JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Data peserta BPJS Kesehatan yang dibobol hacker menjadi peringatan bagi sistem keamanan data di Tanah Air. Bahkan, jika diperlukan, harus ada pembaruan sistem kependudukan.
Pengamat IT sekaligus Direktur Information and Communication Technology (ICT) Insitute Heru Sutadi menuturkan, belajar dari banyaknya kasus peretasan data, pemerintah perlu memperkuat komitmen keamanan dan perlindungan data.
Menurut dia, banyak lembaga pemegang data masyarakat yang sistem keamanannya perlu diaudit ulang. Di samping itu, aturan mengenai data pribadi harus lebih ketat. ”Perlindungan data pribadi, tampaknya, juga masih kurang jadi perhatian sehingga diperlukan aturan yang kuat,” ujarnya, Sabtu (22/5).
Karena sudah banyak kasus data identitas bocor, dia mengusulkan perlu ada upaya untuk mengganti sistem data baru oleh pemerintah. ”Perlu ada upaya mengganti data penting masyarakat seperti NIK, NPWP, KK, dan sebagainya dengan sistem penomoran baru,” katanya.
Selain penguatan komitmen regulasi, setiap instansi, baik pemerintahan maupun swasta, perlu mengkaji investasi tambahan mengenai security data. ”Peningkatan anggaran keamanan data turut meminimalkan dampak serangan-serangan siber ke depannya,” ujarnya.
Laporan Cisco Indonesia, perusahaan di Indonesia mengalami tantangan keamanan siber selama pandemi. Berdasar hasil studi, 78 persen perusahaan menyebut ada peningkatan ancaman sebesar 25 persen atau lebih sejak dimulainya pandemi. Jumlah itu terus meningkat karena sebagian besar perusahaan tidak siap mendukung sistem kerja jarak jauh secara aman.
Sebagaimana diberitakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membenarkan bahwa data peserta BPJS Kesehatan dibobol hacker. Data yang seharusnya rahasia itu dijual di forum internet RaidForum oleh akun bernama Kotz.
Akun Kotz menawarkan 279 juta data penduduk Indonesia dengan tanggal posting 12 Mei 2021. Kotz juga mengklaim akan menyediakan 1 juta data yang bisa diunduh gratis sebagai sampel. Dari link yang diunduh Jawa Pos, data yang disimpan dalam format Microsoft Excel itu memuat informasi seperti nama, nomor kepesertaan, nomor telepon, dan sebagainya.
Sementara itu, masih terkait dengan peretasan, mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto mengatakan, negara harus makin bertanggung jawab untuk mengendalikan serta menghentikan seluruh tindak peretasan atau serangan digital. Sebab, negara memiliki kebijakan, infrastruktur, dan pengetahuan untuk menangani masalah tersebut.(tyo/agf/c13/fal/jpg)