggal akibat luka-luka," tulisnya di media sosial X @GhassanAbuSitt1 pada (16/11).
Sementara itu, militer Israel memerintahkan pengosongan di seluruh wilayah utara Jalur Gaza, termasuk Kota Gaza, dalam upaya penumpasan kelompok perlawanan Palestina Hamas di wilayah tersebut. Akibatnya semua rumah sakit di sana harus berhenti beroperasi.
Hingga 16 November hanya sembilan dari 35 rumah sakit di wilayah kantong Palestina yang masih beroperasi sebagian, hal ini disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Gaza.
Rumah sakit di Gaza telah kewalahan dan kekurangan pasokan sejak pasukan Israel melancarkan operasi militer untuk menumpaskan Hamas, namun serangan brutal Israel malah menargetkan warga sipil yang ada di tempat-tempat yang seharusnya tidak boleh diserang, seperti rumah sakit, gereja, masjid, sekolah, dan kamp pengungsi.
Awal pekan ini, tercatat jumlah warga Palestina yang meninggal mencapai 11.500, termasuk 4.700 anak-anak. Kementerian Kesehatan Gaza menyampaikan jika putusnya jalur komunikasi di seluruh wilayah tersebut membuat pihaknya tidak bisa menyampaikan pembaruan secara berkala.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi