Dia menegaskan, BKN tidak membuka helpdesk offline atau tatap muka. Sebab, potensi persoalan yang akan timbul biasanya sangat spesifik dan sesuai dengan daerah masing-masing. Sehingga, jika ditemukan persoalan, pelamar bisa menghubungi BKD masing-masing. Sementara itu, gugatan pasal 94 ayat 2 UU Aparatur Sipil Negara (ASN) tentang PPPK yang diajukan enam guru honorer asal Kebumen ke Mahkamah Konstitusi (MK) dicabut. Pencabutan tersebut ditetapkan dalam sidang putusan ketetapan yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, kemarin (14/2).
Anwar mengatakan, gugatan tersebut sebetulnya sudah dilakukan sidang pendahuluan pada 15 Januari 2019. Hanya saja, 10 hari kemudian atau 25 Januari, MK menerima surat pencabutan perkara dari pemohon. Berdasarkan UU tentang MK, pemohon dapat menarik kembali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan.
“Mengabulkan permohonan penarikan kembali permohonan para pemohon,” ujarnya saat membacakan putusan.
Kuasa hukum pemohon Andi Muhammad Asrun menjelaskan, pihaknya sengaja mencabut untuk menata ulang gugatan.
“Dicabut untuk diajukan lagi ke MK dengan tambahan beberapa pasal minggu depan,” ujarnya kepada Jawa Pos (JPG).
Sayangnya, saat didesak pasal-pasal apa saja yang akan digugat, dia enggan menyampaikan. Saat ini pihaknya masih mematangkan persiapan dan berkas-berkas yang diperlukan.
“Ya ada beberapa,” imbuhnya.
Sebelumnya, para honorer menggugat skema PPPK yang disiapkan bagi pegawai pemerintah. Termasuk di dalamnya para guru. Asrun menilai, skema PPPK sebagai jenis perbudakan modern yang dilakukan pemerintah kepada guru. Pihaknya merasa, menyematkan status pegawai kontrak kepada guru sebagai tindakan kurang etis. Idealnya, kata dia, guru bersifat tetap karena proses kerjanya berkelanjutan.(wan/far/oni/ted)