RUU Kesehatan Rugikan BPJS

Nasional | Selasa, 21 Februari 2023 - 11:20 WIB

RUU Kesehatan Rugikan BPJS
Seorang pekerja memegang poster penolakan terhadap RUU Kesehatan yang diajukan DPR RI sebagai hak inisiatif, beberapa waktu lalu. (RPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ketua Presidium Yayasan Perlindungan Sosial Indonesia Yatini Sulistyowati mengatakan, pihaknya menolak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ingin mengubah draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

Karena ia menduga DPR berusaha memangkas independensi dan kewenangan BPJS dengan memposisikan Direksi dan Dewan Pengawas kedua BPJS di bawah Menteri, dalam RUU Kesehatan yang sudah ditetapkan sebagai inisiatif DPR RI.


''Kehadiran draf RUU Kesehatan menjadi kontraproduktif bagi kedua BPJS untuk mengelola jaminan sosial dengan lebih baik lagi,'' ujar Yatini dalam keterangan tertulisnya kepada JPG, Senin, (20/2).

Penolakan juga disuarakan Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) yang melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR. ''Revisinya itu membuat BPJS tidak independen, membuat BPJS dengan mudah diintervensi, dan itu tidak mustahil akan menggerus dana-dana buruh yang ada di BPJS. Jangan rampas uang kami,'' kata Sekretaris Jenderal KRPI Saepul Tavip.

Saepul menilai, RUU Kesehatan juga akan membuat Direksi dan Dewan Pengawas BPJS tidak lagi bertanggung jawab secara langsung ke Presiden, tapi bakal diubah menjadi bertanggung jawab ke Menteri.

''Menteri bisa memberikan penugasan khusus ke Direksi BPJS yang tentu saja penugasan ini patut diduga mengandung kepentingan politik,'' tegas Saepul.

Pihak KRPI selama ini sudah melihat pola dan menjemen dari BPJS sudah baik, undang-undangnya sudah baik, jadi jangan dirusak dengan adanya RUU Kesehatan yang bisa mengintervensi Direksi BPJS untuk kepentingan di luar program jaminan sosial. Ujung-ujungnya bakal berdampak ke pekerja, tentunya akan mengganggu pelayanan.

''RUU Kesehatan ini akan membuat BPJS kembali ke zaman dulu sebelum tahun 2011 yang dibawah kementerian BUMN, ketika masih ada banyak korupsi karna BPJS saat itu tidak independen,'' jelas Saepul.

Dia merinci pengelolaan dana pekerja di BPJS Ketenagakerjaan yang saat ini sekitar Rp630 triliun dan aset bersih dana JKN di BPJS Kesehatan yang sudah mencapai Rp54,7 triliun, serta pendapatan iuran JKN mencapai Rp143 triliun (per akhir Desember 2022), akan rawan digunakan untuk kepentingan lain di luar program jaminan sosial.

''Kasus kegagalan investasi yang dialami BUMN asuransi seperti Jiwasraya dan PT ASABRI beberapa waktu yang lalu, harusnya menjadi acuan bagi pemerintah dan DPR untuk tetap memposisikan Direksi dan Dewas BPJS memiliki kewenangan penuh dan independen,'' pungkas Saepul.

Beberapa Perubahan di RUU
Pasal 7 ayat (2) RUU Kesehatan menyatakan, BPJS bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri yaitu melalui Menteri Kesehatan untuk BPJS Kesehatan dan Menteri Ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan. Dan Pasal 13 ayat (2) huruf a, khusus bagi bagi BPJS Kesehatan wajib melaksanakan penugasan dari Kementerian Kesehatan.

Tidak hanya itu, proses penyampaian laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden harus melalui menteri Kesehatan untuk BPJS Kesehatan dan melalui Menteri Ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan, dengan tembusan kepada DJSN. Ketentuan ini diatur di Pasal 22 ayat (2) huruf d RUU Kesehatan.(zed)

Laporan JPG, Jakarta

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook