JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah terus mendorong berbagai upaya untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Selain menjaga ketersediaan bahan pangan, upaya tersebut juga dilakukan dengan menjaga harga-harga pangan agar tetap stabil.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo meminta pemerintah daerah turut serta dalam menstabilkan harga pangan di daerah masing-masing dan menjaga stok pangan serta dikendalikan dengan baik agar tidak putus. "Baik bupati dan gubernur ikut terlibat dalam dalam mengendalikan harga yang ada karena produksinya cukup," ujarnya.
Mentan juga meminta kepada kepala daerah penghasil yang surplus ke daerah yang sortid atau kekurangan untuk segera melakukan komunikasi perdagangan terutama pada sistem transportasinya. "Diminta kepada bupati dan gubernur untuk melakukan komunikasi perdagangan dengan menggunakan dana-dana yang sudah mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri untuk dapat digunakan agar sistem transportasi dan lainnya bisa dikendalikan oleh pemerintah," jelasnya.
Lebih lanjut, Mentan menuturkan, hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya inflasi maka pemerintah daerah bisa melakukan sendiri dengan berkoordinasi langsung dengan daerah tertentu tanpa melibatkan pemerintah pusat.
"Dalam menyikapi inflasi baik koordinasi dan tentu saja sistem-sistem perdagangan antar pemerintah daerah bisa dilakukan sendiri-sendiri bisa juga melalui intervensi pemerintah pusat dalam hal ini Mendag, Mentan dan Badan Ketahanan Pangan," ujarnya.
Oleh karena itu kata dia, Kementan akan memetakan secara valid terkait dengan antara daerah surplus dengan daerah sortid. "Dengan demikian ini menjadi dialog diskusi secara bersama antara pemda dan pusat, maupun daerah dan antar pemerintah daerah. maping ini sangat menentukan. Ini bukan pekerjaan baru karena tiga tahun terakhir ini sudah dilakukan,"ujarnya.
Di sisi lain, seusai rapat di Istana Negara, Selasa (19/9), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, Presiden Joko Widodo memberi arahan agar produksi kedelai nasional ditingkatkan. Sehingga kebutuhan kedelai dalam negeri tidak 100 persen bergantung kepada impor. ‘’Bapak Presiden ingin agar kedelai itu tidak 100 persen tergantung impor karena dari hampir seluruh kebutuhan yang 2,4 (juta ton) itu produksi nasionalnya kan turun terus,"ujar Airlangga.
Presiden juga memberikan sejumlah arahan yakni agar jajarannya dapat menentukan harga kedelai, tujuannya agar petani tidak dirugikan. Terkait hal tersebut, Presiden meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membeli dari petani dengan harga yang telah ditentukan. ‘’Jadi untuk itu, untuk mencapai harga itu nanti ada penugasan dari BUMN agar petani bisa memproduksi. Itu di harga Rp 10.000 (per kilogram),"tambah Airlangga.
Persoalan harga yang kurang menarik bagi petani menjadi salah satu penyebab petani enggan menanam kedelai dalam beberapa waktu terakhir. Menurut Airlangga, petani tidak bisa menanam kedelai jika harganya di bawah Rp10.000,00 per kg karena akan kalah dengan harga kedelai impor dari Amerika Serikat yang hanya Rp7.700,00 atau bahkan lebih murah.
‘’Di tahun 2018 misalnya, kita produksi di 700 ribu hektare, nah sekarang kita produksi di 150 ribu hektare. Jadi kalau petani disuruh milih tanam jagung atau kedelai, ya mereka larinya ke jagung semua. Pemerintah ingin semua ada mix, tidak hanya jagung saja tetapi kedelainya juga bisa naik,"jelas mantan Menperin itu.
Airlangga melanjutkan, Presiden juga memberikan arahan untuk mendorong agar petani menggunakan bibit unggul yang telah direkayasa secara genetik atau genetically modified organism (GMO). Dengan menggunakan bibit tersebut, diharapkan produksi kedelai per hektarenya bisa melonjak beberapa kali lipat. ‘’Dengan menggunakan GMO itu produksi per hektarenya itu bisa naik dari yang sekarang sekitar 1,6-2 ton per hektare, itu bisa menjadi 3,5-4 ton per hektare,"tambahnya.
Langkah selanjutnya, pemerintah menyiapkan anggaran untuk perluasan lahan tanam kedelai dari yang sekarang sekitar 150 ribu hektare menjadi 300 ribu hektare, dan menjadi 600 ribu hektare pada tahun depan. Pemerintah berupaya mengejar target 1 juta hektare produksi dalam beberapa tahun ke depan.
‘’Anggarannya sudah disiapkan sekitar Rp400 miliar dan tahun depan juga akan ditingkatkan dari 300 ribu menjadi 600 ribu hektare, existing sekitar 150 ribu hektare. Dengan demikian maka produksi itu, angka target produksi 1 juta hektare dikejar untuk 2-3 tahun ke depan,"urai Airlangga.(yus/dee/lyn/jpg)