JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menyebut sindikat penjual ginjal jaringan internasional memiliki omzet hingga Rp24,4 miliar. Itu dihitung sejak komplotan tersebut beraksi pada 2019.
Kamboja jadi wilayah operasi utama mereka. Hengki menyatakan, pihaknya telah mengidentifikasi para korban yang berada di Rumah Sakit Preah Ket Mealea, Phnom Penh, Kamboja.
"Jadi, kami identifikasi korban itu sampai saat ini 122, itu sementara ya dan ini kami terus kembangkan," kata Hengki di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (21/7).
Kamis (20/7) lalu Polda Metro Jaya mengungkapkan telah menangkap dan menetapkan 12 tersangka terkait kasus TPPO perdagangan ginjal di Kamboja. Dua di antaranya merupakan polisi dan pegawai imigrasi yang menerima uang dari sindikat TPPO, yakni Aipda M dan AH.
Polda Metro Jaya memastikan Aipda M akan ditindak tegas sesuai perintah Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. "Sudah dilakukan proses penangkapan dan penahanan. Bapak Kapolri meminta dilakukan tindakan-tindakan secara tegas," tutur Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko.
Trunoyudo menyatakan, para tersangka bakal diproses dan ditahan sesuai dengan peran masing-masing. Mereka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. "Untuk petugas imigrasi ini, ada juga untuk layer di luar sindikat. Ini sesuai dengan Pasal 8 UU Nomor 21 Tahun 2007, karena penyalahgunaan wewenang. Ancaman hukuman ditambah satu pertiga dari pasal pokok, Pasal 2 dan Pasal 4," jelasnya.
Adapun untuk anggota Polri, lanjut dia, dikenakan Pasal 22 UU Nomor 21 Tahun 2007 karena merintangi penyidikan dengan menyembunyikan tersangka. "Ancamannya hukuman maksimal 5 tahun," tambah Trunoyudo.
Hengki menyebut anggota imigrasi yang terlibat bertugas di Bali. "Kalau imigrasinya di Bali, karena memang mereka tuh sindikat, kita tangkap bukan di satu tempat. Ada di Palembang, Bali, Surabaya, dan mereka itu merekrut dari berbagai daerah," ujarnya. Sebagian besar korban diberangkatkan dari Bali. "Kemudian ke Malaysia kemudian Kamboja," ujarnya.
Penyidik Polda Metro Jaya mengungkap adanya tiga lapisan atau layer tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus jual beli organ tersebut. Masing-masing tingkatan memiliki peran berbeda.
Terpisah, Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Andy Rachmianto mengatakan, kasus TPPO dengan modus online scamming (penipuan secara daring) masih terus terjadi. Bahkan, masih ada ratusan kasus yang ditangani oleh Kemenlu saat ini.
"Lonjakannya luar biasa. Hanya dalam waktu dua tahun, cakupannya sangat luar biasa, magnitude-nya luar biasa terjadi di negara-negara tetangga kita," ujarnya dalam webinar Pencegahan Kasus Online Scamming dan Perlindungan WNI di Luar Negeri di Universitas Negeri Yogyakarta, Jumat (21/7).
Dalam 2-3 tahun ini, kata dia, sudah lebih dari 2.400 kasus online scamming yang ditangani Kemenlu. Jumlah itu meningkat tajam dari tiga tahun lalu yang masih mencapai 200-an kasus. Yang mencengangkan lagi, negara tujuan yang awalnya hanya Kamboja kini makin meluas ke negara-negara Asia Tenggara lain. Seperti Myanmar, Laos, Vietnam, hingga Filipina. "Ada juga Timur Tengah, dijanjikan bekerja di UEA tapi tidak tahunya ujungnya ke Myanmar," jelasnya.
Dari kasus yang ada, Andy mengatakan, diketahui bahwa para korban merupakan kalangan terdidik. Tak jarang dari mereka bergelar sarjana hingga magister. "Jadi, korbannya bukan seperti kasus TPPO konvensional, yang korbannya lebih banyak pekerja perempuan dengan latar belakang pendidikan rendah sehingga mudah ditipu," paparnya. (mia/syn/wan/ygi/c17/ttg/jpg)