Utamakan Kehadiran Fisik di ZEE

Nasional | Sabtu, 04 Januari 2020 - 10:31 WIB

Utamakan Kehadiran Fisik di ZEE
BERI KETERANGAN: Menkopolhukam Mahfud MD (tengah) bersama Panglima TNI Hadi Tjahjanto (kiri) Menhan Prabowo Subianto (tiga kiri, Menlu Retno Masudi (tiga kanan), Memkumham Yasona Laoly (dua kanan), Menhub Budi Karya Sumadi (kanan) serta perwakilan Kapolri, Bakamla memberikan keterangan pers terkait pelanggaran di Selat Natuna, Jumat (3/1/2020). Di dalam rapat itu menekankan kembali bahwa telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Cina di ZEE Indonesia. (FEDRIK TARIGAN/JPG)

Dia menjelaskan, Prabowo telah meminta adanya pembahasan terkait code of conduct (CoC) sengketa Laut Cina Selatan pada pertemuan ASEAN Defense Ministers Meeting (ADMM) di Bangkok 18 November 2019 lalu.

“Beliau akan berkoordinasi dengan Bakamla dan TNI AL terkait hal tersebut,” terangnya.


Kepala Bakamla Laksdya TNI Achmad Taufiqoerrochman menegaskan bahwa pihaknya akan menjadi garda terdepan dalam intensifikasi patroli perbatasan tersebut.

“Kami akan hadir di sana dan kami akan tetap melakukan plan kami. Sudah pasti ada tambahan (armada), TNI pun mengerahkan. Tapi dalam situasi damai begini memang Bakamla di depan,” jelas Taufiq usai rapat.

Karena tidak dalam situasi perang, lanjut Taufiq, tindakan yang diambil pemerintah Indonesia harus sesuai legitimasi internasional. PBB sebagai penengah telah mengimbau agar kedua belah pihak berunding.

“Ini yang sedang kami lakukan sekarang. Sudah ada pertemuan mungkin lebih dari 20 kali,” ujarnya.

Soal dorongan nelayan ke wilayah ZEE, Taufiq menyatakan siap untuk mengawal. Namun untuk cara menarik nelayan dia serahkan sepenuhnya pada instansi yang berwenang yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Itu kan urusannya menangkap ikan tapi saya siap mengawal,” jelas Taufiq.

Untuk sementara, dari pantauan surveillance hingga pukul 12 siang kemarin, nihil ditemukan kapal nelayan Cina di perairan Natuna. “Sebetulnya perlu dicari juga kenapa ikannya ngumpul di situ,” pungkasnya.

Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah menegaskan, pemerintah menolak klaim historis nine dashline Cina atas ZEE Indonesia. Alasan tersebut bersifat unilateral (keputusan sepihak). Tidak berdasar hukum dan tidak pernah diakui Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Sembilan garis putus digambar oleh pemerintah Cina mengenai klaim wilayah Laut Cina Selatan. Garis tersebut yang dibuat oleh zaman kekaisaran Dinasti Qing (1636-1912) untuk menandai wilayah kekuasaannya. Penarikan garis tersebut bertentang dengan UNCLOS.

“Makanya penegakan kedaulatan harus dilakukan di wilayah ZEE Indonesia. Pemerintah juga mendesak Cina untuk menjelaskan dasar hukum dan batas-batas yang jelas perihal klaim tersebut di ZEEI berdasarkan UNCLOS 1982,” beber Faiza.

Berdasarkan UNCLOS 1982, lanjut dia, ZEE Indonesia tidak ada yang tumpang tindih secara wilayah yuridiksi dengan Cina. (deb/han/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook