JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyayangkan masih adanya produsen dan distributor minyak goreng yang diduga menimbun stok di gudang. Seperti temuan petugas gabungan di Deli Serdang, Sumatera Utara, yang mendapati 1,1 juta liter minyak goreng di salah satu gudang milik pengusaha.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, pihaknya juga sudah mendapatkan laporan tersebut dan langsung berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. "Pastinya kami akan mendalami apa motifnya. Untuk saat ini pihak terkait sudah diberi teguran dan diminta untuk melepaskan stoknya ke pasar," ujar Oke, saat dihubungi Jawa Pos (JPG), kemarin (20/2).
Oke menyebutkan bahwa dari keterangan sementara yang didapatkan oleh petugas, ada dua keterangan yang akan didalami. Pertama, pihak produsen yang didapati menahan stok sebanyak 1,1 juta liter diduga menahan distribusi karena alasan selisih harga. 1,1 juta liter minyak yang ada di gudang tersebut adalah minyak goreng yang diproduksi awal tahun, di mana harga produksi sedang tinggi. Disinyalir pengusaha enggan mendistribusikan karena saat ini yang berlaku adalah harga jual HET yakni Rp14.000 per liter.
"Kami akan periksa lebih lanjut, karena alasan ini seharusnya tidak perlu. Sebab pemerintah sudah menjamin subsidi bahwa pengusaha bisa klaim reimburse (selisih harga, red)," ujar Oke.
Kemudian keterangan yang kedua, produsen mengaku bahwa stok tersebut tidak dilepas segera untuk pasar karena minyak goreng akan digunakan untuk menyuplai perusahaan satu grup yang bergerak di bidang makanan mi instan.
"Alasan kedua juga perlu didalami karena biasanya suplai untuk industri makanan bentuknya curah, bukan kemasan," beber Oke.
Mengenai produsen dan distributor yang masih "keberatan" dengan mekanisme subsidi yang ditawarkan pemerintah, Oke menegaskan hal tersebut akan merugikan pengusaha sendiri. Alasannya, selain pemerintah akan terus aktif mengawasi distribusi dan potensi penimbunan, pengusaha juga tidak bisa menjual harga di atas harga HET selama pemerintah melakukan operasi pasar.
"Jadi lebih baik stok dan hasil produksinya didaftarkan ke pemerintah, supaya bisa jual sesuai aturan harga dan selisihnya bisa diklaim," urai Oke.
Perkara sanksi yang akan ditegakkan, Oke mengaku belum dapat memastikan secara gamblang sanksi apa yang akan diberikan pada distributor terkait. Namun, Oke memastikan proses pemeriksaan dan proses hukum akan terus berjalan. Temuan di Deli Serdang tak menutup kemungkinan ditemukan masalah serupa di tempat lain. Mengantisipasi hal itu, Oke menegaskan bahwa Kemendag akan semakin gencar menggelar sidak ke daerah-daerah untuk memastikan produsen dan distributor beroperasi secara tertib.
"Sejauh ini selama 5 hari sudah ada 95 juta liter (produksi, red) dan segera didistribusikan. Jika ada (penimbunan, red) di tempat lain, itu akan menjadi target pemeriksaan satgas pangan," pungkas Oke.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menegaskan, penimbunan yang terjadi di Deli Serdang bukanlah dilakukan oleh ritel modern. Roy menjelaskan, justru peritel akan merugi apabila melakukan penimbunan.
‘’Peritel modern tidak melakukan penimbunan. Kami ini adalah pedagang, sama seperti pasar modern dan pedagang pasar, yang membedakan hanya lokasinya saja,’’ jelasnya pada JPG, Sabtu lalu (19/2).
Roy menegaskan, justru para pedagang harus menyalurkan secara cepat barang apapun yang diterima. Sebab, jika tidak, maka malah akan merugi karena ketidakpastian kondisi dikemudian hari. ‘’Kalau harganya turun maka apa yang sudah kita beli ya jadi rugi. Prinsipnya, secepatnya harus kita jual, itu sudah hukum ekonomi,’’ tambahnya.
Dia melanjutkan, gudang-gudang yang dimiliki peritel memiliki keterbatasan tempat. Gudang yang tersedia itu juga harus diisi oleh berbagai macam barang.(agf/dee/jpg)